Artikel
Bantuan instalasi air Kemensos bikin warga Lermatang tak susah menimba
Oleh Sean Filo Muhamad
27 Juni 2024 23:05 WIB
Perangkat Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, Mesak Tapdare (52) saat ditemui di Desa Lermatang, Kamis (27/6/2024). Ia mengaku senang atas bantuan instalasi pengolahan air bersih di kampungnya (ANTARA/Sean Filo Muhamad)
Kepulauan Tanimbar (ANTARA) - Selama lebih dari seratus tahun, warga Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, mengandalkan sumur air tua untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari.
Sumur tua tersebut bernama "Wetutune Wempas Dalam" yang dipercaya oleh warga secara turun temurun sejak tahun 1800-an, hingga akhirnya dijadikan sumur adat.
Mitos mengatakan air sumur tua tersebut memiliki khasiat penyembuhan jika diminum oleh orang sakit.
Masyarakat, bahkan percaya bahwa air sumur tua tersebut mampu mendeteksi adanya kedatangan orang yang memiliki ilmu hitam ke Desa Lermatang, di mana air berubah wujudnya menjadi tampak mendidih.
Adanya berbagai hal yang dipercayai oleh warga itu, menyebabkan adanya semacam ritual yang dilakukan oleh warga, seperti membawa batu kecil yang berasal dari sekitar sumur dan kemudian melemparkan batu tersebut ke dalam sumur tua tersebut.
Hal tersebut dianggap sebagai penghormatan warga lokal, dan telah menjadi budaya adat istiadat yang tak terlepaskan dari keseharian mereka.
Meskipun dihormati oleh warga setempat, akses masyarakat menuju Wetutune Wempas Dalam tidaklah mudah.
Sumur tua tersebut terletak di dalam hutan, dan hanya bisa dijangkau dengan waktu tempuh kurang lebih sekitar 20 menit dari desa.
Waktu tempuh itu hanya dengan berjalan kaki, sebab, sumur tua tersebut tidak bisa diakses oleh kendaraan apapun.
Keterbatasan akses terhadap sumur tua yang menjadi sumber air tersebut juga ditambah dengan keterbatasan warga yang tidak bisa membawa air dalam jumlah banyak setiap satu kali angkut, karena warga biasanya hanya mengandalkan jeriken air berkapasitas lima hingga dua puluh liter.
Seiring berkembangnya waktu, kini terdapat sekitar 1.645 jiwa yang tergabung dalam 445 keluarga yang tinggal di Desa Lermatang, di mana 90 persen masyarakatnya bergantung terhadap sumber air dari sumur tua tersebut, yang seolah menambah tingkat kesulitan warga dalam mengakses air di Desa Lermatang.
Belum lagi, jika musim kemarau panjang datang. Sumur tua yang berukuran sekitar 3x3 meter dengan kedalaman 15 meter itu juga terdampak.
Lince Rumihin (52), warga Desa Lermatang, mengaku dirinya harus menunggu hingga satu jam untuk memperoleh air dari sumur tua tersebut saat musim kemarau.
Perangkat Desa Lermatang, Mesak Tapdare (52) juga mengaku tak jarang ada antrean warga yang hendak mengambil air di Wetutune Wempas Dalam bisa mencapai 20 orang kala musim kemarau.
Hal tersebut juga berimplikasi terhadap kasus diare yang kerap dialami warga setempat saat musim kemarau, yang disebabkan oleh sulitnya air yang menyebabkan warga mengonsumsi air secara sembarangan.
Hal inilah yang kemudian menjadi sorotan Kementerian Sosial (Kemensos) RI untuk menginisiasi adanya bantuan instalasi air bersih untuk desa tersebut.
Akhirnya, pada Rabu (26/6), bantuan instalasi pengolahan air bersih di Desa Lermatang pun diresmikan.
Bantuan instalasi pengolahan air bersih yang dikirim oleh Kemensos RI untuk Desa Lermatang menjadikan masyarakat setempat, kini tidak susah lagi mencari air bersih untuk kehidupan mereka.
Tidak tanggung-tanggung, instalasi pengolahan air bersih yang diberikan juga membuat air olahannya menjadi layak minum, karena mesin tersebut memiliki teknologi canggih yang bernama "reverse osmosis", dengan total kapasitas 4.000 liter.
