Jakarta (ANTARA News) - Vietnam dan Kamboja bakal menjadi saingan Indonesia dalam merebut investasi dari kalangan pemain otomotif dunia.

Hal itu dikemukan salah satu Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang juga Presdir PT Toyota Astra Motor (TAM) Johnny Darmawan, di Jakarta.

"Kita diadu semacam beauty contest. Negara lain bergerak seperti Vietnam dan Kamboja (untuk menarik investasi prinsipal otomotif)," ujarnya.

Menurut Johnny, saat ini para investor di bidang otomotif tidak hanya melihat potensi pasar dan sumber daya alam suatu negara untuk menanamkan modal mereka, tapi juga layanan yang baik, termasuk infrastruktur yang bagus dan peraturan yang menarik.

"Seperti beauty contest, yang dinilai bukan hanya kecantikan saja, tapi prilaku dan kepribadian juga," kata Johnny.

Ia menilai sejak Thailand terkena bencana banjir yang melumpuhkan produksi otomotif di negeri itu, sejumlah prinsipal, termasuk Toyota sudah melihat Indonesia sebagai alternatif tujuan investasi tambahan mereka.

"Banyak peluang-peluang waktu itu, termasuk di industri komponen otomotif," katanya.

Namun karena tidak terkoordinasinya peraturan-peraturan, peluang tersebut hilang, di samping Johnny juga mengakui ada sejumlah produk yang belum bisa diproduksi di Indonesia.

Belum lama ini Presdir Toyota Thailand Kyoichi Tanada, seperti yang dikutip dari Reuters, menyatakan ketidakpastian produsen otomotif Jepang itu mewujudkan investasi baru mereka, akibat krisis politik di Negeri Gajah Putih itu.

"Investor asing yang sudah berinvestasi, seperti kami, Toyota, tidak akan pergi. Namun, kami tidak pasti apakah akan menambah investasi atau tidak," katanya.

Selama ini Toyota adalah produsen otomotif terbesar di Thailand dengan produksi sekitar 800 ribu mobil/tahun. Menanggapi pertanyaan mungkinkah alokasi investasi baru Toyota di Thailand itu beralih ke Indonesia, Presdir TAM Johnny Darmawan.

"Mereka (Toyota) punya analisa tentang masing-masing negara," katanya.

Diakui Johnny, untuk jangka panjang Thailand kurang menarik, karena ada kekhawatiran krisis politik masih akan berlangsung lama, terkait suksesi.

Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia harus bergerak aktif melakukan perbaikan layanan, agar bisa "menang" dalam persaingan dengan Vietnam, Kamboja, bahkan Malaysia, untuk meraih investasi otomotif baru.