Pati (ANTARA) - Kecamatan Sukolilo di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, yang sempat viral di dunia maya atau media sosial menyusul adanya kasus hukum yang menjerat sejumlah warga setempat, ternyata memiliki daya tarik wisata, baik alam maupun wisata budaya.

Secara geografis, Kecamatan Sukolilo yang memiliki 16 desa itu berada di kawasan perbukitan di wilayah Pegunungan Kendeng.

Kondisi tersebut memberikan keuntungan tersendiri karena terdapat potensi wisata alam yang bisa dijadikan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Sukolilo.

Di kawasan itu, antara lain ada objek wisata Gua Wareh di Desa Kedumulyo, air terjun tadah hujan di Desa Sukolilo, serta rawa teratai di Desa Kasiyan.

Terbaru, di Desa Sukolilo juga akan dikembangkan wisata kolam renang memanfaatkan kolam air yang sebelumnya dijadikan tempat penampungan air bersih oleh perusahaan daerah air minum (PDAM) untuk suplai air ke rumah-rumah warga yang kesulitan air bersih.

Camat Sukolilo Andri Sulaksono menceritakan bahwa objek wisata air yang baru tersebut, rencananya dikelola oleh pemerintah desa setempat, melalui badan usaha milik desa (BUMDes).

Harapannya, pengelolaan wisata air tersebut bisa meniru keberhasilan Desa Ponggok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang berhasil mengelola objek wisata air, sehingga menjadikan pendapatan asli desa setempat cukup besar dan bisa meningkatkan kesejahteraan warga di sekitarnya.

Dari beberapa objek wisata alam tersebut, ada yang dikelola Pemerintah Kabupaten Pati, di antaranya Gua Wareh, sedangkan objek wisata lainnya dikelola oleh swasta maupun perorangan.

Kecamatan Sukolilo juga menyimpan potensi wisata budaya yang selama ini cukup dikenal masyarakat dari berbagai daerah lain, di antaranya "Omah Kendeng" yang merupakan rumah tradisional warga Sedulur Sikep atau dikenal dengan sebutan komunitas Samin.

Di rumah tradisional komunitas Samin yang merupakan sebutan dari nama seorang tokoh, yakni Samin Surosentiko, itu terdapat aneka gamelan yang biasa mereka mainkan, sehingga bisa menjadi daya tarik wisata budaya lokal. Ketika ada kunjungan wisatawan, warga Sedulur Sikep bisa menyambutnya dengan memainkan musik gamelan tersebut dengan menyanyikan aneka tembang-tembang jawa khas komunitas itu.

Samin Surosentiko sendiri diceritakan berasal dari keturunan keraton, kemudian keluar dari lingkungan keluarganya, berbaur dengan masyarakat biasa untuk mengadakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.

Bentuk perlawanannya dengan cara membangkang tidak membayar pajak, menolak membenahi jalan, dan menolak ikut ronda atau kebijakan apapun ditentang leluhur beserta pengikutnya. Setelah diasingkan ke Digul, kemudian kedua di Sawah Lunto (Sumatera Barat), Samin Surosentiko memberikan petuah nantinya ketika Indonesia merdeka harus mau membayar pajak dan kebijakan pemerintah lainnya.

Potensi wisata budaya lainnya, yakni tradisi meron untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud Ristek.

Tradisi meron tersebut digelar setiap tanggal 13 Rabiul awal. Berdasarkan catatan sejarah meron pertama kali dilakukan oleh abdi dalem Kesultanan Mataram di Pati pada abad 17. Kemudian tahun 2016 oleh Kemendikbud Ristek RI ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.

Jika sebelumnya hanya menjadi tontonan masyarakat lokal, kini tradisi itu menjadi tontonan masyarakat dari berbagai daerah. Karena itu, setiap tradisi meron digelar, penontonnya berjubel dan memadati kanan kiri jalan yang dilalui rombongan kirab gunungan meron yang merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan, seperti once dan, ampyang yang disusun menjadi tiga tingkatan.


Keramahan warga

Banyaknya potensi wisata alam serta wisata budaya yang sudah ada sejak lama, menjadi salah satu bukti bahwa warga Kecamatan Sukolilo juga ramah terhadap warga luar daerah.

Apalagi, untuk mengembangkan potensi wisata, baik wisata alam maupun budaya, tentunya juga membutuhkan dukungan masyarakat, salah satunya sikap ramah terhadap pengunjung sebagai salah satu bentuk dukungan untuk meningkatkan wisatawan.

Sebelum Pemprov Jateng menggaungkan gerakan ramah wisata sebagai salah satu upaya meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah itu, warga Sukolilo sudah menerapkannya.

Sikap ramah terhadap wisatawan menjadi kunci dalam menerima tamu dengan baik, sesuai standar dan muatan sapta pesona. Sehingga kemampuan sadar wisata tidak hanya diupayakan dari kelompok, tetapi di tingkat masyarakat juga diupayakan agar menjadi budaya.

Tradisi meron juga menjadi bukti lain karena awalnya hanya dikunjungi warga lokal Pati, kini dikunjungi pula wisatawan dari berbagai daerah di Tanah Air.

Bahkan, warga Kecamatan Sukolilo yang merantau ke luar daerah pun menyempatkan diri pulang hanya untuk menyaksikan kemeriahan tradisi meron tersebut.

Hingga saat ini, sejumlah objek wisata di Kecamatan Sukolilo setiap akhir pekan masih ramai dikunjungi wisatawan.

Dian, salah satu warga dari Pucakwangi, Pati, yang mengunjungi objek wisata Gua Wareh tidak mempedulikan adanya kasus hukum di Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, karena sejak lama objek wisata tersebut ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah.

Apalagi, panorama alam di Gua Wareh tidak akan ditemukan di daerah lain, karena kawasan gua dengan luas 4,5 hektare ini memiliki lorong yang di dalamnya terdapat sungai sepanjang 50-an meter serta terdapat gambar pewayangan semar.

Dengan kesejukan airnya, pengunjung juga memanfaatkannya untuk mandi atau sekadar mencuci muka.