Bappenas: Komonalitas dukung penguatan industri pertahanan nasional
26 Juni 2024 20:42 WIB
Tangkapan layar Koordinator Bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Industri Pertahanan Nasional Kementerian PPN/Bappenas Rangga J. Wargadalam menyampaikan paparan bertajuk "Unlocking Potential: The Private Sector in Indonesian Defence" yang disiarkan oleh Semar Sentinel di akun YouTube Semar Sentinel di Jakarta, Rabu (26/6/2024). ANTARA/Genta Tenri Mawangi
Jakarta (ANTARA) - Pejabat Kementerian PPN/Bappenas menekankan komonalitas (commonality) dalam pengadaan alat pertahanan dan keamanan (alpahankam) dapat mendukung industri pertahanan dalam negeri ikut berkembang.
Koordinator Bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Industri Pertahanan Nasional Kementerian PPN/Bappenas Rangga J. Wargadalam menyebut komonalitas itu tercermin dari pengadaan alpahankam yang konsisten pada penyedia teknologi tertentu dan tidak berpindah ke penyedia teknologi yang lain terlebih dalam jangka waktu yang cepat.
"Hendaknya ada commonality dalam pengadaan alpahankam agar pertama ada konsistensi untuk menganggarkan dan perencanaannya, dan kedua agar industri pertahanan nasional dapat mengikutinya karena akan sulit industri pertahanan untuk mengikuti apabila yang dibutuhkan selalu berubah-ubah," kata Rangga J. Wargadalam saat mengisi acara diskusi virtual dari Semar Sentinel yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Dalam acara diskusi yang sama, Rangga menyebut situasinya saat ini alat utama sistem senjata (alutsista) maupun alpahankam yang dimiliki Indonesia cukup beragam, misalnya pesawat tempur ada F-16 buatan industri pertahanan Amerika Serikat, Su-27 dan Su-30 dari Rusia, kemudian ke depan Indonesia bakal kedatangan jet tempur Rafale dari Prancis.
"Harapannya Kementerian Pertahanan dan TNI akan lebih konsisten dalam memilih peralatan alpahankam yang akan dibeli sehingga tidak lagi seperti saat ini ya, pesawat tempur macam-macam, kendaraan tempur macam-macam," kata dia.
Bappenas dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 telah menyusun sejumlah pedoman dan strategi untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
Dalam dokumen perencanaan itu, industri pertahanan dalam negeri yang kuat diyakini dapat membantu Indonesia menjadi negara yang diplomasinya tangguh dan negara yang punya pertahanan berdaya gentar di kawasan.
Demi mencapai itu, ada sejumlah strategi memperkuat industri pertahanan dalam negeri, salah satunya dijalankan dalam pengadaan yang harus mengedepankan akuisisi teknologi dari pembelian alutsista asing tersebut.
"Kompleksitas sumber teknologi ini yang harus dikuasai industri pertahanan nasional," kata dia.
Rangga mengemukakan bahwa akuisisi teknologi itu dapat terwujud manakala pembelian alpahankam teknologi tinggi dari luar negeri menggunakan model belanja untuk investasi (spending to invest).
Ia menyebut wujudnya dapat berupa FDI, joint venture, kemitraan untuk industri manufaktur, kerja sama MRO, local content, transfer teknologi, dan berbagai jenis offset lainnya.
"Bagaimana ini bisa dimanfaatkan agar mencapai pertama kemandirian alpahankam itu sendiri, dapat memperkuat kapasitas industri pertahanan itu sendiri, kemudian tidak hanya kapasitasnya, tetapi juga ekosistem industri pertahanan," kata Rangga J. Wargadalam.
Baca juga: Kemhan nilai kedatangan 24 atase peluang promosi industri pertahanan
Baca juga: Prabowo bahas kerja sama bidang industri pertahanan dengan Slovakia
Dalam diskusi yang sama, Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Nasional (Pinhantanas) Mayjen TNI Purn. Jan Pieter Ate menyoroti pentingnya pengembangan teknologi industri pertahanan (bangtekindhan) untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
"Sejak 2018 sampai sekarang, alokasi anggaran untuk bangtekindhan terus dipangkas, yang sekarang mungkin tidak lagi signifikan. Ini bukti keseriusan dan kemauan untuk mandiri secara teknologi sebenarnya tidak ada," katanya.
Jan menjelaskan bahwa riset dan pengembangan (R & D) merupakan penopang utama untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
"Anggaran pertahanan terus naik, tetapi realisasi dalam bentuk penguasaan teknologi oleh industri pertahanan dalam negeri itu dari tahun ke tahun tidak sebanding dengan anggaran pertahanan yang makin besar," sambung dia.
Pembicara lainnya pemerhati dari Jakarta Defense Society, Ade P. Marboen, juga menyebut dana penelitian dan pengembangan teknologi pertahanan yang juga masih relatif kecil.
Menurut dia, tanpa ada dukungan dana yang memadai untuk R & D sulit membayangkan ada penguasaan teknologi tinggi di industri pertahanan dalam negeri.
Tidak hanya itu, Marboen, yang merupakan salah satu pendiri JDS dan wartawan senior bidang pertahanan, juga meyakini dukungan pemerintah terhadap industri pertahanan dalam negeri harus diwujudkan dalam aksi konkret, yaitu memberi produk-produk yang mereka buat.
