Perlindungan Indikasi Geografis Indonesia di Uni Eropa
7 Februari 2014 06:40 WIB
Ilustrasi - Buruh mensortir biji kopi arabika untuk ekspor di Kabupaten Aceh Tengah, propinsi Aceh. (FOTO ANTARA/Ampelsa)
London (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM RI (Menkumham), Amir Syamsudin, membahas perlindungan Indikasi Geografis (Geographic Indication/GI) dengan Komisioner Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Uni Eropa (UE), Daian Ciolos, di Brusel.
Kedua pihak sepakat untuk segera menyusun kerjasama perlindungan Indikasi Geografis yang mencakup produk pertanian dan produk makanan di kedua wilayah, demikian keterangan KBRI Brussel yang diterima ANTARA London, Jumat.
Dubes RI Brussel, Arif Havas Oegroseno, yang mendampingi Menkumham mengatakan tercapai kerjasama hukum saling mengakui GI antara Indonesia dan Uni Eropa, maka akan terbuka pasar yang lebih luas bagi produk Indonesia.
Saat ini Indonesia telah mengakui Indikasi Geografis Eropa yakni keju parmesan dan champagne, sementara itu produk Indikasi Geografis Indonesia belum ada yang terdaftar di Uni Eropa, bahkan, satu pengusaha Eropa mendaftarkan "Gayo Mountain Coffee" sebagai merek dagang mereka. Upaya ini bertentangan dengan hukum, dan sejak 2010 trademark "Gayo Mountain Coffee" telah dicabut.
Indikasi Geografis Indonesia, seperti "Arabica Coffee Gayo" (Kopi gayo), "White Pepper Muntok" (Lada putih), dan "Carving Furniture Jepara" (kerajinan ukir) memiliki nilai lebih yang dapat memenuhi pasar Eropa.
Dengan jumlah penduduk Uni Eropa lebih dari 500 juta dan pendapatan per kapita 25.000 dollar AS, maka permintaan terhadap produk berkualitas tinggi akan meningkat.
Ini berarti produk Indonesia yang sudah terdaftar dan mempunyai perlindungan Indikasi Geografis dari Kemenkumham (Direktorat Jenderal HKI), keunikan dan kekhasan produk tersebut diakui di Uni Eropa.
Saat ini baru 20 produk Indonesia terdaftar dan memperoleh perlindungan Indikasi Geografis oleh Pemerintah Indonesia. Dengan pengakuan GI secara timbal balik Indonesia-Uni Eropa, dapat mendorong kelompok masyarakat, pengusaha dan pemerintah daerah untuk memperoleh perlindungan GI.
Dubes Arif Havas Oegroseno mengatakan hal ini penting agar kekayaan intelektual Indonesia dilindungi hukum internasional dan masyarakat memperoleh manfaat dari kepemilikan tersebut yang pada pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
(ZG)
Kedua pihak sepakat untuk segera menyusun kerjasama perlindungan Indikasi Geografis yang mencakup produk pertanian dan produk makanan di kedua wilayah, demikian keterangan KBRI Brussel yang diterima ANTARA London, Jumat.
Dubes RI Brussel, Arif Havas Oegroseno, yang mendampingi Menkumham mengatakan tercapai kerjasama hukum saling mengakui GI antara Indonesia dan Uni Eropa, maka akan terbuka pasar yang lebih luas bagi produk Indonesia.
Saat ini Indonesia telah mengakui Indikasi Geografis Eropa yakni keju parmesan dan champagne, sementara itu produk Indikasi Geografis Indonesia belum ada yang terdaftar di Uni Eropa, bahkan, satu pengusaha Eropa mendaftarkan "Gayo Mountain Coffee" sebagai merek dagang mereka. Upaya ini bertentangan dengan hukum, dan sejak 2010 trademark "Gayo Mountain Coffee" telah dicabut.
Indikasi Geografis Indonesia, seperti "Arabica Coffee Gayo" (Kopi gayo), "White Pepper Muntok" (Lada putih), dan "Carving Furniture Jepara" (kerajinan ukir) memiliki nilai lebih yang dapat memenuhi pasar Eropa.
Dengan jumlah penduduk Uni Eropa lebih dari 500 juta dan pendapatan per kapita 25.000 dollar AS, maka permintaan terhadap produk berkualitas tinggi akan meningkat.
Ini berarti produk Indonesia yang sudah terdaftar dan mempunyai perlindungan Indikasi Geografis dari Kemenkumham (Direktorat Jenderal HKI), keunikan dan kekhasan produk tersebut diakui di Uni Eropa.
Saat ini baru 20 produk Indonesia terdaftar dan memperoleh perlindungan Indikasi Geografis oleh Pemerintah Indonesia. Dengan pengakuan GI secara timbal balik Indonesia-Uni Eropa, dapat mendorong kelompok masyarakat, pengusaha dan pemerintah daerah untuk memperoleh perlindungan GI.
Dubes Arif Havas Oegroseno mengatakan hal ini penting agar kekayaan intelektual Indonesia dilindungi hukum internasional dan masyarakat memperoleh manfaat dari kepemilikan tersebut yang pada pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
(ZG)
Pewarta: Zeinita Gibbon
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: