Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo menekankan pentingnya pasangan mencegah perceraian untuk mewujudkan keluarga sejahtera dan berkualitas pada momen Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31.

"Curahkan perasaan pakai rasa, bukan logika. Bukan argumen, tetapi sentimen, agar keluarga kita tenteram. Saya berpesan di Hari Keluarga Nasional ini, mari mencegah terjadinya perceraian," kata Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Ia juga menekankan pentingnya menjalin komunikasi keluarga yang baik agar angka perceraian dapat diturunkan.

"Perceraian dianggap menjadi salah satu biang kerok kesejahteraan keluarga menjadi memburuk. Potensi pembangunan keluarga berkualitas juga akan semakin rendah karena perceraian. Maka, hal itu harus bisa dicegah, termasuk melalui satu langkah yaitu komunikasi dalam keluarga," ujar dia.

Dalam rangkaian memperingati Harganas ke-31 pada 29 Juni 2024, Hasto juga berdiskusi bersama 500 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dan mengajak para kader TPK untuk mengingat kembali delapan fungsi keluarga.

Delapan fungsi keluarga yang digaungkan BKKBN yakni fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan lingkungan.

"Keluarga berkualitas itu penting, supaya bisa betul-betul menopang kehidupan dan harus cerdas. Keluarga yang dianggap berkualitas itu adalah keluarga yang tenteram, mandiri dan bahagia," tuturnya.

Salah satu kader TPK Purworejo, Siti Maryati, yang berdialog dengan Hasto menjelaskan pengalamannya dalam melakukan komunikasi keluarga.

Baca juga: Hari Keluarga, Kepala BKKBN sedih ada 500 ribu perceraian tiap tahun

Baca juga: Faktor ekonomi dan perselingkuhan pemicu meningkatnya kasus perceraian


Menurutnya, dalam berkeluarga harus bekerja sama dan tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Baik suami atau istri mesti mau saling mengambil peran dan berbagi.

“Untuk membangun keluarga yang tenteram, hal pertama yang saya dan suami tanamkan adalah agama sebagai fondasi keluarga kami. Kemudian, kerja sama dengan suami, selalu menyelesaikan apapun itu, entah dari pekerjaan sehari-hari atau pekerjaan rumah tangga," paparnya.

Maryati mencontohkan salah satu kerja sama yang biasa dilakukan bersama suami, yakni sesederhana berbagi tugas untuk menyiapkan keperluan anak ketika akan pergi ke sekolah.

“Di pagi hari kami berbagi tugas. Saya menyiapkan sarapan pagi, bapaknya yang mengantarkan anak ke sekolah. Sesederhana itu,” ujar dia.

Dalam menghadapi masalah, Maryati pun mengedepankan komunikasi sebagai media untuk menemukan solusi.

"Komunikasi saya itu selalu setiap malam sebelum tidur. Kami saling menyampaikan emosi selama sehari itu, sebelum akhirnya tidur untuk beristirahat," katanya.

Cerita yang disampaikan oleh Maryati pun disambut baik oleh Kepala BKKBN. Menurutnya, yang dilakukan oleh Maryati adalah salah satu solusi yang patut dijadikan contoh untuk para keluarga ketika sedang berhadapan dengan masalah.

"Harapan saya TPK memang menjadi teladan, maka tadi ada yang saya ajak dialog bagaimana cara dia meneladani cara berkehidupan keluarga. Saya berharap betul TPK menjadi praktik baik untuk keluarga, sehingga para tetangga bisa mencontoh," ujar Hasto.

Ketika berkomunikasi dalam keluarga, Hasto juga menyebutkan ada beberapa hal yang patut diperhatikan, seperti menahan ego untuk merasa paling benar, paling berkuasa, termasuk perasaan selalu salah yang terlalu berlebihan.

"Berkomunikasi antara suami istri haruslah dari hati ke hati," ucapnya.