Pemandangan pagi di salah satu sisi MBK Center, Senin (20/1), cukup mewakili suasana kota Bangkok hari-hari ini. Sejumlah demonstran lelap tidur di emperan mal, tepat di sisi gerai Starbucks Coffee. Beberapa orang tampak menggeliat, bersiap bangun. Di balik kaca, beberapa orang asyik ngobrol sambil menikmati kopi. Mereka hanya dipisahkan selembar kaca.

Demonstrasi boleh terus terjadi, tapi masyarakat Bangkok umumnya tetap enjoy menjalankan aktifitas sehari-hari.

Sejak kelompok oposisi menargetkan Bangkok lumpuh total atau Shutdown Bangkok, 13 Januari 2014, setiap hari ibukota Thailand itu dilanda aksi demonstrasi. Mereka tersebar di beberapa titik strategis, yaitu perempatan (intersection) jalan-jalan utama, taman dan lapangan, serta di sekitar kantor-kantor pemerintah.

Secara sporadis demonstran melakukan long march menyusuri jalan-jalan utama kota.

Salah satu pusat konsentrasi massa adalah Phatumwan Intersection di pusat kota. Perempatan ini adalah titik temu dua jalan utama, yaitu Phaya Thai Road dan Rama 1 Road. Inilah salah satu pusat bisnis tersibuk kota Bangkok. Di sekitarnya berdiri hotel, perkantoran, mal dan pusat perbelanjaan terkemuka seperti Siam Center, Siam Paragon, dan MBK Center.

Di kawasan ini pula terdapat National Stadium dan kampus Chulalangkorn University. Konsentrasi massa menyebabkan akses utama ke Chulalangkorn University tertutup, sehingga kampus diliburkan selama sepekan sejak 13 Januari.

Siam Station, pusat pergerakan kereta api commuter yang sangat sibuk, juga ada di lokasi ini.

Tepat di tengah Phatumwan Intersection didirikan panggung besar sebagai pusat aksi massa. Di kanan kiri panggung ada giant screen (layar lebar), sehingga apa yang sedang berlangsung di atas panggung bisa disaksikan dari jarak cukup jauh. Giant screen juga dipasang di beberapa titik yang tersebar di lokasi itu.

Screen itu berfungsi ganda. Selain menampilkan apa yang terjadi di panggung, juga menayangkan aksi-aksi di lokasi lain. Dari layar itu juga bisa disaksikan siaran Bluesky TV, channel televisi milik oposisi.

Dengan kekuatan pengeras suara layaknya konser musik rock, orasi dari atas panggung bisa terdengar jelas hingga jarak beberapa kilometer. Microphone juga diletakkan di beberapa sudut di areal para demonstran, sehingga teriakan dan yel-yel massa terdengar menggelegar. Di malam hari, dukungan sistem pencahayaan membuat panggung gemerlap dan terang benderang.

Di sela orasi, grup musik tampil menghibur massa. Umumnya adalah grup musik dengan genre musik rock yang menghentak, mengajak demonstran untuk berjingkrak. Belasan bendera nasional Thailand dalam ukuran raksasa tak henti dikibaskan.

Aksi mulai menggeliat menjelang siang, dan makin ramai memasuki sore dan malam. Hal itu karena umumnya pendukung Bangkok Shutdown adalah orang kantoran atau para pekerja. Mereka turun ke jalan selepas bekerja. Yang bertahan di tenda-tenda adalah mereka yang berasal dari luar kota Bangkok.

People’s Democratik Reform Committee (PDRC), organ oposisi yang mengorganisasikan aksi, mendirikan tenda semi permanen ukuran raksasa yang menutup salah satu ruas jalan Phaya Thai. Di sekelilingnya -jalan raya, trotoar, dan pelataran- para demonstran mendirikan tenda-tenda individual. Praktis kawasan itu dikuasai demonstran 24 jam penuh setiap hari.

Berbeda dengan aksi sebelum ini, para demonstran tidak seragam mengenakan kaos kuning. Atribut standar demonstran adalah kaos berbagai warna bertuliskan Shutdown Bangkok Restart Thailand, syal, ikat kepala, karet di pergelangan tangan, semuanya sewarna bendera Thailand.

Mereka juga melengkapi diri dengan peluit, yang ditiup bersamaan dengan tepuk tangan dan yel-yel, menyambut teriakan orator dari atas panggung.

Poster hujatan terhadap Yingluck dan Thaknsin Sinawatra, serta para menteri anggota kabinet, meramaikan sudut-sudut lokasi demonstrasi.

Selain di Phatumwan, pusat konsentrasi massa yang cukup besar adalah Victoria Monument Park dan Lat Phrao Intersection. Di dua lokasi itu juga ada panggung besar, layar raksasa, tenda raksasa, dan ratusan tenda individual di sekitarnya.


Momentum Baru

PDRC dipimpin oleh Suthep Thaugsuban, mantan anggota parlemen yang pernah menduduki kursi Wakil Perdana Menteri di masa pemerintahan Abhisit Vejajiva. Setiap hari dia berkeliling dari satu lokasi demonstrasi ke lokasi lain. Orasinya paling ditunggu para demonstran. Poster bergambar dirinya tersebar di banyak lokasi.

Target PDRC adalah Bangkok lumpuh total, untuk memaksa Caretaker Perdana Menteri Yingluck Sinawatra meletakkan jabatan. Opsi yang ditawarkan Yingluck dan kubu partai berkuasa Pheu Thai untuk mempercepat pemilihan umum pada 2 Februari 2014, ditolak oposisi.