Selain itu, terdapat pula dua tandon air yang digunakan untuk mengolah air tanah menjadi air bersih layak minum, yang menjadikan instalasi ini mampu menghasilkan satu liter air per detik, dengan total produksi air layak minum mencapai 6.000 liter per hari.
Sembari dimanfaatkan oleh warga, rencananya panel tenaga surya berkekuatan 8.000 Watt-peak (Wp) itu juga akan dipasang untuk mengoperasikan instalasi air ini, sebagai langkah antisipasi dari pemadaman listrik yang kerap terjadi di Desa Lermatang, sehingga instalasi air tersebut tetap bisa dimanfaatkan oleh warga.
Melka Laim (46), ibu yang kesehariannya berkebun, mengaku sangat bersyukur atas adanya bantuan instalasi air bersih ini. Bahkan, di hari pertama instalasi air bersih ini dioperasikan, Melka yang biasanya berkebun untuk mencari ubi jalar, justru lebih tertarik untuk memanfaatkan air bersih tersebut untuk memasak, meminum langsung, hingga mencuci pakaian dan piring yang ada di rumahnya.
"(Kondisi airnya) bagus, sudah dicoba minum, lebih bersih daripada di sumur, rasanya nikmat hahaha," jawab Melka kompak bersama suaminya, Yohan (45) sembari tertawa, saat dijumpai ANTARA.
Upaya Kemensos dalam memberikan bantuan instalasi air bersih ini merupakan sebuah upaya pemberdayaan masyarakat agar tetap produktif.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menilai masyarakat yang tidak sakit lebih memiliki potensi untuk lebih produktif dibandingkan dengan masyarakat yang sakit.
Oleh sebab itu, Kemensos mencari akar masalah penyebab suatu penyakit, dan mencoba menghentikannya dengan sebuah solusi agar masyarakat tidak lagi sakit, dan bisa menjadi lebih produktif.
"Jangan berikan ikan, tetapi berikanlah kailnya," merupakan sebuah pepatah yang tepat untuk mengekspresikan situasi ini, di mana instalasi air bersih ini bisa menjadi kail untuk masyarakat agar bisa lebih produktif, tanpa perlu menimba air di sumur tua dan sakit diare akibat mengonsumsi air secara sembarangan.
Sumur tua tersebut bernama "Wetutune Wempas Dalam" yang dipercaya oleh warga secara turun temurun sejak tahun 1800-an, hingga akhirnya dijadikan sumur adat.
Mitos mengatakan air sumur tua tersebut memiliki khasiat penyembuhan jika diminum oleh orang sakit.
Masyarakat, bahkan percaya bahwa air sumur tua tersebut mampu mendeteksi adanya kedatangan orang yang memiliki ilmu hitam ke Desa Lermatang, di mana air berubah wujudnya menjadi tampak mendidih.
Adanya berbagai hal yang dipercayai oleh warga itu, menyebabkan adanya semacam ritual yang dilakukan oleh warga, seperti membawa batu kecil yang berasal dari sekitar sumur dan kemudian melemparkan batu tersebut ke dalam sumur tua tersebut.
Hal tersebut dianggap sebagai penghormatan warga lokal, dan telah menjadi budaya adat istiadat yang tak terlepaskan dari keseharian mereka.
Meskipun dihormati oleh warga setempat, akses masyarakat menuju Wetutune Wempas Dalam tidaklah mudah.
Sumur tua tersebut terletak di dalam hutan, dan hanya bisa dijangkau dengan waktu tempuh kurang lebih sekitar 20 menit dari desa.
Waktu tempuh itu hanya dengan berjalan kaki, sebab, sumur tua tersebut tidak bisa diakses oleh kendaraan apapun.
Keterbatasan akses terhadap sumur tua yang menjadi sumber air tersebut juga ditambah dengan keterbatasan warga yang tidak bisa membawa air dalam jumlah banyak setiap satu kali angkut, karena warga biasanya hanya mengandalkan jeriken air berkapasitas lima hingga dua puluh liter.
