Surabaya (ANTARA) - Pejabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Bobby Soemiarsono memastikan kehadiran pemerintah provinsi dalam menangani kekerasan perempuan seperti kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Tindakan kekerasan terhadap perempuan maupun bentuk kejahatan dan diskriminasi lainnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga perlu dilindungi,” katanya dalam Rakornas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2024 di Surabaya, Jawa Timur, Senin.

Bobby menuturkan pelanggaran terhadap hak-hak perempuan masih sering terjadi misalnya kekerasan perempuan, kejahatan seksual maupun isu kekerasan dalam rumah tangga yang banyak merugikan perempuan hingga anak.

Korban kekerasan perempuan di Provinsi Jatim pada 2022 terdapat 968 kasus dan naik menjadi 972 kasus termasuk dengan kasus kekerasan terhadap anak pada 2022 yang sebanyak 1.362 kasus naik menjadi 1.531 kasus.

Baca juga: Unand dorong "bundo kanduang" cegah kekerasan perempuan dan anak
Baca juga: Kementerian PPPA kawal penanganan kasus kekerasan seksual di kampus


Menurut dia, kenaikan kasus tersebut mencerminkan bahwa pemerintah hadir, melindungi, dan melayani sehingga masyarakat berani dan segera melapor ketika melihat, mendengarkan, atau mengalami kekerasan.

Sementara itu untuk mengatasi kasus kekerasan perempuan dan anak, pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mewajibkan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Dan Anak (UPT PPA).

Dalam hal ini Pemprov Jatim melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) sudah membentuk UPT PPA yang bertugas memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

Pemprov Jatim juga sudah memiliki inovasi berupa Lapor Pak 129 yakni layanan pelaporan perempuan dan anak korban kekerasan berupa akses telepon bebas pulsa lokal atau telepon rumah.

Para perempuan dan anak yang membutuhkan perlindungan atau berada dalam situasi emergensi atau kegawatdaruratan maupun membutuhkan layanan konseling bisa mengakses layanan tersebut.

“Pelayanannya diberikan dengan prosedur sederhana, terintegrasi, tangkas, dan tuntas yaitu responsif, implementasi, dan kolaboratif,” ujar Bobby.