"Industri pertahanan ini pasarnya sangat niche, pembelinya cuma pemerintah. Maka, untuk bisa mencapai skala keekonomian dalam industri pertahanan, produknya harus dibeli," kata Marboen.
Ia mencontohkan beberapa negara melakukan itu, misalnya India, kemudian ada juga Turki yang kerap menjadi pengguna pertama produk industri pertahanan dalam negerinya, dan tak jarang membeli dalam jumlah yang signifikan.
Koordinator Bidang Keamanan, Ketertiban Masyarakat, dan Industri Pertahanan Nasional Kementerian PPN/Bappenas Rangga J. Wargadalam menyebut komonalitas itu tercermin dari pengadaan alpahankam yang konsisten pada penyedia teknologi tertentu dan tidak berpindah ke penyedia teknologi yang lain terlebih dalam jangka waktu yang cepat.
"Hendaknya ada commonality dalam pengadaan alpahankam agar pertama ada konsistensi untuk menganggarkan dan perencanaannya, dan kedua agar industri pertahanan nasional dapat mengikutinya karena akan sulit industri pertahanan untuk mengikuti apabila yang dibutuhkan selalu berubah-ubah," kata Rangga J. Wargadalam saat mengisi acara diskusi virtual dari Semar Sentinel yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Dalam acara diskusi yang sama, Rangga menyebut situasinya saat ini alat utama sistem senjata (alutsista) maupun alpahankam yang dimiliki Indonesia cukup beragam, misalnya pesawat tempur ada F-16 buatan industri pertahanan Amerika Serikat, Su-27 dan Su-30 dari Rusia, kemudian ke depan Indonesia bakal kedatangan jet tempur Rafale dari Prancis.
"Harapannya Kementerian Pertahanan dan TNI akan lebih konsisten dalam memilih peralatan alpahankam yang akan dibeli sehingga tidak lagi seperti saat ini ya, pesawat tempur macam-macam, kendaraan tempur macam-macam," kata dia.
Bappenas dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 telah menyusun sejumlah pedoman dan strategi untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
Dalam dokumen perencanaan itu, industri pertahanan dalam negeri yang kuat diyakini dapat membantu Indonesia menjadi negara yang diplomasinya tangguh dan negara yang punya pertahanan berdaya gentar di kawasan.
Demi mencapai itu, ada sejumlah strategi memperkuat industri pertahanan dalam negeri, salah satunya dijalankan dalam pengadaan yang harus mengedepankan akuisisi teknologi dari pembelian alutsista asing tersebut.
"Kompleksitas sumber teknologi ini yang harus dikuasai industri pertahanan nasional," kata dia.
Rangga mengemukakan bahwa akuisisi teknologi itu dapat terwujud manakala pembelian alpahankam teknologi tinggi dari luar negeri menggunakan model belanja untuk investasi (spending to invest).
Ia menyebut wujudnya dapat berupa FDI, joint venture, kemitraan untuk industri manufaktur, kerja sama MRO, local content, transfer teknologi, dan berbagai jenis offset lainnya.
"Bagaimana ini bisa dimanfaatkan agar mencapai pertama kemandirian alpahankam itu sendiri, dapat memperkuat kapasitas industri pertahanan itu sendiri, kemudian tidak hanya kapasitasnya, tetapi juga ekosistem industri pertahanan," kata Rangga J. Wargadalam.
Baca juga: Kemhan nilai kedatangan 24 atase peluang promosi industri pertahanan
Baca juga: Prabowo bahas kerja sama bidang industri pertahanan dengan Slovakia
Dalam diskusi yang sama, Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Nasional (Pinhantanas) Mayjen TNI Purn. Jan Pieter Ate menyoroti pentingnya pengembangan teknologi industri pertahanan (bangtekindhan) untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
"Sejak 2018 sampai sekarang, alokasi anggaran untuk bangtekindhan terus dipangkas, yang sekarang mungkin tidak lagi signifikan. Ini bukti keseriusan dan kemauan untuk mandiri secara teknologi sebenarnya tidak ada," katanya.
Jan menjelaskan bahwa riset dan pengembangan (R & D) merupakan penopang utama untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
"Anggaran pertahanan terus naik, tetapi realisasi dalam bentuk penguasaan teknologi oleh industri pertahanan dalam negeri itu dari tahun ke tahun tidak sebanding dengan anggaran pertahanan yang makin besar," sambung dia.
Pembicara lainnya pemerhati dari Jakarta Defense Society, Ade P. Marboen, juga menyebut dana penelitian dan pengembangan teknologi pertahanan yang juga masih relatif kecil.
Menurut dia, tanpa ada dukungan dana yang memadai untuk R & D sulit membayangkan ada penguasaan teknologi tinggi di industri pertahanan dalam negeri.
Tidak hanya itu, Marboen, yang merupakan salah satu pendiri JDS dan wartawan senior bidang pertahanan, juga meyakini dukungan pemerintah terhadap industri pertahanan dalam negeri harus diwujudkan dalam aksi konkret, yaitu memberi produk-produk yang mereka buat.
"Industri pertahanan ini pasarnya sangat niche, pembelinya cuma pemerintah. Maka, untuk bisa mencapai skala keekonomian dalam industri pertahanan, produknya harus dibeli," kata Marboen.
Ia mencontohkan beberapa negara melakukan itu, misalnya India, kemudian ada juga Turki yang kerap menjadi pengguna pertama produk industri pertahanan dalam negerinya, dan tak jarang membeli dalam jumlah yang signifikan.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024
Tags: