BIG dorong kolaborasi jawab tantangan peta dasar laut Indonesia
Tim ahli Badan Informasi Geospasial (BIG) dan delegasi Konsorsium Gayaberat Indonesia (KGI) di Cagar Alam Kawah Kamojang, Garut, Jawa Barat, Rabu (26/6/2024). BIG memfasilitasi KGI yang terdiri atas lembaga pemerintah, kementerian/nonkementerian, BUMN, dan Perguruan Tinggi mengadakan pertemuan untuk membahas berbagai hal terkait standar pengumpulan atau akuisisi, pengolahan, pengelolaan, dan penyerbarluasan berbagi pakai data gayaberat yang digelar secara terpusat di lapangan panas bumi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Areal Kamojang, 25-26 Juni 2024. (ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo)
Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG Muhammad Arief Syafi’i di Garut, Jawa Barat, Rabu, mengatakan bahwa dengan besarnya ongkos untuk pemetaan seluruh wilayah laut dan pantai Indonesia yang sangat luas menjadi sebuah tantangan untuk merampungkan target pemetaan dari pemerintah.
BIG mencatat wilayah laut dan pantai Indonesia memiliki luas 6,4 juta kilometer persegi atau 77 persen dari 8,6 juta kilometer persegi total luas keseluruhan negara ini.
Pemetaan pada semua wilayah tersebut sudah diselesaikan oleh tim ahli BIG untuk ukuran peta menengah dengan skala 1:250.000. Setidaknya sampai dengan 2024 sudah merealisasikan ketersediaan data pengukuran bawah laut (batimetri) berskala besar Indonesia mencapai 4.925 kilometer.
Tetapi menurut Syafi'i untuk kebutuhan peta yang lebih detil dengan skala lebih besar (1:5.000) baru sekitar 3 persen yakni pada beberapa seksi yang sebagian besar wilayah laut pantai di Pulau Jawa.
Ia mengungkapkan jumlah realisasi tersebut masih belum mendekati target pemerintah. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025 - 2045 setidaknya 15 persen dari total luas wilayah laut dan pantai Indonesia dapat dipetakan.
Baca juga: KGI jajaki standarisasi data gayaberat acuan arah pembangunan bangsa
Baca juga: BIG: Berbagi data gaya berat untuk melindungi kekayaan bumi Indonesia
"Data peta dasar wilayah ini masih sangat kurang, sangat minim sekali padahal kita negara kepulauan ini harusnya fokus juga ke wilayah lautnya," kata dia.
Selain ongkos operasional pengukuran dan jangkauan wilayah yang sangat luas, menurut Arief, teknologi peralatan yang masih minim menjadi tantangan tersendiri dan hal ini berlaku bukan hanya bagi BIG tetapi juga lembaga lain secara umum.
Oleh sebab itu pihaknya terus mendorong adanya kolaborasi dari multi sektor, terutama bagi lembaga milik negara/swasta yang juga melakukan pengukuran, pendataan dan pemetaan.
Dalam hal ini, BIG menaruh harapan yang besar kepada Konsorsium Gayaberat Indonesia (KGI) yang terdiri atas lembaga pemerintah, kementerian/nonkementerian, BUMN, dan Perguruan Tinggi untuk mewadahi kolaborasi itu.
Ia optimistis BIG bersama KGI dapat semakin menguatkan upaya mempercepat program pemetaan dasar di laut Indonesia yang dalam waktu dekat akan difokuskan mulai dari wilayah pantai.
"Kenapa pantai karena sebenarnya sebagian besar sumber daya alam di laut itu juga ada di pantai. Bapenas sudah memberikan kesempatan untuk kami menyusun program percepatan itu. Mudah-mudahan mendapatkan pembiayaan menetapkan ini," ujarnya.
Baca juga: BIG pastikan pemetaan dasar laut Indonesia berlanjut
Baca juga: BRIN gelar ekspedisi pemetaan sesar di sepanjang Pulau Jawa
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024