Argumennya, pemerintahan Yingluck adalah kelanjutan rezim Thaksin Sinawatra yang mereka nilai korup. Jika pemilu diselenggarakan dan kembali dimenangkan Pheu Thai, tidak akan ada perubahan pada pemerintahan Thailand. Maka selain slogan Shutdowan Bangkok Restart Thailand, oposisi juga meneriakkan tuntutan Reform Before Election.

Nyatanya, hingga Senin 20 Januari atau sepekan setelah target 13 Januari terlampaui, Bangkok tidak kunjung berhasil dilumpuhkan. Sebaliknya aktifitas masyarakat sudah beranjak ke kondisi normal. Hotel, perkantoran, dan pusat perbelanjaan tetap buka. Para turis pun leluasa mengunjungi mal-mal dan pusat rekreasi.

Di beberapa pusat perbelanjaan, sejumlah demonstran dengan atribut khasnya tampak berbaur dengan pengunjung lainnya. Keluar masuk toko dan butik, atau makan di resto dan food court.

Beberapa ruas jalan memang masih diblokade oleh demonstran, tapi itu hanya berdampak pada angkutan umum seperti bus, yang harus mengubah rute operasi. Mobilitas masyarakat tidak terganggu karena Bangkok memiliki angkutan kereta api BTS yang seluruh jalurnya elevated dan MRT di bawah tanah, yang tetap beroperasi penuh.

Taksi tradisional Tuk Tuk juga tersedia di mana-mana, siap mengantarkan penumpang ke mana saja.

Polisi dan tentara yang berjaga di sejumlah ruas jalan sekitar objek strategis, tampak lebih rileks dan melonggarkan pemeriksaan kepada kendaraan yang lalu lalang.

Chulalagkorn University pun mulai Senin (20/1) sudah membuka kembali perkuliahan yang sempat diliburkan sepekan.

Jumlah demontstran tidak sebesar aksi 13 Januari, bahkan terus menurun Seperti yang terlihat di Lumpini Park, Minggu (19/1). Massa hanya memenuhi sepertiga taman, dan di sekitarnya lalu lintas berjalan normal.

Yang menambah ramai lokasi-lokasi demonstrasi adalah para pedagang kaki lima. Mereka memanfaatkan momentum keriuhan massa itu untuk meraup untung dengan menjual makanan, kaos, dan berbagai atribut demonstrasi. Makin hari jumlah pedagang kaki lima itu makin banyak, menyesaki jalan-jalan yang steril dari lalu lintas karena diblokade demonstran.

Tah, seorang pengemudi mobil sewa, mengaku tidak terlalu ambil pusing dengan aksi-aksi kelompok oposisi itu. Dia juga tidak merasa aspirasinya terwakili oleh para demonstran. "Di kalangan oposisi ada orang baik ada juga orang jahat. Di pemerintahan ada orang jahat ada juga orang baik," kata Tah enteng.

Seorang karyawan rumah mode tidak jauh dari kawasan Grand Palace, melihat demonstrasi sekadar pemindahan lapangan perseteruan dari parlemen ke jalanan. Dia berani memastikan "parlemen jalanan" itu hanya didukung kalangan elite menengah ke atas, yang hanya mewakili 25 persen masyarakat Thailand.

Aksi yang digalang Suthep tampaknya butuh momentum baru untuk menggalang massa lebih besar. Tanpa massa dalam jumlah besar, mustahil bisa melumpuhkan Bangkok. Mungkin karena itu Suthep menginstruksikan aksi diperpanjang hingga sepekan ke depan atau hingga 27 Januari.

Bahkan dalam pidato di Lat Phrao Intersection, Minggu sore, Suthep memerintahkan massa oposisi untuk melumpuhkan wilayah lain di luar Bangkok, dimulai dari kota-kota di wilayah Utara. Dia minta massa demonstran menutup kantor-kantor pemerintahan di kota masing-masing.

Namun berbeda dengan intensitas aksi massa yang mulai menurun, ketegangan di kota Bangkok pelan-pelan mulai meningkat. Hal itu dipicu oleh sejumlah ledakan bom atau granat di pusat-pusat aksi massa. Minggu siang, misalnya, terjadi ledakan di Victoria Monument, menyebabkan 28 orang luka.

Sebelumnya dua hari berturut-turut juga terjadi ledakan di sekitar lokasi massa oposisi. Seluruhnya siang hari. Ini adalah trend baru, karena beberapa ledakan yang terjadi di hari-hari pertama aksi berlangsung malam hari, dan tidak lanngsung menyasar demonstran.

Oposisi menuduh polisi terlalu lamban mengusut pelaku peledakan, yang mereka indikasikan bagian dari rezim berkuasa. Sebaliknya, pemerintah menuduh oposisi sendiri yang mendalangi peledakan itu, untuk menarik simpati publik dan dunia internasional.

Isu pun berseliweran menambah panas suasana. Seperti info ledakan bom di Phatumwan Intersection yang melukai puluhan orang, Senin (20/1) pagi. Ternyata info yang menyebar cepat itu hanya isu.

Dengan makin mendekatnya pemilu yang dipercepat, 2 Februari, situasi politik akan makin memanas dan ketegangan makin meluas. Barangkali saja, momentum baru yang dibutuhkan Suthep dan kalangan oposisi hadir bersamaan dengan meningkatnya eskalasi ketegangan tersebut.

*) Anggota Dewan Pengawas Antara