Jakarta (ANTARA) - Setiap tanggal 12 Juni, dunia memperingati Hari Menentang Pekerja Anak, dan di tahun 2024 ini, tema yang diangkat yakni “Akhiri pekerja anak!”

Gerakan menentang pekerja anak pertama kali dideklarasikan oleh Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization (ILO), sebuah organisasi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang merujuk pada Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Pekerjaan Terburuk bagi anak-anak pada tahun 1999.

Di Indonesia, persentase pekerja anak berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) cenderung masih tinggi. Per tahun 2023, terdapat sekitar 1,01 juta pekerja anak, yang berarti 1,72 persen dari total anak berusia 5-17 tahun secara nasional.

Adapun rinciannya, jumlah pekerja anak di rentang usia 5-12 tahun sebanyak 539.224 anak, di usia 13-14 tahun, 162.276 anak, dan di usia 15-17 tahun, sebanyak 305.593 anak.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 tentang Batasan Usia Minimum Diperbolehkan untuk Bekerja, menetapkan usia 15 tahun sebagai usia minimum untuk bekerja, sesuai dengan usia wajib sekolah.

Undang-undang tersebut menyebutkan keadaan-keadaan tertentu yang memperbolehkan dilakukannya pekerjaan ringan oleh anak-anak mulai usia 13 tahun untuk jumlah jam kerja yang terbatas.

Baca juga: Dinsos Kulon Progo gencarkan sosialisasi pencegahan pekerja usia anak
Baca juga: KemenPPPA : Anak tidak sekolah diprioritas asesmen cegah pekerja anak


Di tahun 2024 ini, ILO fokus pada perayaan 25 tahun diadopsinya Konvensi Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (tahun 1999 nomor 182), yang mendesak para pemangku kepentingan untuk meningkatkan implementasi dua konvensi mendasar mengenai pekerja anak, yakni Konvensi Nomor 182 dan 138 tentang Batas Usia Minimum yang Diterima atau Diperbolehkan untuk Bekerja (tahun 1973).

Terdapat tiga seruan dari ILO untuk mengakhiri pekerja anak di tahun 2024, pertama, yakni implementasi dari Konvensi Nomor 182 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak.

Kedua, menghidupkan kembali aksi nasional, regional, dan internasional untuk mengakhiri pekerja anak dalam segala bentuk melalui penerapan kebijakan nasional dan mengatasi akar permasalahan, sebagaimana telah diserukan dalam Aksi Durban tahun 2022.

Ketiga, ratifikasi universal dan penerapan efektif Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum, bersama dengan ratifikasi universal Konvensi ILO Nomor 182 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak yang dicapai pada tahun 2020, bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada semua anak terhadap segala bentuk eksploitasi pekerja anak.

Melalui seruan tersebut, diharapkan tidak ada lagi eksploitasi pekerja anak di bidang apapun, sehingga para pemangku kepentingan dapat berkomitmen untuk mendukung kampanye pendidikan untuk semua, sebagai salah satu upaya memastikan semua anak dapat fokus belajar dan mendapatkan akses pendidikan dasar untuk masa depan mereka yang lebih baik.

Baca juga: Kementerian PPPA ajak lintas sektor dukung turunkan angka pekerja anak
Baca juga: Unicef ajak Pemkot Surabaya akhiri pekerja anak