Samarinda (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda melaporkan tiga Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan pejabat tinggi Pemkot setempat
ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) karena diduga melanggar kode etik dan netralitas ASN.

Komisioner Bawaslu Samarinda, Tumenggung Udayana di Samarinda, Senin, mengungkapkan bahwa laporan tersebut melibatkan Kepala Bappeda Samarinda Ananta Fathurrozi, Kepala BPKAD Samarinda Ibrohim, dan Sekretaris DPRD Samarinda Agus Tri Sutanto.

"Ketiga ASN tersebut diduga telah melakukan pendekatan ke beberapa partai politik dengan niat untuk menjadi calon wali kota dan wakil wali kota," ungkapnya.

Hal ini menurut Tumenggung, bertentangan dengan Pasal 9 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2023 yang menegaskan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik serta wajib menaati kebijakan pemerintah.

"Bawaslu memiliki kewenangan berdasarkan Pasal 103 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk merekomendasikan hasil pengawasan netralitas ASN, telah melakukan klarifikasi kepada ketiga ASN tersebut," ucapnya.

Dalam kunjungan ke KASN, Bawaslu Samarinda diterima oleh Asisten KASN bidang penerapan nilai dasar kode etik Farhan Abdi Utama, yang menyatakan akan segera menilai dan mengkaji laporan dari Bawaslu Samarinda.

Bawaslu Samarinda dan KASN mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan bahwa semua ASN mematuhi kode etik dan peraturan yang berlaku, demi integritas proses demokrasi di Indonesia.

Farhan menambahkan bahwa KASN memiliki waktu 14 hari kerja untuk memutuskan jenis sanksi yang akan diterapkan. "Sebagai solusi bagi ASN yang ingin terjun ke dunia politik, kami menyarankan agar mereka mengambil cuti di luar tanggungan negara," katanya.

Agus Tri Sutanto diduga melanggar kode etik karena telah mendekati partai Nasdem, Demokrat, PDIP, Gerindra, PPP, dan PAN dalam kontestasi Pilkada Samarinda.

Sementara Ibrohim dan Ananta Fathurrozi diduga mendekati partai Gerindra untuk menjadi bakal calon Wakil Wali Kota Samarinda. Perihal ini menimbulkan pertanyaan tentang batasan antara aspirasi politik pribadi dan kewajiban netralitas sebagai ASN.

Kasus ini menjadi sorotan Bawaslu Samarinda, mengingat pentingnya menjaga netralitas ASN dalam rangka pemilihan umum yang adil dan demokratis.