Yanukovych bertemu pemimpin lawan bahas kekerasan Ukraina
Pemimpin oposisi Vitaly Klitschko (tengah) bereaksi setelah ia disemprot bubuk pemadam api saat aksi pro-integrasi Eropa di Kiev, Ukraina, Minggu (19/1). Sebanyak 100.000 warga Ukraina menggelar aksi di ibukota Kiev untuk menentang rancangan undang-undang untuk memberantas unjuk rasa anti-pemerintah. Aksi terbesar tahun ini yang menjadi bagian dari rangkaian protes pro-Eropa yang menggoncang bekas negara Soviet itu dipicu oleh undang-undang yang secara terburu-buru dibawa ke parlemen untuk disahkan, yang menurut para oposisi akan membawa negara tersebut menjadi negara polisi. (REUTERS/Gleb Garanich)
Bersama sekretaris lembaga kuat dewan keamanan negara Andriy Klyuyev, Yanukovych bertemu dengan politisi oposisi Arseniy Yatsenyuk, mantan juara tinju Vitali Klitschko dan ultra-nasionalis Oleg Tyagnybok, lapor AFP.
Dalam pernyataan, kepresidenan menyatakan pertemuan itu berlangsung tiga jam dan menggambarkannya sebagai "langkah pertama" dalam perundingan, tanpa merinci.
Semua pemimpin lawan itu meninggalkan kantor kepresidenan tanpa membuat tanggapan, kata kantor berita Interfax.
Rusia, mantan pemimpin Ukraina, pada Rabu mengecam campur tangan luar dalam urusan tetangganya itu dan menuduh lawan bengis Presiden Viktor Yanukovych secara kasar melanggar undang-undang dasar.
"Pemerintah sah Ukraina menghadapi campur tangan luar dalam urusan dalam negerinya," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Grigory Karasin kepada Interfax, mengacu pada sejumlah pernyataan Amerika Serikat dan Eropa Bersatu.
"Unsur keras lawan secara kasar melanggar undang-undang dasar negara itu," tambahnya, "Perlu menemukan keputusan, yang memulihkan keadaan."
"Yang terjadi tidak dapat disebut alur umum politik," tambah diplomat Rusia itu.
Setidak-tidaknya, dua pegiat tertembak mati pada Rabu ketika polisi Ukraina menyerbu perintang pengunjukrasa di Kiev, korban tewas pertama dalam dua bulan unjukrasa menentang pemerintah.
Kejadian pada Rabu itu menandai puncak baru ketegangan sesudah dua bulan unjukasa atas keputusan Yanukovych menyingkirkan perjanjian kerjasama dengan Eropa Bersatu pada November.
Pada Desember, Rusia menghadiahi pemerintah Ukraina untuk sikap itu dengan menyetujui menanamkan 15 miliar dolar Amerika Serikat (150 triliun rupiah) pada surat berharga pemerintah negara bekas Soviet tersebut dan memotong harga pasokan gas alamnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut unjukrasa itu lebih seperti penghancuran daripada revolusi.
Perdana Menteri Ukraina Mykola Azarov mengisyaratkan pemerintah tidak memikirkan kompromi, karena kelakuan kejam pengunjukrasa.
"Sinisme dan sikap tidak bermoral teroris itu mencapai puncak dengan melemparkan bom Molotov ke banyak orang," katanya dalam sidang kabinet.
Di tengah-tengah kekhawatian antarbangsa, kepala kebijakan luar negeri Eropa Bersatu Catherine Ashton pada Rabu mendesak penghentian segera kekerasan meningkat itu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Selasa memperingatkan bahwa keadaan di Ukraina berada di luar kendali sesudah dua bulan unjukrasa.
Penerjemah: Boyke Soekapdjo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014