Seiring berkembangnya waktu, kini terdapat sekitar 1.645 jiwa yang tergabung dalam 445 keluarga yang tinggal di Desa Lermatang, di mana 90 persen masyarakatnya bergantung terhadap sumber air dari sumur tua tersebut, yang seolah menambah tingkat kesulitan warga dalam mengakses air di Desa Lermatang.
Belum lagi, jika musim kemarau panjang datang. Sumur tua yang berukuran sekitar 3x3 meter dengan kedalaman 15 meter itu juga terdampak.
Lince Rumihin (52), warga Desa Lermatang, mengaku dirinya harus menunggu hingga satu jam untuk memperoleh air dari sumur tua tersebut saat musim kemarau.
Perangkat Desa Lermatang, Mesak Tapdare (52) juga mengaku tak jarang ada antrean warga yang hendak mengambil air di Wetutune Wempas Dalam bisa mencapai 20 orang kala musim kemarau.
Hal tersebut juga berimplikasi terhadap kasus diare yang kerap dialami warga setempat saat musim kemarau, yang disebabkan oleh sulitnya air yang menyebabkan warga mengonsumsi air secara sembarangan.
Hal inilah yang kemudian menjadi sorotan Kementerian Sosial (Kemensos) RI untuk menginisiasi adanya bantuan instalasi air bersih untuk desa tersebut.
Akhirnya, pada Rabu (26/6), bantuan instalasi pengolahan air bersih di Desa Lermatang pun diresmikan.
Bantuan instalasi pengolahan air bersih yang dikirim oleh Kemensos RI untuk Desa Lermatang menjadikan masyarakat setempat, kini tidak susah lagi mencari air bersih untuk kehidupan mereka.
Tidak tanggung-tanggung, instalasi pengolahan air bersih yang diberikan juga membuat air olahannya menjadi layak minum, karena mesin tersebut memiliki teknologi canggih yang bernama "reverse osmosis", dengan total kapasitas 4.000 liter.
Selain itu, terdapat pula dua tandon air yang digunakan untuk mengolah air tanah menjadi air bersih layak minum, yang menjadikan instalasi ini mampu menghasilkan satu liter air per detik, dengan total produksi air layak minum mencapai 6.000 liter per hari.
Sembari dimanfaatkan oleh warga, rencananya panel tenaga surya berkekuatan 8.000 Watt-peak (Wp) itu juga akan dipasang untuk mengoperasikan instalasi air ini, sebagai langkah antisipasi dari pemadaman listrik yang kerap terjadi di Desa Lermatang, sehingga instalasi air tersebut tetap bisa dimanfaatkan oleh warga.
Melka Laim (46), ibu yang kesehariannya berkebun, mengaku sangat bersyukur atas adanya bantuan instalasi air bersih ini. Bahkan, di hari pertama instalasi air bersih ini dioperasikan, Melka yang biasanya berkebun untuk mencari ubi jalar, justru lebih tertarik untuk memanfaatkan air bersih tersebut untuk memasak, meminum langsung, hingga mencuci pakaian dan piring yang ada di rumahnya.
"(Kondisi airnya) bagus, sudah dicoba minum, lebih bersih daripada di sumur, rasanya nikmat hahaha," jawab Melka kompak bersama suaminya, Yohan (45) sembari tertawa, saat dijumpai ANTARA.
Upaya Kemensos dalam memberikan bantuan instalasi air bersih ini merupakan sebuah upaya pemberdayaan masyarakat agar tetap produktif.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menilai masyarakat yang tidak sakit lebih memiliki potensi untuk lebih produktif dibandingkan dengan masyarakat yang sakit.
Oleh sebab itu, Kemensos mencari akar masalah penyebab suatu penyakit, dan mencoba menghentikannya dengan sebuah solusi agar masyarakat tidak lagi sakit, dan bisa menjadi lebih produktif.
"Jangan berikan ikan, tetapi berikanlah kailnya," merupakan sebuah pepatah yang tepat untuk mengekspresikan situasi ini, di mana instalasi air bersih ini bisa menjadi kail untuk masyarakat agar bisa lebih produktif, tanpa perlu menimba air di sumur tua dan sakit diare akibat mengonsumsi air secara sembarangan.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024
Tags: