Jakarta (ANTARA) -
Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni) menekankan pentingnya pencegahan sakit atau nyeri pada satu sisi kepala yang terasa berdenyut (migrain) untuk dapat meningkatkan produktivitas masyarakat.

"Sosialisasi pencegahan sangat penting bagi masyarakat, bagi tenaga kerja, karyawan, lingkungan, dan keluarga supaya mereka aware dan mencari pertolongan yang tepat sehingga dapat meningkatkan produktivitas," kata Ketua Perdosni Dr. dr. Dodik Tugasworo P, Sp.N. Subsp.NIOO(K), MH, dalam diskusi "Ambil Kendali, Atasi Migrain" yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu.

Dokter Spesialis Saraf alumni Universitas Diponegoro, Semarang itu mengatakan bahwa migrain bukan suatu penyakit kepala biasa, tetapi justru paling sering menimbulkan disabilitas yang signifikan.

Berdasarkan studi Global Burden of Disease 2019, migrain menempati urutan nomor dua sebagai penyakit penyebab disabilitas tertinggi di dunia baik bagi pria maupun wanita.

Baca juga: Kenali perbedaan migrain sebelah kanan dan kiri

Baca juga: Kenali faktor pemicu penyebab sering migrain


Studi juga menunjukkan setidaknya lebih dari 1 miliar orang di dunia setidaknya pernah mengalami satu kali episode migrain dalam hidupnya, dan sekitar 148 juta orang di antaranya jatuh pada kondisi migrain kronik.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya dukungan seluruh pemangku kepentingan agar memperhatikan tata laksana migrain, termasuk dukungan penciptaan lingkungan yang mendukung penderita migrain khususnya di tempat kerja.

Menurut dia, Perdosni telah bekerja sama dengan pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia untuk mensosialisasikan pentingnya pencegahan, deteksi dini, hingga pengobatan migrain agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat.

"Harapannya pemerintah dapat turut mendorong pelaksanaan deteksi dini migrain, serta meningkatkan kemampuan dokter pada layanan primer dalam melaksanakan deteksi migrain, serta lingkungan yang suportif pada penyandang migrain," ujarnya.

Baca juga: Cara bedakan pusing biasa dan migrain

Pada kesempatan yang sama, Ketua Pokja Nyeri Kepala Perdosni dr. Devi Ariani Sudibyo, Sp.N(K) menyebut migrain diderita lebih dari 1 miliar orang di dunia.

Adapun angka insiden migrain secara global berkisar pada 8.1 per 1000 orang per tahun, di mana penderitanya lebih banyak wanita dibandingkan pria dengan rasio 3:1. Di Indonesia, prevalensi migrain berkisar antara 11.000 -12.000 per 100.000 jiwa.

Ia mengatakan, pemicu migrain dapat diakibatkan antara lain oleh perubahan hormonal, stres, konsumsi makanan tertentu (seperti keju, alkohol, kafein), pola makan dan istirahat tidak teratur, bau yang menyengat, cahaya terang, konsumsi terlalu banyak obat-obatan dan lainnya.

Selain itu, migrain juga dipengaruhi faktor genetik, terutama pada jenis migrain dengan aura.

Migrain dengan aura merupakan tanda-tanda yang mengawali sakit kepala yang umumnya berupa masalah penglihatan (kilatan cahaya pada mata), kekakuan pada leher dan kesemutan pada anggota tubuh.

Sebanyak 25 persen dari penderita migrain akan mengalami 4 hari atau lebih (per bulan) serangan migrain dengan skala nyeri berat, 35 persen hanya mengalami nyeri berat selama 3 hari, sedangkan 40 persen sisanya 1 hari setiap bulan.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya sosialisasi pencegahan migrain guna menghindari risiko stroke, gangguan psikiatri serta disabilitas.

"Prevalensi migrain dalam satu tahun meningkat seiring usia antara laki-laki dan perempuan, mencapai maksimal usia 35-45 tahun. Prevalensi meningkat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah," kata Devi.

Baca juga: 5 cara ampuh atasi migrain tanpa obat

Baca juga: Apa itu Migrain? Ini penjelasannya

Baca juga: Penyebab perempuan lebih berisiko terserang migrain