Indonesia serukan solusi kolaboratif untuk atasi tantangan pembangunan
13 Juni 2024 14:14 WIB
Wakil Menteri Luar Negeri RI Pahala Nugraha Mansury (kedua kiri) berbicara dalam Development Leaders Conference (DLC) yang diselenggarakan di Bali pada Rabu (12/6/2024). (ANTARA/HO-Kemlu RI)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri RI Pahala Nugraha Mansury menyampaikan bahwa dunia membutuhkan solusi kolaboratif dan inovatif untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pernyataan itu disampaikan Wamenlu Pahala dalam pembukaan Development Leaders Conference (DLC) dengan tema “Toward Shared Prosperity: Collaborative Solutions For Global Development" yang diselenggarakan di Bali pada Rabu (12/6).
“Saat ini kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang mempengaruhi pembangunan global. Situasi ini menuntut kita untuk menemukan solusi kolaboratif dan inovatif, di mana semua negara dapat mencapai kemakmuran dan pembangunan yang berkelanjutan," kata Pahala, dalam keterangan tertulis Kemlu RI.
Wamenlu menyebut sejumlah tantangan yang berdampak pada pembangunan global seperti pemulihan pandemi COVID-19, disrupsi rantai pasok dan inflasi akibat konflik, bencana alam akibat perubahan iklim, dan perubahan demografi di negara berkembang.
Berbagai tantangan tersebut mempersulit pencapaian target-target SDGs, terutama bagi negara-negara berkembang.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti kesenjangan pencapaian target SDGs antara negara berpendapatan tinggi dan negara berpendapatan rendah, yang salah satunya disebabkan oleh berkurangnya pendanaan SDGs yang dialami oleh negara berkembang.
Guna menangani kesenjangan tersebut, Wamenlu Pahala menegaskan perlunya dukungan terhadap kelompok paling rentan.
Pahala mengatakan bahwa kerja sama pembangunan harus memberi perhatian khusus kepada kelompok paling miskin dan rentan.
Dalam hal ini, lanjutnya, bantuan dalam bentuk hibah sangat krusial. Meskipun demikian, aliran bantuan pembangunan resmi (ODA) ke negara berkembang justru terus menurun.
Selain itu, ODA juga lebih sering diberikan dalam bentuk concessional loans, ketimbang hibah, sehingga menyebabkan peningkatan utang negara berkembang.
“Kita harus dapat membalikkan tren ini, jika ingin mendukung pencapaian SDGs negara-negara miskin. Kerja sama pembangunan juga harus memperhatikan kebutuhan khusus untuk mengatasi kerentanan, termasuk dengan memprioritaskan ketahanan iklim dan peningkatan perlindungan sosial," ujar Pahala.
Kerja sama pembangunan, kata dia, juga harus mendorong transformasi ekonomi.
Terkait hal ini, Pahala menggarisbawahi pentingnya pengembangan industri hilir dan kapasitas manufaktur yang memungkinkan negara berkembang meningkatkan nilai tambah rantai pasok, memproduksi barang bernilai tambah tinggi, dan melakukan lompatan ekonomi.
Wamenlu RI juga menekankan pentingnya dukungan bagi negara-negara berkembang dalam menghadapi berbagai kebijakan pembatasan akses pasar, serta mendukung transisi energi berkeadilan tanpa menimbulkan hambatan pembangunan.
Kerja sama pembangunan pun disebutnya harus memperhatikan kelompok miskin serta masyarakat yang sulit mendapatkan akses modal, seperti petani kecil serta UMKM.
Lebih lanjut, Pahala mengatakan bahwa kerja sama pembangunan harus menjadi katalisator kolaborasi yang lebih luas.
Menurut dia, kerja sama pembangunan sangat krusial dalam memobilisasi berbagai sumber daya dari berbagai aktor, termasuk dari sektor privat, filantropi, dan pemangku kepentingan lain.
Untuk itu, penting untuk menjajaki modalitas pendanaan SDGs yang memungkinkan lebih banyak peran swasta, dengan pendekatan yang berorientasi pada SDGs ketimbang pendekatan komersial.
Selanjutnya, Wamenlu Pahala menggarisbawahi pentingnya peran negara berkembang, dengan saat ini banyak negara berkembang telah menjadi negara donor dan menyediakan beragam bantuan seperti melalui Kerja Sama Selatan-Selatan.
Bahkan, peran negara berkembang akan semakin besar di masa mendatang, seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Untuk memperkuat peran negara berkembang, Pahala mengatakan perlunya perubahan pola pikir bahwa negara berkembang bukan hanya menjadi penerima, tetapi juga pemberi bantuan.
Dukungan dari negara-negara maju pun penting untuk memastikan kerja sama pembangunan berkelanjutan dan terukur.
Indonesia sendiri selama ini telah berperan aktif menyediakan bantuan dan kerja sama pembangunan melalui Indonesian AID.
“Indonesia akan meluncurkan Roadmap for Development Cooperation for Africa and the Pacific. Kami berharap Kerja Sama Selatan-Selatan ini dapat ditingkatkan dan didukung melalui Kerja Sama Triangular," ujar Pahala.
