Jakarta (ANTARA
News) - Sejak Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berlaku mulai 2008, hingga kini sudah ada 37 kasus terkait implementasi UU tersebut.
32 di antaranya berkaitan
dengan pasal 27 ayat 3 UU tersebut tentang penghinaan atau pencemaran nama baik dan lima
kasus berkenaan dengan pasal penyebaran kebencian.
Hal itu dikemukakan Lembaga Studi dan Advokasi MAsyarakat (ELSAM) dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Direktur Eksekutif ELSAM Indriaswati D. Saptaningrum
melihat jumlah kasus cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
"Pasal itu
pasal karet sifatnya. Membuka potensi orang yang seharusnya tidak dipidana malah harus mendekam dibalik bui," kata Indriaswati.
Ia melihat dari
beberapa kasus yang terjadi, dipicu oleh komentar yang diunggah ke laman
jejaring sosial.
Klaim atau tuntutan pemidanaan ada juga yang berdasarkan
informasi yang ditransmisikan melalui SMS.
Dalam kasus-kasus
yang ia amati, ia memilai ada kecenderungan penegak hukum menerapkan sanksi secara cepat dengan alasan
bukti yang cukup.
Padahal, lanjutnya, terlihat sekali ada berbagai variasi
model interpretasi yang dilakukan oleh hakim.
"Ini masalah
besar karena nantinya menunjukkan
bahwa penegak hukum tidak tanggap mempelajari standard pembuktian yang
memadai untuk aduan dugaan terkait tindak pidana yang berkaitan dengan
ITE," katanya.
Dia mengemukakan jika penegak hukum tidak memiliki kejelasan
standard, warga yang tidak melek hukum setiap saat berpotensi menjadi korban.
Di tempat yang sama, Djoko Agung
Harijadi, Sekretaris Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan
Informatika, mengatakan akan ada revisi untuk UU tersebut, antara lain
konten yang melanggar pasal 27 ayat 1 akan dikenakan sanksi pidana (usulan) 2
tahun dari yang semula 6 tahun.
UU ITE banyak digunakan untuk kasus penghinaan
21 Januari 2014 19:47 WIB
Prita Mulyasari, yang beberapa tahun disidangkan dengan UU ITE (ANTARA/Rosa Panggabean)
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014
Tags: