Jakarta (ANTARA) - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyusun pemodelan lahar Gunung Ibu di Pulau Halmahera, Maluku Utara, untuk mengetahui jangkauan dan sebaran lahar bila terjadi banjir lahar pada gunung api berstatus awas tersebut.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan mengatakan pemodelan itu memakai metoda HL-Cone untuk mendapatkan titik awal mulai terbentuknya lahar di Gunung Ibu.

“Titik-titik awal yang diperoleh kemudian dimodelkan aliran laharnya untuk setiap aliran sungai, dengan asumsi volume 300 ribu meter kubik dan 500 ribu meter kubik,” kata Hendra dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Asumsi volume dipakai karena data volume material hasil pengukuran belum ada. Pemodelan lahar tersebut tidak memperhitungkan kecepatan dan waktu tempuh lahar.

Baca juga: BNPB: Sabo Dam alternatif minimalisir dampak banjir lahar Gunung Ibu
Hendra menuturkan dari hasil pemodelan yang disusun memperlihatkan aliran lahar tidak hanya terjadi di sepanjang aliran sungai, tetapi di beberapa sungai aliran laharnya melampar hingga ke area perkebunan yang memiliki morfologi seperti lembah sungai.

Bahkan di beberapa lokasi, lanjutnya, aliran lahar Gunung Ibu juga melanda lokasi-lokasi yang telah ada bangunan.

Hasil pemodelan lantas dikompilasi dengan data infrastruktur bangunan yang diperoleh dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mendapatkan informasi perkiraan jumlah bangunan yang terdampak lahar di setiap desa.

Baca juga: BNPB mulai pemetaan jalur bahaya banjir lahar dingin Gunung Ibu
Tabel perkiraan jumlah bangunan yang terdampak lahar Gunung Ibu di Maluku Utara. (ANTARA/HO-PVMBG)
Beberapa lembah sungai yang berpotensi lahar dari hasil pemodelan tidak tergambar di Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Ibu.

Hal itu disebabkan oleh perbedaan dalam penggunaan peta dasar, dimana Peta KRB Gunung Ibu berbasis Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), sedangkan pemodelan lahar menggunakan data elevasi dari Digital Elevation Model Nasional (Demnas).

Menurut Hendra, sungai-sungai dan lembah sungai pada hasil pemodelan lahar yang telah dikompilasi dengan peta KRB Gunung Ibu merupakan alur yang berpotensi terlanda aliran lahar.

“Hasil kompilasi pemodelan lahar dan peta KRB Gunung Ibu dapat menjadi acuan dalam mitigasi potensi banjir lahar di Gunung Ibu,” ujarnya.

Lebih lanjut Hendra menyampaikan bahwa pemodelan lahar akan lebih akurat bila dilengkapi data DEM/DTM terbaru.

Landaan lahar di tempat yang tidak masuk dalam pemodelan tidak menutup kemungkinan akan terjadi lantaran perubahan morfologi antara rentang waktu Demnas yang dipakai dengan kondisi saat ini.

Sejak 16 Mei 2024 sampai hari ini, Gunung Ibu masih berstatus Awas atau Level IV lantaran aktivitas vulkanik dan kegempaan masih terbilang tinggi.

Baca juga: BNPB ungkap potensi bahaya bencana banjir lahar dingin Gunung Ibu