Amin menjelaskan pemilahan sampah bisa dilakukan dengan cara memasang informasi material yang tidak bisa didaur ulang menjadi RDF seperti kayu, ranting, pakaian, hingga kabel.
Nantinya sampah itu akan dipisahkan di tempat pengolahan sampah berkonsep kurangi, pakai kembali dan daur ulang (reduce, reuse, recycle) atau TPS 3R.
Sampah organik (mudah terurai) dijadikan kompos, sementara sampah anorganik (sulit terurai) dibawa ke bank sampah ataupun RDF.
RDF akan menerima sampah anorganik seperti plastik, kertas, kain, karet, dan kulit. Nilai bahan bakar dari RDF setara dengan batu bara muda.
"Petugas gerobak sudah mulai memisah material yang tidak didaur ulang menjadi RDF, itu harus dilakukan secara terus menerus," ujarnya.
Pemerintah Provinsi DKI mengenalkan RDF sebagai pengolahan sampah efektif dan ramah lingkungan dengan kapasitas mencapai 2.500 ton per hari.
Untuk mencapai hasil akhir, RDF perlu menjalani proses penyaringan (screening), pemilahan (separating), pencacahan (shredding), dan pengeringan (drying).
RDF Rorotan dibangun di lahan seluas 7,78 hektare dengan biaya konstruksi sebesar Rp1,28 triliun lebih yang bersumber dari APBD Provinsi DKI Jakarta 2024.
RDF Plant Jakarta akan dilengkapi fasilitas pendukung yang akan dioperasikan pada 2025 seperti pengelolaan air limbah, pengendalian emisi, dan zona penyangga.
Baca juga: DPRD DKI siap dukung tambahan anggaran penanganan sampah Jakarta
Baca juga: Legislator nilai RDF Rorotan mampu perpanjang umur TPA yang terbatas
Baca juga: Wijaya Karya raih kontrak baru Rp5,68 triliun di kuartal I-2024