Besaran bea keluar mineral sudah tidak bisa ditawar
6 Februari 2014 12:48 WIB
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo (kiri) menegaskan pemerintah tidak akan menarik atau membatalkan peraturan tentang pengenaan bea keluar dalam ekspor mineral. (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menegaskan bahwa besaran bea keluar (BK) mineral antara 20 sampai 60 persen yang ditetapkan lewat Peraturan Menteri Keuangan No.6/2014 sudah tidak bisa ditawar lagi.
"Bea keluar tidak bisa ditawar lagi," kata Susilo usai menghadiri acara Koordinasi dan Sosialisasi Mineral dan Batubara terkait Nilai Tambah Mineral dan Penataan Pertambangan untuk Kesejahteraan Rakyat di Jakarta, Kamis.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebelumnya menilai BK mineral sebesar 20-60 persen sangat memberatkan pengusaha dan mendesak pemerintah menurunkannya menjadi 5-7 persen.
Kadin Indonesia beralasan akan banyak operasi tambangyang tutup dan pemberhentian pekerja kalau pemerintah mengenakan BK mineral 20-60 persen.
Namun Susilo menegaskan pemerintah tidak akan menarik atau membatalkan Peraturan Menteri Keuangan No. 6/2014 karena pemerintah sudah melakukan sosialisasi sejak lima tahun lalu.
"Kalau enggak mau mati seharusnya sejak lima tahun lalu mereka sudah bangun (smelter)," ujar Susilo.
"Bea keluar itu untuk memaksa mereka bangun smelter. Bukan dimaksudkan untuk cari untung. Sebenarnya, mereka seharusnya sejak lima tahun lalu sudah bikin smelter," tambahnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan meninjau lagi besaran BK mineral.
Sebagai contoh, ia mengungkapkan, PT Newmont mengajukan surat agar ekspor konsentrat mereka bisa dibebaskan dari BK.
"Tetapi itu tidak bisa ditawar lagi," tegasnya.
Menteri Keuangan M Chatib Basri sebelumnya mengatakan BK mineral merupakan instrumen fiskal untuk memaksa pengusaha membangun smelter di Indonesia.
"Bea keluar tidak bisa ditawar lagi," kata Susilo usai menghadiri acara Koordinasi dan Sosialisasi Mineral dan Batubara terkait Nilai Tambah Mineral dan Penataan Pertambangan untuk Kesejahteraan Rakyat di Jakarta, Kamis.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sebelumnya menilai BK mineral sebesar 20-60 persen sangat memberatkan pengusaha dan mendesak pemerintah menurunkannya menjadi 5-7 persen.
Kadin Indonesia beralasan akan banyak operasi tambangyang tutup dan pemberhentian pekerja kalau pemerintah mengenakan BK mineral 20-60 persen.
Namun Susilo menegaskan pemerintah tidak akan menarik atau membatalkan Peraturan Menteri Keuangan No. 6/2014 karena pemerintah sudah melakukan sosialisasi sejak lima tahun lalu.
"Kalau enggak mau mati seharusnya sejak lima tahun lalu mereka sudah bangun (smelter)," ujar Susilo.
"Bea keluar itu untuk memaksa mereka bangun smelter. Bukan dimaksudkan untuk cari untung. Sebenarnya, mereka seharusnya sejak lima tahun lalu sudah bikin smelter," tambahnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan meninjau lagi besaran BK mineral.
Sebagai contoh, ia mengungkapkan, PT Newmont mengajukan surat agar ekspor konsentrat mereka bisa dibebaskan dari BK.
"Tetapi itu tidak bisa ditawar lagi," tegasnya.
Menteri Keuangan M Chatib Basri sebelumnya mengatakan BK mineral merupakan instrumen fiskal untuk memaksa pengusaha membangun smelter di Indonesia.
Pewarta: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: