Gaza (ANTARA) - Rahaf Naser (19), seorang pelajar Palestina, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain setiap hari untuk memainkan gitar dan menyanyikan lagu-lagu di Kota Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah. Semua itu dilakukannya demi menghibur sesama warga kota tempat dia tinggal yang dihantui oleh serangan Israel yang tak kunjung usai.

"Saya dulu biasanya bermain piano dan gitar dan menyanyikan lagu-lagu tentang cinta, harapan, dan kebahagiaan. Kini, saya bernyanyi untuk negara saya yang sedang dilanda perang," kata Naser kepada Xinhua.

Segalanya telah berubah pascakonflik mematikan antara Israel dan Hamas, katanya. Banyak warga Palestina di daerah kantong tersebut mengalami kondisi yang mengerikan karena terpaksa meninggalkan rumah demi menghindari pengeboman Israel.

Akibatnya, katanya mengungkapkan, "Kami menderita tekanan psikologis."

Naser kemudian terpikir melakukan terapi musik untuk membantu orang-orang yang sudah lama menderita menghadapi kenyataan yang suram. Namun, hal itu tidak mudah karena dia meninggalkan semua alat musik di rumahnya di Gaza utara saat menyelamatkan diri bersama keluarganya.

Namun, Naser tidak frustrasi. Dia mendapatkan sebuah gitar dari ayah temannya sebagai hadiah.

"Begitu saya mulai bermain gitar, saya mendapatkan kebebasan dari tekanan psikologis dan rasa takut yang menyertai saya selama berbulan-bulan masa perang. Hal ini mendorong saya untuk terus bermain gitar setiap hari," kata Naser.

Mohammed Hamada (15), seorang anak laki-laki Palestina, adalah sukarelawan lainnya yang lebih memilih untuk menyembuhkan teman-temannya dengan lagu-lagu harapan. Hamada menyanyikan lagu-lagu untuk anak-anak yang tinggal di tempat penampungan di Gaza City untuk menenangkan mereka.

Dalam upaya yang sama untuk memberikan kesempatan rehat sejenak dari penderitaan kepada yang lainnya, khususnya anak-anak, Naser mulai bermain gitar di antara tenda-tenda untuk para pengungsi dan di lingkungan yang dihancurkan oleh serangan Israel.

"Saya dapat melihat perubahan ekspresi wajah orang-orang ketika mereka mendengar musik saya," katanya. "Sebagian besar orang tersenyum, sementara yang lain mengingat kembali kenangan yang mereka harapkan dapat segera mereka rasakan lagi."

Mohammed Hamada (15), seorang anak laki-laki Palestina, adalah sukarelawan lainnya yang lebih memilih untuk menyembuhkan teman-temannya dengan lagu-lagu harapan. Hamada menyanyikan lagu-lagu untuk anak-anak yang tinggal di tempat penampungan di Gaza City untuk menenangkan mereka.

Hamada dan Naser melangkah lebih jauh lagi. Mereka berdua memutuskan untuk memublikasikan video pendek bermain musik dan bernyanyi di media sosial untuk mendapatkan audiens sebanyak mungkin.

Hamada berharap konflik tersebut akan segera berakhir dan penduduk setempat mulai membangun kembali kehidupan dan rumah mereka yang hancur akibat perang.

"Kami tidak bisa mengubah kenyataan karena ini sangat rumit, tetapi kami berusaha menciptakan suasana sukacita dan kebahagiaan. Hanya ini yang bisa kami lakukan," ujarnya sambil tersenyum

Mohammed Hamada (15), seorang anak laki-laki Palestina, adalah sukarelawan lainnya yang lebih memilih untuk menyembuhkan teman-temannya dengan lagu-lagu harapan. Hamada menyanyikan lagu-lagu untuk anak-anak yang tinggal di tempat penampungan di Gaza City untuk menenangkan mereka.

Hamada dan Naser melangkah lebih jauh lagi. Mereka berdua memutuskan untuk memublikasikan video pendek bermain musik dan bernyanyi di media sosial untuk mendapatkan audiens sebanyak mungkin.Hamada dan Naser melangkah lebih jauh lagi. Mereka berdua memutuskan untuk memublikasikan video pendek bermain musik dan bernyanyi di media sosial untuk mendapatkan audiens sebanyak mungkin.

Hamada yakin video-video tersebut akan menunjukkan kepada dunia bagaimana warga Palestina di Gaza menantikan perdamaian dan kehidupan yang normal.

"Orang-orang di luar Gaza mungkin percaya bahwa penduduk Gaza sudah terbiasa dengan pertumpahan darah dan kematian, tetapi sebenarnya, masyarakat di sini sangat mencintai kehidupan dan ingin hidup dengan damai," ujar Naser. "Inilah yang ingin saya sampaikan kepada dunia melalui musik yang saya mainkan," imbuhnya.

Penduduk di Gaza hidup di bawah bayang-bayang konflik besar antara Palestina dan Israel sejak 7 Oktober 2023, menyusul serangan militer mendadak dan belum pernah terjadi sebelumnya oleh Hamas yang berkuasa di Gaza terhadap kota-kota Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza.

Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari 37.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 85.000 orang lainnya terluka di Gaza, selain kehancuran yang masif dan krisis kemanusiaan yang parah, menurut otoritas kesehatan di daerah kantong tersebut.