Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar membantah membicarakan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dengan bupati terpilih Hambit Bintih.

"Sebenarnya saya ada rapat organisasi panjat tebing Kalimantan Tengah, lalu Hambit meminta bertemu," kata Akil dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Akil adalah Ketua Umum Pengurus Besar Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI).

Ia menjadi saksi sekaligus untuk perkara Chairun Nisa yang didakwa menjadi perantara penerimaan uang untuk Akil dan terdakwa bupati terpilih Gunung Mas Hambit Bintih serta keponakannya, Cornelis Nalau, yang juga bendahara tim sukses Hambit.

Akil mengaku bahwa pertemuannya dengan Hambit Bintih diinisiasi oleh ketua harian panjat tebing Kalimantan Tengah, Dody.

"Tapi pertemuannya memang tidak secara khusus, karena saat ada rapat, Pak Hambit ikut, lalu dikenalkan kepada saya. Saya tidak enak kalau ketemu pada saat rapat karena bisa disalahkan, Pak hambit kemudian mengatakan selanjutnya akan diurus Bu Chairun Nisa," jelas Akil.

Akil pun mengatakan tidak menjanjikan apapun kepada Hambit.

"Saya sampaikan lihat nanti urusannya, setelah itu dia langsung pergi," tutur Akil.

Namun Hambit membantah keterangan Akil tersebut.

"Saya ke rumah Pak Akil dibawa Pak Dody, dan tidak ada kegiatan rapat di sana," kata Hambit.

Ia juga mengaku diperkenalkan kepada Akil sebagai Bupati Gunung Mas yang ingin meminta bantuan terkait gugatan perkara di MK.

"Saya diperkenalkan sebagai bupati Gunung Mas, Pak Dody lalu keluar. Tidak lama kemudian Akil menyatakan bahwa perkaranya sudah ada di mejanya," kata Hambit.

Kemudian Akil menyinggung kasus Gunung Mas yang dinilainya cukup berat. Padahal, menurut Hambit, awalnya ia tidak percaya bahwa Akil sebagai ketua MK mau bermain-main dengan kasus.

Dalam perkara ini, Chairun Nisa didakwa dengan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menerima hadiah atau janji dengan ancaman penjara 4-20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Sedangkan Hambit Bintih dan Cornelis Nalau didakwa memberikan uang Rp3,075 miliar kepada Akil Mochtar dan anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan didakwa pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang memberikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara dengan ancaman penjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta.