Jakarta (ANTARA) - Indonesia meningkatkan kewaspadaan, dengan cara surveilans, terhadap risiko penularan flu burung (Avian Influenza) pada manusia, menyusul laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa terdapat kasus infeksi flu burung pada manusia dalam beberapa hari terakhir.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan Achmad Farchanny Tri Adryanto menyatakan bahwa pihaknya senantiasa memantau strain Avian Influenza yang berisiko menular pada manusia.

Farchanny, mengutip laporan WHO terbaru yang terbit 11 Juni 2024, menyebutkan bahwa kasus infeksi virus Avian Influenza Tipe A (H9N2) pada manusia terdeteksi pada seorang anak yang tinggal di negara bagian Benggala Barat, India.

Adapun anak tersebut, katanya, memiliki riwayat kontak dengan unggas, dan telah pulih serta diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

"Sesuai dengan komitmen global, di sektor kesehatan manusia, strain yang dilakukan pemantauan adalah HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza), yaitu H5 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) tier 4 maupun LPAI (Low Pathogenic Avian Influenza) yaitu H7, H9, dan yang lainnya di Labkesmas Rujukan Nasional," ujarnya.

Dia menjelaskan HPAI merupakan virus Avian Influenza yang sangat patogenik dan menyebabkan penyakit serius serta mortalitas tinggi pada unggas yang terinfeksi. Sementara itu, LPAI termasuk virus Avian Influenza patogen rendah yang tidak menyebabkan tanda-tanda penyakit atau penyakit ringan pada ayam atau unggas.

Menurut informasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, katanya, HPAI dan LPAI Tipe A dapat menyebabkan infeksi penyakit ringan hingga parah pada manusia yang terkena.

Di Indonesia, kata Farchanny, pemantauan strain HPAI strain H5 dilakukan dengan meningkatkan surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Illnesses (SARI) dari adanya faktor risiko kontak langsung dengan unggas sakit atau mati mendadak dan lingkungan yang terkontaminasi.

Baca juga: WHO umumkan orang pertama wafat di dunia karena jenis flu burung baru
Baca juga: WHO sebut risiko kesehatan masyarakat akibat flu burung 'kecil'


“Kami mengimbau para peternak ayam, itik, sapi atau hewan lainnya untuk menerapkan pengelolaan ternak dan kandang ternak dengan menerapkan higiene dan sanitasi yang benar selalu melakukan desinfeksi dan cuci tangan,” katanya.

Dia juga mengingatkan untuk tidak menjual hewan sakit, dan segera melaporkan bila ada kematian ternak mendadak dan dalam jumlah besar.

Selain itu, katanya, Indonesia memperkuat pengawasan tersebut di pintu masuk negara, terutama terhadap pelaku perjalanan dari negara-negara yang melaporkan adanya kasus infeksi flu burung.

Dia juga mengingatkan masyarakat untuk selalu menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai upaya antisipasi. Bagi mereka yang sering bersentuhan dengan unggas, dia menyarankan untuk selalu cuci tangan menggunakan sabun setelah berkontak dengan unggas.

"Tidak mengkonsumsi unggas dan mamalia yang sakit, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai pada saat kontak dengan unggas atau hewan mamalia sakit atau mati mendadak," katanya.

Dia menjelaskan bahwa penularan penyakit flu burung pada manusia dapat melalui kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau infeksi, serta melalui makanan dari wilayah terkontaminasi yang tidak diolah secara benar.

Pada umumnya, gejala klinis flu burung (H5N1) pada manusia mirip dengan flu biasa. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah pilek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna. Gejala sesak napas menandai kelainan saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan cepat.

“Segera ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila mengalami gejala sakit suspek flu burung dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko,” katanya.