Kairo (ANTARA News) - Penuntut umum di Kairo, Rabu waktu setempat, mendakwa 20 wartawan Al- Jazeera karena menggambarkan Mesir sebagai negara yang dilanda perang saudara, sehari setelah suatu jaringan terinspirasi Al-Qaeda mengaku bertanggungjawab atas pembunuhan terhadap seorang jenderal polisi.

Ansar Beit al-Magdis kelompok yang diilhami Al-Qaeda, berasal dari semenanjung Sinai mengaku menembak mati Jenderal Mohamed Saeed di luar rumahnya di Kairo pada Selasa dan mengancam akan melakukan lebih banyak lagi serangan.

Pembunuhan dilakukan sehari setelah panglima tertinggi Mesir, Abdel Fattah al-Sisi kembali mencalonkan diri sebagai presiden dan diperkirakan bakal menang dengan mulus di pemilu tersebut.

Sisi (59) mengatakan akan mengikuti pencalonan pemilihan yang akan dilakukan pada pertengahan April, bila "permintaannya populer".

"Pembalasan telah tiba" kata Ansar Beit al-Maqdis, ditujukan pada Sisi dan Menteri Dalam Negeri Mohames Ibrahim.

Dua puluh wartawan Al-Jazeera termasuk peraih penghargaan jurnalistik Australia Peter Greste, dua warga Inggris, dan seorang warga Belanda disebut akan disidang pada Rabu.

Pihak berwenang merasa gerah oleh liputan jaringan media yang bermarkas di Qatar itu mengenai perlawanan mereka terhadap kelompok Islam dan menuduh Al Jazeera mempunyai hubungan dengan Ikhwanul Muslim.

Wartawan asing itu dituduh menayangkan "berita palsu untuk menginformasi dunia luar bahwa negara itu sedang menyaksikan suatu perang saudara," juga beberapa tuduhan lain.

Sisanya sebanyak 16 orang, seluruhnya warga Mesir dituduh menjadi anggota kelompok teroris.

Seperti dikutip dari AFP, pihak Al-Jazeera mengatakan "ini tuduhan yang konyol dan tidak berdasarkan kenyataan."

Juru Bicara Departemenn Luar Negeri AS Jen Psaki juga mengecam peradilan tersebut.

(M007)