Batam (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) lokal untuk mendukung Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) jasa migas Indonesia.

Asisten I Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Kepri Luki Zaiman di Batam, Rabu, mengatakan dalam kebutuhan tenaga kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) maupun sub-kontraktor lainnya bisa melibatkan pemda dalam konteks untuk memaksimalkan tenaga kerja lokal.

Baca juga: Kepala SKK Migas tinjau persiapan produksi Forel Bronang di Kepri

"Kita minta pemda bisa diberikan kesempatan untuk berkolaborasi dalam pemenuhan SDM. Dari SKK Migas sudah memberikan respons positif," kata Luki.

Ia menyebutkan Kepri memilik potensi alam yang sangat kaya, termasuk dalam bidang migas.

Luki mengatakan terdapat potensi kegiatan KKKS baru di wilayah Kepri, diharapkan pemda setempat dapat terlibat dalam kegiatan tersebut, sehingga ada kontribusi daerah, baik sebagai pendapatan maupun pengusaha yang ada di Kepri, khususnya di wilayah pelaksanaan eksplorasi migas.

"Selain itu, juga ada tantangan yang harus dipenuhi oleh vendor-vendor dalam negeri. SKK Migas sudah berkomitmen meningkatkan TKDN, dan ini peluang besar meningkatkan kualitas pemain kita agar aktif dalam memberikan dukungan, menyerap tenaga kerja lokal di Kepri," kata Luki.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengingatkan kepada vendor nasional untuk memperhatikan mutu produk dalam rangka menunjang pemenuhan TKDN.

Baca juga: Pemprov Kepri sampaikan ranperda BUMD energi migas

Baca juga: BPH Migas dan Pemprov Kepri sosialisasikan optimalisasi penggunaan BBM


“Jangan sampai ada produk sudah disampaikan, kualitasnya ditolak. Itu kerugiannya di vendor akan luar biasa besar,” ujar Dwi Soetjipto dalam konferensi pers setelah membuka acara Pre IOG SCM & NCB Summit di Batam, Kepulauan Riau, Rabu.

Dwi meminta kepada para vendor untuk memperhatikan kemampuan mereka dalam berproduksi. Ia mencontohkan apabila sebuah vendor hanya mampu memproduksi 200–400 produk, jangan menyanggupi proyek yang melebihi kapasitas produksi tersebut.

“Jangan dipaksa ambil semua (proyek), tapi kemudian harus dikembalikan (produknya), karena gagal dari sisi kualitas. Itu mereparasinya pasti akan lebih mahal lagi,” kata Dwi.