Jakarta (ANTARA) - Ketua Poros Rawamangun Rudy Darmanto menyebutkan pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap penggunaan air tanah di Jakarta sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penurunan muka air tanah.

"Jika penggunaan air tanah tidak diawasi dan dibatasi dengan ketat, maka penurunan muka air tanah makin tinggi. Dapat dipastikan Jakarta akan cepat tenggelam," kata Rudy di Gedung Pemuda Rawamangun, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu.

Menurut dia, dalam Diskusi Publik yang mengangkat tema "Jakarta Tenggelam Krisis Air Tanah", sejumlah kawasan rumah susun di Jakarta menggunakan air dengan komposisi 30 persen menggunakan PDAM dan 70 persen menggunakan air tanah.
Di tengah krisis air Jakarta, kata dia, maka penggunaan air tanah sudah seharusnya dibatasi dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah.

"Harusnya ada pengawasan ketat yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi penggunaan air tanah di Jakarta," kata Rudy.

Baca juga: Jakut sosialisasikan penggunaan air perpipaan di Semper Barat
Direktur Operasional Perumda PAM Jaya Syahrul Hasan menyebutkan beberapa kendala yang dialami perusahaannya karena masih belum dapat memenuhi pasokan air minum bagi warga Jakarta.

Menurut dia, selisih kekurangan bagi kebutuhan air bersih warga Jakarta mencapai 11 ribu liter per detik dari tingkat kebutuhan pasokan air yang mencapai 31 ribu liter per detik.

Tingginya selisih kekurangan itu salah satunya karena PAM Jaya baru dapat mengoptimalkan air bersih dari dua sungai di Jakarta, yakni Sungai Ciliwung dan Sungai Pesangrahan. Sementara Sungai Krukut baru tahun ini dikelola oleh Perumda PAM Jaya.

Baca juga: PAM Jaya kebut 20 ribu sambungan baru hingga Agustus 2024
Selain itu, dalam hal jangkauan pengelolaan air bersih, saat ini PAM Jaya baru memiliki jaringan perpipaan air bersih yang menjangkau sebanyak 65 persen warga. Masih kekurangan 35 persen dari total kebutuhan.

"Kami tidak dapat asal mengelola air dari sungai-sungai di Jakarta sebab dipengaruhi langsung oleh ketahanan air di sungai-sungai tersebut," ujarnya.

Hal senada juga dikatakan pengamat kebijakan publik, Budi Siswanto bahwa penggunaan air tanah untuk kebutuhan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta cukup tinggi.

"Ada sekitar 3.000 sampai 4.000 gedung-gedung tinggi di Jakarta, namun sayangnya hanya sekitar 200 gedung yang memiliki izin pengelolaan air bersih," ujarnya.

Baca juga: DKI tingkatkan kebutuhan air bersih melalui IPA stasioner dan waduk
Karena itu, dibutuhkan pengawasan mendalam soal izin pengelolaan air bersih agar tidak menimbulkan masalah di tengah krisis air akibat menurunnya permukaan tanah.

Sementara itu, pengamat lingkungan, Ferly Sahadat menuturkan perlunya Badan Regulasi Air untuk melakukan pengawasan mendalam pengelolaan air untuk komersil.

"Dengan lemahnya pengawasan eksploitasi air tanah, maka bisa dipastikan warga Jakarta akan terus mengalami kerugian yang signifikan," kata Ferly.

Selain itu, ada juga sumur-sumur ilegal yang tidak memiliki izin. Kondisi tersebut menyebabkan permukaan tanah Jakarta mengalami penurunan dan berdampak menjadi ancaman serius tenggelamnya Jakarta.