OJK-Prospera kerja sama pengembangan kebijakan manajemen risiko iklim
28 Juni 2024 22:28 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae berbicara dalam acara peluncuran kerja sama OJK, Prospera dan Moody's untuk pengembangan kebijakan manajemen risiko iklim untuk sektor perbankan Indonesia di Jakarta, Jumat (28/6/2024). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (Prospera) dan Moody's menjalin kerja sama pengembangan kebijakan pengelolaan iklim, yang bertujuan meningkatkan praktik keuangan berkelanjutan dan mengatasi tantangan perubahan iklim bagi sektor perbankan Indonesia.
"Kerja sama ini berpusat pada penyediaan dukungan yang diperlukan untuk pengembangan kebijakan iklim, yang merupakan tonggak penting dalam upaya kita bersama untuk mengatasi salah satu tantangan paling mendesak di zaman kita," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam acara peluncuran kerja sama tersebut di Jakarta, Jumat.
Menurut Dian, perkembangan manajemen risiko iklim menghadapi berbagai tantangan, termasuk kurangnya keahlian dan terbatasnya pemahaman tentang metodologi serta data yang tidak mencukupi, terutama data emisi karbon dan proyeksi bencana untuk Indonesia.
Untuk mengatasi kesenjangan yang ada, kerja sama tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan kebijakan terkait risiko iklim di sektor perbankan ke depan.
Kolaborasi itu akan difokuskan pada beberapa hal, yaitu mengembangkan skenario iklim untuk Indonesia dan meningkatkan metodologi untuk melakukan pengujian stres iklim terhadap kinerja korporasi, usaha kecil dan perbankan dalam mengatasi kesenjangan data dengan membangun metodologi pengembangan data pada risiko fisik dan transisi dan kemudian juga melaksanakan penilaian dampak iklim kuantitatif bagi industri perbankan dan menyelenggarakan peningkatan kapasitas bagi bank terkait manajemen risiko iklim.
Penyusunan kebijakan manajemen risiko iklim yang efektif merupakan upaya kompleks yang memerlukan partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk badan pengatur keuangan, lembaga kebijakan fiskal hingga anggota komite keuangan berkelanjutan.
"Dengan kebijakan dan panduan yang tepat, bank diharapkan dapat mengatasi tantangan risiko iklim sekaligus mendorong transisi menuju perekonomian rendah karbon," ujarnya.
Ke depan OJK berencana untuk mengintegrasikan aspek risiko iklim ke dalam kerangka manajemen risiko dan memperkenalkannya sebagai bagian dari tindakan pengawasan bagi industri perbankan sesuai dengan arah kebijakan global mengenai manajemen risiko dan pengungkapan iklim yang akan diadopsi.
Pengembangan tersebut juga akan disertai dengan program peningkatan kapasitas untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas bank dalam mengelola risiko iklim.
Baca juga: OJK telah blokir 5.000 lebih entitas pinjol ilegal di Indonesia
Baca juga: DPR setujui pagu indikatif OJK TA 2025 sebesar Rp11,56 triliun
"Kerja sama ini berpusat pada penyediaan dukungan yang diperlukan untuk pengembangan kebijakan iklim, yang merupakan tonggak penting dalam upaya kita bersama untuk mengatasi salah satu tantangan paling mendesak di zaman kita," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam acara peluncuran kerja sama tersebut di Jakarta, Jumat.
Menurut Dian, perkembangan manajemen risiko iklim menghadapi berbagai tantangan, termasuk kurangnya keahlian dan terbatasnya pemahaman tentang metodologi serta data yang tidak mencukupi, terutama data emisi karbon dan proyeksi bencana untuk Indonesia.
Untuk mengatasi kesenjangan yang ada, kerja sama tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan kebijakan terkait risiko iklim di sektor perbankan ke depan.
Kolaborasi itu akan difokuskan pada beberapa hal, yaitu mengembangkan skenario iklim untuk Indonesia dan meningkatkan metodologi untuk melakukan pengujian stres iklim terhadap kinerja korporasi, usaha kecil dan perbankan dalam mengatasi kesenjangan data dengan membangun metodologi pengembangan data pada risiko fisik dan transisi dan kemudian juga melaksanakan penilaian dampak iklim kuantitatif bagi industri perbankan dan menyelenggarakan peningkatan kapasitas bagi bank terkait manajemen risiko iklim.
Penyusunan kebijakan manajemen risiko iklim yang efektif merupakan upaya kompleks yang memerlukan partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk badan pengatur keuangan, lembaga kebijakan fiskal hingga anggota komite keuangan berkelanjutan.
"Dengan kebijakan dan panduan yang tepat, bank diharapkan dapat mengatasi tantangan risiko iklim sekaligus mendorong transisi menuju perekonomian rendah karbon," ujarnya.
Ke depan OJK berencana untuk mengintegrasikan aspek risiko iklim ke dalam kerangka manajemen risiko dan memperkenalkannya sebagai bagian dari tindakan pengawasan bagi industri perbankan sesuai dengan arah kebijakan global mengenai manajemen risiko dan pengungkapan iklim yang akan diadopsi.
Pengembangan tersebut juga akan disertai dengan program peningkatan kapasitas untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas bank dalam mengelola risiko iklim.
Baca juga: OJK telah blokir 5.000 lebih entitas pinjol ilegal di Indonesia
Baca juga: DPR setujui pagu indikatif OJK TA 2025 sebesar Rp11,56 triliun
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024
Tags: