Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pengelolaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia lebih baik bila dibandingkan negara lain.

“Banyak negara di dunia mengalami lonjakan defisit saat COVID-19, namun tidak banyak negara yang berhasil menurunkan kembali defisit. Indonesia adalah sedikit negara yang mampu menurunkan defisit fiskal,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Jakarta, Selasa.

Dia mencontohkan India mengalami lonjakan defisit dari 7,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 12,9 persen akibat pandemi. Hal serupa juga terjadi di Amerika Serikat (AS), di mana defisit membengkak dari 5,8 persen menjadi 13,9 persen.

Indonesia bukan pengecualian. Defisit APBN pada 2019 dan 2020 meningkat dari 2,2 persen menjadi 6,1 persen terhadap PDB.

Kendati begitu, dalam kurun waktu tiga tahun setelah pandemi, Indonesia berhasil menekan defisit. Per 2023, defisit Indonesia berada di level 1,6 persen.

Baca juga: Menkeu sebut indeks ketimpangan ekonomi antarwilayah turun pada 2023

Baca juga: Menkeu berharap Indonesia bisa capai peringkat kredit “Single A”


Capaian itu jauh berbeda bila dibandingkan dengan negara lain, seperti India yang mencetak defisit 8,6 persen dan AS 8,8 persen pada 2023.

“Kita juga meningkatkan saat itu karena ekonomi terhenti dan kita membutuhkan dukungan bagi masyarakat dan pemulihan ekonomi. Namun, kita juga mampu menurunkan defisit secara sangat cepat dengan defisit yang relatif sangat kecil, sementara negara lain masih berjuang dengan tingkat defisit,” jelas dia.

Sama halnya dengan rasio utang. Sri Mulyani menuturkan Pemerintah Indonesia mampu mengelola rasio utang dalam level yang relatif rendah, yakni di kisaran 39 persen hingga 40 persen sepanjang 2020 sampai 2023.

Sedangkan negara lain mencatatkan rasio utang terhadap PDB dengan level yang cukup tinggi, seperti India yang berkisar 81 persen hingga 88 persen dan AS yang melampaui 100 persen.

“Namun, kita berusaha untuk tetap menjaga rasio utang pada level yang tetap rendah,” ujar Menkeu.

Adapun untuk 2025, Kementerian Keuangan membidik defisit di kisaran 2,45 persen hingga 2,82 persen. Kenaikan pendapatan negara ditargetkan berada pada rentang 12,14 persen hingga 12,36 persen, sementara belanja negara di kisaran 14,59 persen hingga 15,18 persen.

Baca juga: Menkeu sebut kepercayaan market penting dalam pengelolaan utang

Baca juga: Menkeu: Utang 2025 perlu disikapi dengan hati-hati