Perubahan lanskap global tingkatkan resiko banjir
24 Januari 2014 17:31 WIB
Ilustrasi - Permukiman dan kawasan industri berdampingan dilihat dari udara dengan pesawat Nomad milik Skuadron Udara 800 Wing Udara-1 Puspenerbal di atas kawasan Surabaya Utara, Jatim, Jumat (24/2). Menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, sebagai kota Metropolitan memiliki luas wilayah mencapai 32.636.768 hektar, dengan jumlah penduduk pada 2011 sebanyak 3.024.321 jiwa, atau mengalami peningkatan jumlah penduduk sebanyak 94.793 jiwa dari 2.929.528 jiwa pada tahun 2010. (FOTO ANTARA/M Risyal Hidayat)
Jakarta (ANTARA News) - Studi terbaru menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang jelas antara perubahan lanskap global dan sering terjadinya curah hujan yang tinggi meningkatkan resiko banjir.
Studi terbaru itu diterbitkan dalam Hydrological Science Journal yang meneliti alasan utama dari peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan banjir, apakah akibat dari peningkatan dan perluasan populasi secara global ataukah perubahan iklim yang menjadi faktor penting.
Saat ini, sekitar 800 juta penduduk tinggal di wilayah yang rentan terjadi banjir. Jumlah ini diprediksi akan meningkat menjadi lebih dari 140 juta penduduk pada abad 21, sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.
Pada saat yang bersamaan, berkurangnya daerah tutupan hutan, berkurangnya daerah aliran sungai dan berpindahnya dataran banjir akan meningkatkan resiko banjir di banyak wilayah.
Penelitian dilakukan dengan mengkombinasikan hasil laporan IPCC Special Report on Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to Advance Climate Change Adaptation (SREX Report) dengan kajian terbaru untuk memberikan pandangan utuh terhadap biaya yang ditimbulkan oleh banjir (bagi manusia dan material), penyebab meningkatnya resiko banjir dan prediksi pola banjir global.
SREX Report menunjukkan keterkaitan antara pengaruh manusia terhadap lanskap global dan sering munculnya curah hujan yang tinggi yang dapat menyebabkan resiko banjir lebih besar. Kemudian memprediksi peningkatan hujan yang menimbulkan banjir di abad ini.
Pada saat bersamaan, SREX Report menyimpulkan bahwa terjadi kekurangan penelitian yang mengidentifikasi pengaruh perubahan iklim akibat campur tangan manusia (anthropogenic climate change) terhadap banjirnya sungai secara global.
Sementara itu, para peneliti mengakui bahwa faktor-faktor iklim seperti uap air atmosfer, evapotranspiration, mencairnya es, peningkatan suhu, air tanah dan kelembaban tanah, semuanya itu berkontribusi atas terjadinya banjir.
Studi lebih lanjut dan jangka panjang terhadap pola banjir regional sangat diperlukan untuk memahami secara utuh, bagaimana perubahan iklim dapat mengubah faktor-faktor iklim dan pengaruhnya terhadap resiko banjir di masa mendatang.
Selanjutnya, ketika perubahan iklim dan emisi gas rumah kaca memiliki keterkaitan yang kuat terhadap banjir, hubungannya sangat kompleks, dan sampai saat ini tidak ada analisa empiris atau pemodelan data yang dapat menggambarkan hubungan tersebut.
Pesan penting dari penelitian itu bahwa "Komunitas peneliti perlu untuk menekankan masalah kerugian banjir adalah sepenuhnya mengenai apa yang telah kita lakukan terhadap atau kepada lanskap dan hal itu akan menjadi kasus untuk beberapa dekade mendatang."
Para peneliti tersebut mendorong para pemerintah, para peneliti, para insinyur, dan penduduk untuk menggunakan stretegi pencegahan praktis untuk membatasi banjir regional sesegera mungkin ketimbang terlambat, karena kesimpulan atas bukti penelitian yang mengkaitkan emisi gas rumah kaca dan banjir akan membutuhkan waktu yang lama.
Sumber: http://www.sciencedaily.com/releases/2014/01/140121092913.htm
Studi terbaru itu diterbitkan dalam Hydrological Science Journal yang meneliti alasan utama dari peningkatan frekuensi dan tingkat keparahan banjir, apakah akibat dari peningkatan dan perluasan populasi secara global ataukah perubahan iklim yang menjadi faktor penting.
Saat ini, sekitar 800 juta penduduk tinggal di wilayah yang rentan terjadi banjir. Jumlah ini diprediksi akan meningkat menjadi lebih dari 140 juta penduduk pada abad 21, sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.
Pada saat yang bersamaan, berkurangnya daerah tutupan hutan, berkurangnya daerah aliran sungai dan berpindahnya dataran banjir akan meningkatkan resiko banjir di banyak wilayah.
Penelitian dilakukan dengan mengkombinasikan hasil laporan IPCC Special Report on Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to Advance Climate Change Adaptation (SREX Report) dengan kajian terbaru untuk memberikan pandangan utuh terhadap biaya yang ditimbulkan oleh banjir (bagi manusia dan material), penyebab meningkatnya resiko banjir dan prediksi pola banjir global.
SREX Report menunjukkan keterkaitan antara pengaruh manusia terhadap lanskap global dan sering munculnya curah hujan yang tinggi yang dapat menyebabkan resiko banjir lebih besar. Kemudian memprediksi peningkatan hujan yang menimbulkan banjir di abad ini.
Pada saat bersamaan, SREX Report menyimpulkan bahwa terjadi kekurangan penelitian yang mengidentifikasi pengaruh perubahan iklim akibat campur tangan manusia (anthropogenic climate change) terhadap banjirnya sungai secara global.
Sementara itu, para peneliti mengakui bahwa faktor-faktor iklim seperti uap air atmosfer, evapotranspiration, mencairnya es, peningkatan suhu, air tanah dan kelembaban tanah, semuanya itu berkontribusi atas terjadinya banjir.
Studi lebih lanjut dan jangka panjang terhadap pola banjir regional sangat diperlukan untuk memahami secara utuh, bagaimana perubahan iklim dapat mengubah faktor-faktor iklim dan pengaruhnya terhadap resiko banjir di masa mendatang.
Selanjutnya, ketika perubahan iklim dan emisi gas rumah kaca memiliki keterkaitan yang kuat terhadap banjir, hubungannya sangat kompleks, dan sampai saat ini tidak ada analisa empiris atau pemodelan data yang dapat menggambarkan hubungan tersebut.
Pesan penting dari penelitian itu bahwa "Komunitas peneliti perlu untuk menekankan masalah kerugian banjir adalah sepenuhnya mengenai apa yang telah kita lakukan terhadap atau kepada lanskap dan hal itu akan menjadi kasus untuk beberapa dekade mendatang."
Para peneliti tersebut mendorong para pemerintah, para peneliti, para insinyur, dan penduduk untuk menggunakan stretegi pencegahan praktis untuk membatasi banjir regional sesegera mungkin ketimbang terlambat, karena kesimpulan atas bukti penelitian yang mengkaitkan emisi gas rumah kaca dan banjir akan membutuhkan waktu yang lama.
Sumber: http://www.sciencedaily.com/releases/2014/01/140121092913.htm
Penerjemah:
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: