BSKDN ajak masyarakat berkontribusi lewat pertanian mandiri
26 Juni 2024 12:00 WIB
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembangunan, Keuangan Daerah dan Desa Andi Muhammad Yusuf pada Seminar Analisis Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah terhadap Laporan Dewan Gubernur Bank Indonesia tentang Kondisi Perekonomian Terkini di Jakarta, Senin (24/6/2024). ANTARA/HO-Puspen Kemendagri/am.
Jakarta (ANTARA) - Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengajak masyarakat untuk turut berkontribusi mencegah lonjakan inflasi dengan menanam bahan pangan secara mandiri.
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembangunan, Keuangan Daerah dan Desa BSKDN Andi Muhammad Yusuf mengatakan pertanian dengan konsep mandiri tersebut merupakan kunci utama dalam menjaga ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor, yang kerap menjadi pemicu kenaikan harga hingga berujung inflasi.
Dia melihat pertanian mandiri menjadi langkah sederhana yang ke depannya dapat dikembangkan secara lebih luas. Dengan begitu, setidaknya suplai bahan pangan akan terpenuhi dan inflasi akan lebih melandai.
"Memberikan edukasi kepada masyarakat, menyikapi apa-apa yang harus kita persiapkan terutama yang disampaikan menanam cabai, menanam sayuran minimal untuk konsumsi rumah tangga itu harus kita lakukan. Nanti kita bisa survive dan bisa kita kembangkan," kata Andi.
Adapun permasalahan inflasi harus disikapi secara tegas mengingat dampaknya cukup luas dan mencakup banyak hal.
Maka dari itu, upaya untuk menekan angka inflasi juga tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan butuh kolaborasi dengan berbagai pihak. Kolaborasi ini bertujuan agar penyelesaian inflasi dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan menyeluruh.
"Persoalan inflasi ini memang tidak bisa kita abaikan karena siklusnya sangat luar biasa, minggu ini mungkin kita bisa ada pada posisi yang aman, tapi minggu depannya belum tentu. Untuk itu, masalah inflasi harus kita gencar kontrol di lapangan," jelasnya.
Sejalan dengan itu, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Tri Yanuarti mengungkapkan selain pertanian mandiri, penyelesaian inflasi juga dapat dilakukan dengan jalan hilirisasi.
Selama ini, hilirisasi lebih banyak terkait mineral dan nikel. Kendati berdampak positif terhadap neraca ekspor, hilirisasi tersebut masih bersifat high tech.
Tri berharap ke depan hilirisasi juga dapat menyasar pada sektor-sektor inklusif yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti sektor pertanian atau sektor lainnya yang berkaitan dengan pangan.
"Beberapa produk yang kita dorong hilirisasinya jangka pendek ada tiga yakni beras, cabai, bawang supaya ke depan suplainya juga cukup bagus sehingga inflasinya cukup terkendali," ungkap Tri.
Sementara itu, Kepala Kajian Keuangan Publik dan Perencanaan Pembangunan LPEM FEB UI Khoirunurrofik menjelaskan inflasi memerlukan penanganan yang berbeda tergantung pada penyebabnya.
Untuk itu, pemerintah daerah perlu memahami determinan atau faktor penentu inflasi baik dari sisi supply maupun demand.
"Dengan memahami determinan faktor ini saya kira (penanganan inflasi) bisa lebih spesifik sehingga kita lebih mudah bagaimana channeling dari strategi-strategi yang disampaikan tadi, dan lebih bisa mengklaster mana saja yang termasuk (faktor) supply dan demand," ujar Khoirunurrofik.
Di lain pihak, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Maxensius Tri Sambodo menilai daerah perlu melakukan transformasi ekonomi dengan mengembangkan sumber daya alam pertanian yang regeneratif atau berkelanjutan.
Dia menyebut sama dengan sumber daya tidak terbarukan yang perlu dikelola dengan baik, pertanian juga perlu dikembangkan secara optimal dengan pengetahuan dan teknologi terbaik.
"Menghilirisasi atau upaya meningkatkan nilai tambah dan nilai tambah ini tentu tidak semata-mata pada sumber daya tidak terbarukan seperti mineral, tambang," pungkas Maxensius.
