Ekonom: Perlu aturan pengimbang relaksasi impor guna lindungi industri
25 Juni 2024 12:15 WIB
Arsip foto - Proses bongkar muat peti kemas berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (16/11/2023). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/Spt.
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fahmi Wibawa menyampaikan perlu adanya aturan pengimbang relaksasi impor yang diterapkan guna lindungi industri pengolahan (manufaktur) dalam negeri.
"Jika pemerintah tidak bersikap imbang dengan mendukung industri manufaktur, dikhawatirkan badai manufaktur akan terjadi dalam waktu singkat di Indonesia. Perlu diketahui, tidak ada negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dari tingginya impor di negara tersebut,” kata dia di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, relaksasi impor yang diterapkan melalui Permendag 8/2024 dikhawatirkan bisa membuat industri dalam negeri semakin terpuruk karena terbanjiri oleh produk jadi impor. Selain itu dampak lain dari relaksasi perdagangan ini turut meningkatkan nilai impor, sehingga memberikan dampak buruk terhadap nilai tukar Rupiah yang terus menurun.
Fahmi menilai produk impor tetap dibutuhkan oleh Indonesia, dengan catatan barang yang dibeli merupakan bahan baku atau produk yang memiliki permintaan tinggi namun belum mampu diproduksi oleh industri domestik.
"Artinya dukungan terhadap perdagangan internasional tidak harus dengan membuka pintu tanpa menyaring dengan bijak," katanya.
Ia menyampaikan aturan yang menggantikan larangan dan pembatasan (lartas) tersebut dinilai sebagai karpet merah untuk masuknya produk impor barang jadi ke pasar domestik, itu karena enam peraturan yang tertera di antaranya secara eksplisit menyiratkan relaksasi impor.
Lebih lanjut, dirinya merekomendasikan aturan relaksasi perdagangan internasional ini kembali dibahas dengan melibatkan asosiasi industri, serta kamar dagang di Indonesia.
"Sebaiknya kembali direvisi dengan mengikutsertakan asosiasi-asosiasi industri dan kamar dagang, supaya duduk bersama guna mengetahui secara detail aspirasi dari kedua belah pihak. Karena jika kebijakan impor ini terelaksasi sangat luas, efek domino yang terjadi bukan main bahayanya,” katanya.
Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan perlu perlakuan khusus bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar bisa berdaya saing dengan barang-barang impor.
"Jadi memang treatment impor ini tidak bisa disamaratakan, jadi kalau memang industri seperti TPT ini harus punya satu kebijakan khusus," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani di Jakarta, Kamis (20/6).
Dirinya mengatakan, baik produsen maupun mekanisme daripada importasi mesti dipersiapkan dengan baik. Hal ini supaya pelaku industri TPT dalam negeri mampu bersaing dengan produk barang jadi impor. Selain itu menurut dia, pemerintah juga mesti memastikan bahwa produk yang masuk bukan merupakan barang TPT ilegal.
Menurut dia, relaksasi impor yang diterapkan melalui Permendag 8/2024 dikhawatirkan bisa membuat industri dalam negeri semakin terpuruk karena terbanjiri oleh produk jadi impor. Selain itu dampak lain dari relaksasi perdagangan ini turut meningkatkan nilai impor, sehingga memberikan dampak buruk terhadap nilai tukar Rupiah yang terus menurun.
Fahmi menilai produk impor tetap dibutuhkan oleh Indonesia, dengan catatan barang yang dibeli merupakan bahan baku atau produk yang memiliki permintaan tinggi namun belum mampu diproduksi oleh industri domestik.
"Artinya dukungan terhadap perdagangan internasional tidak harus dengan membuka pintu tanpa menyaring dengan bijak," katanya.
Ia menyampaikan aturan yang menggantikan larangan dan pembatasan (lartas) tersebut dinilai sebagai karpet merah untuk masuknya produk impor barang jadi ke pasar domestik, itu karena enam peraturan yang tertera di antaranya secara eksplisit menyiratkan relaksasi impor.
Lebih lanjut, dirinya merekomendasikan aturan relaksasi perdagangan internasional ini kembali dibahas dengan melibatkan asosiasi industri, serta kamar dagang di Indonesia.
"Sebaiknya kembali direvisi dengan mengikutsertakan asosiasi-asosiasi industri dan kamar dagang, supaya duduk bersama guna mengetahui secara detail aspirasi dari kedua belah pihak. Karena jika kebijakan impor ini terelaksasi sangat luas, efek domino yang terjadi bukan main bahayanya,” katanya.
Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan perlu perlakuan khusus bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar bisa berdaya saing dengan barang-barang impor.
"Jadi memang treatment impor ini tidak bisa disamaratakan, jadi kalau memang industri seperti TPT ini harus punya satu kebijakan khusus," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani di Jakarta, Kamis (20/6).
Dirinya mengatakan, baik produsen maupun mekanisme daripada importasi mesti dipersiapkan dengan baik. Hal ini supaya pelaku industri TPT dalam negeri mampu bersaing dengan produk barang jadi impor. Selain itu menurut dia, pemerintah juga mesti memastikan bahwa produk yang masuk bukan merupakan barang TPT ilegal.
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: