Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di DPR dihentikan.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, ada tiga alasan yang bisa dijadikan dasar untuk menghentikan pembahasan revisi KUHAP di Komisi III DPR.

"Pertama, waktu yang sempit dibanding masalah yang substansial dan kompleks," katanya melalui pesan singkat, Kamis.

Menurut Bambang, masa tugas DPR periode 2009-2014 hanya tersisa 108 hari kerja padahal daftar isian masalah revisi KUHAP cukup banyak, sekitar 1.169 butir, dan pasal yang harus dibahas sangat banyak.

"Alasan kedua, naskah yang ada di tangan KPK jauh lebih memadai karena mampu menjelaskan secara utuh masalah fundamental KUHAP mendatang dan solusi penanganannya," tambah Bambang.

Naskah yang dimaksud Bambang adalah naskah akademik tahun 2012 yang berasal dari tim penyusunan Rancangan Undang-Undang KUHAP dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

"Ketiga, rakyat sang pemilik kedaulatan justru disingkirkan dalam seluruh pembahasan yang saat ini terjadi. Begitu juga KPK sebagai user tidak pernah sekali pun diajak berpartisipasi," ungkap Bambang.

Salah satu butir yang memicu kontroversi dalam RUU KUHAP adalah kewenangan luar biasa bagi Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris) untuk lanjut atau tidaknya penuntutan, penyitaan dan penyadapan dalam suatu proses pidana (termasuk kasus korupsi).

Hakim Komisaris juga punya kewenangan menangguhkan penahanan tersangka atau terdakwa, dengan jaminan uang atau orang.

Setidaknya ada 12 isu penting yang yang menjadi polemik dalam RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan atau memangkas kewenangan KPK termasuk di antaranya berkaitan dengan ketentuan penyelidikan, penghentian penuntutan suatu perkara, kewenangan perpanjangan penahanan saat penyidikan dan masa penahanan tersangka.