Baca juga: Wamenlu RI: pariwisata dan ekonomi kreatif penting untuk capai SDGs
Baca juga: Wamenlu dorong kerja sama strategis Indonesia-Korea Selatan
Pernyataan itu disampaikan Wamenlu Pahala dalam pembukaan Development Leaders Conference (DLC) dengan tema “Toward Shared Prosperity: Collaborative Solutions For Global Development" yang diselenggarakan di Bali pada Rabu (12/6).
“Saat ini kita dihadapkan pada berbagai tantangan yang mempengaruhi pembangunan global. Situasi ini menuntut kita untuk menemukan solusi kolaboratif dan inovatif, di mana semua negara dapat mencapai kemakmuran dan pembangunan yang berkelanjutan," kata Pahala, dalam keterangan tertulis Kemlu RI.
Wamenlu menyebut sejumlah tantangan yang berdampak pada pembangunan global seperti pemulihan pandemi COVID-19, disrupsi rantai pasok dan inflasi akibat konflik, bencana alam akibat perubahan iklim, dan perubahan demografi di negara berkembang.
Berbagai tantangan tersebut mempersulit pencapaian target-target SDGs, terutama bagi negara-negara berkembang.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti kesenjangan pencapaian target SDGs antara negara berpendapatan tinggi dan negara berpendapatan rendah, yang salah satunya disebabkan oleh berkurangnya pendanaan SDGs yang dialami oleh negara berkembang.
Guna menangani kesenjangan tersebut, Wamenlu Pahala menegaskan perlunya dukungan terhadap kelompok paling rentan.
Pahala mengatakan bahwa kerja sama pembangunan harus memberi perhatian khusus kepada kelompok paling miskin dan rentan.
Dalam hal ini, lanjutnya, bantuan dalam bentuk hibah sangat krusial. Meskipun demikian, aliran bantuan pembangunan resmi (ODA) ke negara berkembang justru terus menurun.
Selain itu, ODA juga lebih sering diberikan dalam bentuk concessional loans, ketimbang hibah, sehingga menyebabkan peningkatan utang negara berkembang.
“Kita harus dapat membalikkan tren ini, jika ingin mendukung pencapaian SDGs negara-negara miskin. Kerja sama pembangunan juga harus memperhatikan kebutuhan khusus untuk mengatasi kerentanan, termasuk dengan memprioritaskan ketahanan iklim dan peningkatan perlindungan sosial," ujar Pahala.
Kerja sama pembangunan, kata dia, juga harus mendorong transformasi ekonomi.
Terkait hal ini, Pahala menggarisbawahi pentingnya pengembangan industri hilir dan kapasitas manufaktur yang memungkinkan negara berkembang meningkatkan nilai tambah rantai pasok, memproduksi barang bernilai tambah tinggi, dan melakukan lompatan ekonomi.
Wamenlu RI juga menekankan pentingnya dukungan bagi negara-negara berkembang dalam menghadapi berbagai kebijakan pembatasan akses pasar, serta mendukung transisi energi berkeadilan tanpa menimbulkan hambatan pembangunan.
Kerja sama pembangunan pun disebutnya harus memperhatikan kelompok miskin serta masyarakat yang sulit mendapatkan akses modal, seperti petani kecil serta UMKM.
Lebih lanjut, Pahala mengatakan bahwa kerja sama pembangunan harus menjadi katalisator kolaborasi yang lebih luas.
Menurut dia, kerja sama pembangunan sangat krusial dalam memobilisasi berbagai sumber daya dari berbagai aktor, termasuk dari sektor privat, filantropi, dan pemangku kepentingan lain.
Untuk itu, penting untuk menjajaki modalitas pendanaan SDGs yang memungkinkan lebih banyak peran swasta, dengan pendekatan yang berorientasi pada SDGs ketimbang pendekatan komersial.
Selanjutnya, Wamenlu Pahala menggarisbawahi pentingnya peran negara berkembang, dengan saat ini banyak negara berkembang telah menjadi negara donor dan menyediakan beragam bantuan seperti melalui Kerja Sama Selatan-Selatan.
Bahkan, peran negara berkembang akan semakin besar di masa mendatang, seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Untuk memperkuat peran negara berkembang, Pahala mengatakan perlunya perubahan pola pikir bahwa negara berkembang bukan hanya menjadi penerima, tetapi juga pemberi bantuan.
Dukungan dari negara-negara maju pun penting untuk memastikan kerja sama pembangunan berkelanjutan dan terukur.
Indonesia sendiri selama ini telah berperan aktif menyediakan bantuan dan kerja sama pembangunan melalui Indonesian AID.
“Indonesia akan meluncurkan Roadmap for Development Cooperation for Africa and the Pacific. Kami berharap Kerja Sama Selatan-Selatan ini dapat ditingkatkan dan didukung melalui Kerja Sama Triangular," ujar Pahala.
Baca juga: Wamenlu RI: pariwisata dan ekonomi kreatif penting untuk capai SDGs
Baca juga: Wamenlu dorong kerja sama strategis Indonesia-Korea Selatan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024
Tags: