Jakarta (ANTARA) - Lembaga filantropi Dompet Dhuafa menyarankan panitia kurban untuk menggunakan kemasan daging yang mudah terurai dengan berbasis kearifan lokal sehingga mendukung kelestarian alam. "Kedepankan penggunaan kemasan yang sifatnya mudah diurai begitu ya, tapi semuanya berbasis kearifan lokal," kata Ketua Tebar Hewan Kurban (THK) 1445 Dompet Dhuafa Bobby P. Manullang di Jakarta, Kamis.

Bobby mengatakan beberapa kemasan yang mudah terurai itu antara lain penggunaan daun-daunan seperti anyaman daun pisang, sagu, dan nipah. Daun-daunan itu juga berfungsi untuk menjaga keawetan daging.

Selain itu, sambungnya, penggunaan bahan-bahan tersebut sebagai pembungkus daging juga lebih ramah lingkungan dibandingkan kantong plastik.

"Kalau ada di daerah yang memang secara resources tanaman itu enggak terlampau banyak, ya pakai kertas daur ulang yang biasa, yang kertas roti begitu," ujarnya.

Baca juga: Akademisi Unej sarankan gunakan daun jati pembungkus daging kurban
Baca juga: Kurangi plastik, daging kurban di Jember-Jatim dibagi dengan daun jati
Kemudian, Bobby juga menyarankan jika daging yang dikelola terlampau banyak, maka hendaknya pengelola daging kurban untuk merebusnya setengah matang terlebih dahulu.

Menurutnya, dengan merebus daging kurban setengah matang dapat meningkatkan masa keawetan daging selama satu hingga dua minggu.

Metode perebusan daging itu, kata dia, dapat menghindari kejadian daging yang busuk karena tidak sempat terdistribusi, serta berkontribusi dalam berbagi kebahagiaan di tempat-tempat yang sulit akan hewan kurban.

Jadi kalau distribusi dagingnya menjangkau wilayah lebih luas dengan waktu distribusi sampai berhari-hari maka dengan merebus daging setengah matang akan mencegah pembusukan daging.
Meskipun terdapat pendapat ulama yang mengatakan berkurban di tempat yang dekat dengan tempat tinggal pekurban lebih utama, menurut Bobby, berkurban di lembaga yang menyalurkan kurban ke tempat yang jauh seperti daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) juga tidak menjadi masalah.