Nairobi (ANTARA) - Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) mengingatkan bahwa kegagalan dalam menerapkan upaya untuk menghentikan deforestasi sebagai inti dari respons iklim global dapat memperlambat transisi menuju masa depan yang hijau, tangguh, dan sejahtera bagi umat manusia.

Hal itu disampaikan dalam laporan terbarunya berjudul "Meningkatkan Ambisi, Mempercepat Aksi: Menuju Peningkatan Komitmen Kontribusi Nasional untuk Hutan" (Raising Ambition, Accelerating Action: Towards Enhanced Nationally Determined Contributions for Forests) yang dirilis pada Senin (10/6).

UNEP mengamati bahwa banyak negara tidak dapat mencapai target 2030 untuk menghentikan deforestasi. Ini merupakan kondisi yang dapat memperburuk krisis iklim, kemiskinan, kelaparan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Dirilis menjelang pertemuan perubahan iklim global di Bonn, Jerman, laporan tersebut menyatakan bahwa target pengurangan gas rumah kaca yang diajukan oleh beberapa negara pada tahun 2017 hingga 2021 gagal mencapai tujuan ambisius dalam menghentikan dan memulihkan hilangnya hutan pada 2030.

Laporan itu menekankan bahwa hutan merupakan kunci dalam mengatur iklim, udara, dan kualitas air, menyerap gas-gas yang menyebabkan pemanasan Bumi, serta menjadi rumah bagi spesies penyerbuk, sementara perusakan hutan dapat mengancam agenda keberlanjutan global.
Penjaga hutan berpatroli di kawasan Bawangling di Taman Nasional Hutan Hujan Tropis Hainan di Provinsi Hainan, China, 18 Oktober 2023. (Xinhua/Zhang Liyun)


"Setelah target 2020 oleh para pemimpin dunia untuk mengurangi separuh hilangnya hutan tidak tercapai, kita harus memastikan bahwa target 2030 tidak mengalami nasib serupa," ujar Dechen Tsering, Pelaksana Tugas Direktur Divisi Iklim UNEP, dalam sebuah siaran pers yang dirilis oleh UNEP di Nairobi, ibu kota Kenya.

"Rencana aksi iklim, yang akan dilaksanakan pada 2025, harus memiliki tujuan yang ambisius, konsisten, terperinci, terarah, dan dapat ditindaklanjuti untuk konservasi, restorasi, dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan."

Laporan itu juga menyebutkan bahwa hutan memiliki potensi untuk berkontribusi terhadap sepertiga upaya pengurangan emisi gas rumah kaca global, seperti yang diuraikan dalam kesepakatan iklim Paris 2015.

Sejauh ini, hanya delapan dari 20 negara yang paling bertanggung jawab atas kerusakan hutan tropis telah mengintegrasikannya secara penuh ke dalam aksi iklim nasional mereka, yang juga dikenal sebagai Komitmen Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contributions), menurut laporan UNEP.
Foto udara yang diambil pada 29 Mei 2023 memperlihatkan pemandangan hutan dan perkebunan teh di Cianten, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. (Xinhua/Veri Sanovri)


Menurut laporan tersebut, pendanaan yang berkelanjutan untuk konservasi hutan harus disertai dengan penyelarasan kebijakan iklim nasional dan legislasi guna mempercepat transisi hijau.

"Implementasi kebijakan yang mendorong praktik ekonomi berkelanjutan yang lebih luas, contohnya pendekatan bioekonomi, dapat membantu mendorong perubahan ekonomi jangka panjang, menyediakan lapangan kerja, dan menjaga hutan tetap utuh," menurut laporan itu.

Laporan tersebut menambahkan bahwa menyediakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat adat dan lokal akan menjadi kunci dalam melestarikan hutan tropis dan meningkatkan kontribusinya terhadap ketahanan iklim.