Pemanfaatan lahan gambut tak rusak lingkungan
27 Januari 2014 01:45 WIB
ilustrasi Perlindungan Lahan Gambut Sebuah kawasan penebangan hutan di lahan gambut di Kerumutan, Riau, Selasa (28/2). (FOTO ANTARA/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) - Seorang pakar menyatakan pemanfaatan lahan gambut dapat menjawab berbagai persoalan global, seperti ketahanan pangan, energi, serta perubahan iklim bila dilakukan dengan penerapan ilmu dan teknologi yang tepat.
"Jadi salah besar anggapan orang yang mengatakan lahan gambut kalau dimanfaatkan untuk budidaya tanaman itu akan merusak lingkungan. Itu pemahaman yang keliru," kata pakar lahan gambut dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Sunarwidi di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, semua jenis tanah bisa dimanfaatkan untuk budidaya tanaman dan tidak akan mengganggu ekologi apabila menggunakan teknologi yang tepat.
Jadi, tambahnya, lahan gambut tidak merusak lingkungan apabila digunakan untuk budidaya tanaman.
Dia membenarkan bahwa lahan gambut akan melepaskan emisi gas CO2 ke udara, namun hal itu tidak akan merusak lingkungan karena sifat gas tersebut akan kembali diserap oleh tanaman yang ada di sekitarnya.
"Tanaman itu agar bisa tumbuh kan memerlukan CO2. Sementara itu tanaman kita itu masih kekurangan CO2," kata Sunarwidi.
Jadi, menurut dia, tidak masalah lahan gambut dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sawit atau karet karena dari sisi ekologi justru akan berdampak positif terhadap lingkungan maupun ekonomi.
Indonesia merupakan negara keempat dengan luas lahan rawa gambut terluas di dunia, yaitu sekitar 20 juta hektare setelah Kanada (170 juta ha), Uni Soviet (150 juta ha), dan Amerika Serikat (40 juta ha).
Penyebaran lahan gambut ini umumnya terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Namun potensi ekonomi yang ada di lahan gambut tersebut saat ini tidak bisa dimanfaatkan, karena pemerintah menerapkan moratorium pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya tanaman.
Pemerintah melanjutkan kebijakan penundaan pemberian izin (moratorium) baru hutan alam dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung dan produksi untuk jangka waktu dua tahun ke depan. (*)
"Jadi salah besar anggapan orang yang mengatakan lahan gambut kalau dimanfaatkan untuk budidaya tanaman itu akan merusak lingkungan. Itu pemahaman yang keliru," kata pakar lahan gambut dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Sunarwidi di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, semua jenis tanah bisa dimanfaatkan untuk budidaya tanaman dan tidak akan mengganggu ekologi apabila menggunakan teknologi yang tepat.
Jadi, tambahnya, lahan gambut tidak merusak lingkungan apabila digunakan untuk budidaya tanaman.
Dia membenarkan bahwa lahan gambut akan melepaskan emisi gas CO2 ke udara, namun hal itu tidak akan merusak lingkungan karena sifat gas tersebut akan kembali diserap oleh tanaman yang ada di sekitarnya.
"Tanaman itu agar bisa tumbuh kan memerlukan CO2. Sementara itu tanaman kita itu masih kekurangan CO2," kata Sunarwidi.
Jadi, menurut dia, tidak masalah lahan gambut dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sawit atau karet karena dari sisi ekologi justru akan berdampak positif terhadap lingkungan maupun ekonomi.
Indonesia merupakan negara keempat dengan luas lahan rawa gambut terluas di dunia, yaitu sekitar 20 juta hektare setelah Kanada (170 juta ha), Uni Soviet (150 juta ha), dan Amerika Serikat (40 juta ha).
Penyebaran lahan gambut ini umumnya terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Namun potensi ekonomi yang ada di lahan gambut tersebut saat ini tidak bisa dimanfaatkan, karena pemerintah menerapkan moratorium pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya tanaman.
Pemerintah melanjutkan kebijakan penundaan pemberian izin (moratorium) baru hutan alam dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung dan produksi untuk jangka waktu dua tahun ke depan. (*)
Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: