Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi menyebutkan, penanganan stunting tidak hanya dengan pemberian makanan tambahan, tetapi perlu melihat faktor lain yang menyebabkan bayi di bawah lima tahun (balita) sulit berkembang.

“Yang menyebabkan stunting tidak hanya makanan, ada yang balita sakit, jadi sakitnya ini yang harus ditangani terlebih dahulu, atau misal kondisi rumahnya harus diperbaiki. Maka, stunting ini ada banyak pemangku kepentingan yang terlibat, kuncinya tidak melulu hanya intervensi gizi, perlu ditambah intervensi lainnya,” kata Maria di Kantor Kementerian Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan, Kemenkes selama ini memang fokus pada penanganan spesifik atau langsung kepada sasaran (ibu hamil dan balita) untuk penanganan stunting, yang berupa peningkatan gizi lewat pemberian makanan tambahan.

“Kalau menemukan masalah gizi pada balita, mulai dari berat badan tidak naik, itu sudah diberikan makanan tambahan lokal selama dua minggu. Kalau berbeda lagi masalah gizinya, diberikan makanan selama empat minggu, ada yang sampai delapan minggu, dan kalau ibu hamil bermasalah gizi, diberikan makanan selama 120 hari,” paparnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengatakan bahwa masyarakat perlu lebih kreatif dalam mengolah pangan lokal untuk menangani stunting.

"Jika dilihat dari sisi anggaran dan sumber daya pangan lokal yang melimpah seperti ikan sungai yang kaya akan omega tiga dan protein, tentunya tidak sulit untuk mencari sumber pangan yang penting untuk penanganan stunting, tetapi sumber daya manusia juga harus dilatih bagaimana mengolah ikan dan pemberian makanan tambahan yang sehat dan menarik," ujar Hasto.

Ia juga menyampaikan pentingnya intervensi 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang menjadi kunci untuk menyiapkan generasi berkualitas, juga pemberian ASI eksklusif yang sangat penting untuk kunci sukses penurunan stunting.

"ASI mengandung oksitosin dan prolaktin yang penting untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan otak. Sehingga seorang ibu harus mampu menyusui minimal dua tahun sesering mungkin," kata Hasto.

Baca juga: Menko PMK minta posyandu kolaborasi kejar target pengukuran serentak
Baca juga: Kemenkes-BKKBN perkuat kemitraan tingkatkan ketahanan keluarga
Baca juga: Pemerintah revisi target prevalensi stunting jika 2024 tak tercapai