Jakarta (ANTARA) - Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Nancy Dian Anggraeni menekankan perlunya skrining di tempat-tempat berisiko tinggi untuk mengatasi tuberkulosis (TB).

“Untuk TB, upaya yang kita dorong sekarang kepada daerah itu menguatkan penemuan kasus. Jadi, skrining itu dilakukan, misalnya di perusahaan, tempat kerja, sekolah, pesantren untuk penemuan kasus TB, tentunya melibatkan tenaga kesehatan ya, termasuk skrining yang dilakukan di tempat yang risiko tinggi, seperti lembaga pemasyarakatan (Lapas),” kata Nancy dalam temu media di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin.

Baca juga: WHO Indonesia: Skrining dibarengi TPT kurangi TB hingga 44 persen

Ia menjelaskan tempat-tempat padat, seperti sekolah, Lapas, atau panti terus didorong untuk melakukan skrining dan melakukan penemuan kasus TB, sehingga ketika ada yang terdeteksi, dapat langsung dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

“Nanti kalau memang ada yang terdeteksi dan diduga TB, dirujuk ke fasyankes untuk diambil dahak atau di-rontgen, tergantung gejalanya seperti apa, nah nanti itu baru bisa dideteksi,” ucapnya.

Selain sosialisasi dan edukasi, menurutnya, juga perlu mendorong agar ada komunitas masyarakat untuk mendampingi para penderita TB agar terhindar dari stigma masyarakat.

“Perlu ada komunitas juga untuk mendampingi, dan di bidang ketenagakerjaan itu juga harus ada kebijakan untuk orang yang terkena TB, misalnya di kantor atau di tempat kerja jangan kemudian diputus hubungan kerja, tetapi justru seharusnya dibantu, ditolong agar bisa meneruskan pengobatannya,” paparnya.

Baca juga: Skrining TB mobile Yogyakarta berpotensi dikembangkan ke daerah lain

Baca juga: Pemkot Jakpus adakan skrining TB yang diikuti ratusan warga Kenari


Nancy mengemukakan rata-rata kematian akibat kasus TB pada tahun 2023, sekitar 141 ribu kasus.

“Atau kalau dihitung dalam satu jam bisa ada sekitar 16 kasus yang meninggal. Jadi, masih tinggi, masih jauh kalau kita mau menurunkan sampai enam per 100.000 kematian di tahun 2030,” ucapnya.

Untuk diketahui, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC, menargetkan untuk eliminasi TBC pada tahun 2030, dengan penurunan angka kejadian menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi enam jiwa per 100.000 penduduk.