Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh menyatakan bahwa PT Sawit Panen Terus (SPT) yang diduga menghilangkan 14 hektare tutupan hutan lindung di Subulussalam, Aceh, sudah melakukan penghijauan kembali.

"Seluas 14 hektare tersebut keterlanjuran mereka (red-PT SPT) dan mereka sudah menanam kembali, dan siap menghijaukan kembali seperti hutan," kata Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) VI DLHK Aceh, Irwandi, di Banda Aceh, Rabu.

Dia menegaskan, berdasarkan hasil temuan di lapangan, kerusakan hutan yang terjadi di sekitar Desa Cipar-pari Timur, Namo Buaya, Singgersing Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam itu tidak dilakukan PT SPT karena ternyata ada banyak hutan yang berstatus kepemilikan pribadi.

"Bukan PT SPT yang merusak hutan itu, kita sudah cek ke lapangan, PT itu belum ada dokumentasi hak guna usaha (HGU), kemudian di lokasi kita temukan surat hak milik (SHM) semua," ujarnya.

Baca juga: Aktivis: Sindikat penjahat lingkungan incar satwa lindung di Aceh

Baca juga: BKSDA imbau masyarakat Aceh tak beraktivitas di kawasan hutan lindung


Dirinya menyampaikan, atas temuan banyaknya kawasan hutan yang ternyata berstatus milik pribadi, maka pihaknya tidak dapat menindak atau meminta pertanggungjawaban PT SPT.

"Kita lihat sudah ada hak milik (SHM) semua, milik pribadi yang mereka buka lahan, kalau mau kita tindak, ya, tindak pribadi, bukan PT SPT. Kalau kita temukan siapa yang masuk ke dalam, ya, kita minta pertanggungjawaban sesuai dengan UU Cipta Kerja," katanya.

Meskipun demikian, dirinya telah meminta PT SPT untuk melakukan penghijauan kembali dan menganjurkan penanaman tanaman hutan di kawasan pinggiran sungai, walaupun wilayah tersebut berstatus area penggunaan lain (APL).

"Mereka sudah menanam kembali tanaman kapur dan sudah menganjurkan agar di daerah pinggiran sungai ditanam tanaman kehutanan sebagai fungsi untuk daya lindung air," ujar Irwandi.

Sebelumnya, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Yayasan HAkA) melalui pemantauan citra satelit menemukan adanya aktivitas pembukaan lahan pada kawasan hutan lindung di sekitar Desa Cipar-pari Timur, Namo Buaya, Singgersing Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh.

Pembukaan lahan tersebut diduga dilakukan oleh PT SPT tanpa izin. Pemantauan HAkA menunjukkan bahwa kerusakan hutan di lokasi PT SPT dimulai pada bulan Juli 2022, ditandai dengan pembukaan jalan berdasarkan analisis citra satelit pada bulan tersebut.

Total kerusakan hutan yang terjadi dari Juli 2022 sampai April 2024 mencapai 1.655 hektare (ha) Dengan 1.641 ha berada di Area Penggunaan Lain (APL) dan 14 ha kerusakan hutan sudah masuk ke dalam kawasan Hutan Lindung (HL).

Selain itu, kerusakan hutan juga terindikasi di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Hasil pemantauan kerusakan hutan di KEL mencapai 682 hektare.

Sehubungan dengan hal tersebut, Yayasan HAkA melalui Manager Legal dan Advokasinya, Fahmi Muhammad, meminta agar pembukaan lahan dalam kawasan hutan lindung ini segera ditindak oleh aparat penegak hukum.

“Pembukaan lahan dalam kawasan hutan lindung ini jelas merupakan perbuatan ilegal kehutanan. Oleh karena itu, kami meminta aparat penegak hukum untuk segera melakukan penindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat,” kata Fahmi Muhammad.*

Baca juga: BKSDA: Konflik gajah liar Aceh Tengah berada di kawasan hutan lindung

Baca juga: Menjaga hak satwa di tengah tol Aceh yang membelah hutan