Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut pelaku judi online bisa dikenai sanksi sesuai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), di mana pasal 303 bis KUHP turut mengancam para pemain judi dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda pidana paling banyak 10 juta rupiah.

“Penjudi itu bagian dari pelaku, dan menurut KUHP pasal 303 itu menyatakan bahwa judi itu tidak pidana, begitu juga Undang-undang (UU) ITE Nomor 11 Tahun 2008 di pasal 27, judi online itu pidana, dan termasuk pidana berat, bukan pidana ringan, karena hukumannya judi online itu enam tahun penjara, denda Rp1 miliar,” ujar Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Menko Hadi pimpin rapat Satgas Judi Online

Adapun UU ITE nomor 11 tahun 2008 Bab VII tentang Perbuatan yang Dilarang, pada Pasal 27 ayat 2 berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”

Menko PMK juga menegaskan, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan surat keputusan pembentukan Satgas Pemberantasan Perjudian Online yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto, di mana dirinya berkapasitas sebagai Wakil Ketua.

Pembentukan Satgas tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring yang terbit di Jakarta 14 Juni 2024.

“Yang penting itu sebetulnya pencegahan dan penindakan. Kalau soal korban, itu saya rasa nanti kita lihat, apakah memang ada yang serius atau tidak menjadi korban itu,” ucap Muhadjir.

Terkait bantuan sosial (bansos) bagi korban penjudi online, Menko Muhadjir menegaskan bahwa bantuan tersebut akan diberikan kepada keluarga atau orang-orang di sekitar yang mengalami kerugian akibat perilaku penjudi online.

Baca juga: Menko Muhadjir: Bansos bisa diberikan untuk keluarga penjudi online

“Yang saya maksud korban itu adalah keluarga atau anggota yang menderita mengalami kerugian, dan kerugian itu bisa material, bisa finansial atau psikososial. Kalau saya boleh beri komentar, kasus ini kan mencuat setelah ada pembakaran yang dilakukan oleh seorang istri (polisi wanita) kepada suaminya, itu kan si istri itu menurut saya termasuk yang korban, korban psikis,” katanya.

Ia menjelaskan, dalam ketentuan yang sudah ditetapkan di Kementerian Sosial (Kemensos), orang yang tidak mampu atau orang miskin dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Kemensos bisa dimasukkan sebagai penerima bantuan sosial melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) melalui proses verifikasi.

“Kita masih belum mengadakan pertemuan, apakah itu (pemberian bansos bagi keluarga korban judi online) akan menjadi agenda penting atau tidak, tetapi secara otomatis sebetulnya, kalau ada korban jatuh miskin, ya nanti Kementerian Sosial kan yang akan memasukkan, baik itu secara khusus untuk para korban, atau lewat regulasi yang sudah ada bisa menampung, kalau di daftar nanti juga masih diverifikasi, masih berproses itu,” paparnya.

Baca juga: Pengamat: Pemberantasan judi daring perlu langkah konkret