Baca juga: BSKDN kunjungi Korsel perkuat penerapan "Smart Governance"
Baca juga: BSKDN siapkan kebijakan pembangunan guna respons kondisi ekonomi
Baca juga: BSKDN Kemendagri tekankan urgensi kebijakan publik berbasis riset
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembangunan, Keuangan Daerah dan Desa BSKDN Andi Muhammad Yusuf mengatakan pertanian dengan konsep mandiri tersebut merupakan kunci utama dalam menjaga ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor, yang kerap menjadi pemicu kenaikan harga hingga berujung inflasi.
Dia melihat pertanian mandiri menjadi langkah sederhana yang ke depannya dapat dikembangkan secara lebih luas. Dengan begitu, setidaknya suplai bahan pangan akan terpenuhi dan inflasi akan lebih melandai.
"Memberikan edukasi kepada masyarakat, menyikapi apa-apa yang harus kita persiapkan terutama yang disampaikan menanam cabai, menanam sayuran minimal untuk konsumsi rumah tangga itu harus kita lakukan. Nanti kita bisa survive dan bisa kita kembangkan," kata Andi.
Adapun permasalahan inflasi harus disikapi secara tegas mengingat dampaknya cukup luas dan mencakup banyak hal.
Maka dari itu, upaya untuk menekan angka inflasi juga tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan butuh kolaborasi dengan berbagai pihak. Kolaborasi ini bertujuan agar penyelesaian inflasi dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan menyeluruh.
"Persoalan inflasi ini memang tidak bisa kita abaikan karena siklusnya sangat luar biasa, minggu ini mungkin kita bisa ada pada posisi yang aman, tapi minggu depannya belum tentu. Untuk itu, masalah inflasi harus kita gencar kontrol di lapangan," jelasnya.
Sejalan dengan itu, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Tri Yanuarti mengungkapkan selain pertanian mandiri, penyelesaian inflasi juga dapat dilakukan dengan jalan hilirisasi.
Selama ini, hilirisasi lebih banyak terkait mineral dan nikel. Kendati berdampak positif terhadap neraca ekspor, hilirisasi tersebut masih bersifat high tech.
Tri berharap ke depan hilirisasi juga dapat menyasar pada sektor-sektor inklusif yang banyak menyerap tenaga kerja, seperti sektor pertanian atau sektor lainnya yang berkaitan dengan pangan.
"Beberapa produk yang kita dorong hilirisasinya jangka pendek ada tiga yakni beras, cabai, bawang supaya ke depan suplainya juga cukup bagus sehingga inflasinya cukup terkendali," ungkap Tri.
Sementara itu, Kepala Kajian Keuangan Publik dan Perencanaan Pembangunan LPEM FEB UI Khoirunurrofik menjelaskan inflasi memerlukan penanganan yang berbeda tergantung pada penyebabnya.
Untuk itu, pemerintah daerah perlu memahami determinan atau faktor penentu inflasi baik dari sisi supply maupun demand.
"Dengan memahami determinan faktor ini saya kira (penanganan inflasi) bisa lebih spesifik sehingga kita lebih mudah bagaimana channeling dari strategi-strategi yang disampaikan tadi, dan lebih bisa mengklaster mana saja yang termasuk (faktor) supply dan demand," ujar Khoirunurrofik.
Di lain pihak, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Maxensius Tri Sambodo menilai daerah perlu melakukan transformasi ekonomi dengan mengembangkan sumber daya alam pertanian yang regeneratif atau berkelanjutan.
Dia menyebut sama dengan sumber daya tidak terbarukan yang perlu dikelola dengan baik, pertanian juga perlu dikembangkan secara optimal dengan pengetahuan dan teknologi terbaik.
"Menghilirisasi atau upaya meningkatkan nilai tambah dan nilai tambah ini tentu tidak semata-mata pada sumber daya tidak terbarukan seperti mineral, tambang," pungkas Maxensius.
Baca juga: BSKDN kunjungi Korsel perkuat penerapan "Smart Governance"
Baca juga: BSKDN siapkan kebijakan pembangunan guna respons kondisi ekonomi
Baca juga: BSKDN Kemendagri tekankan urgensi kebijakan publik berbasis riset
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024
Tags: