Tujuh tahun Kamisan didukung para seniman
18 Januari 2014 05:44 WIB
Tujuh Tahun Kamisan. Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengelilingi komplek Istana, saat aksi Kamisan, Jakarta Pusat, Kamis (16/1). Aksi ke-337 itu sekaligus memperingati tujuh tahun Kamisan dan menuntut penegakan hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat. ANTARA FOTO/Fanny Octavianus ()
Jakarta (ANTARA News) - Happy Salma menunjukkan kepeduliannya pada korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia lewat film pendek "Kamis ke-300".
Film yang memperingati tujuh tahun aksi Kamisan itu diputar untuk pertama kalinya di Goethe-Institut, Jumat malam.
Kamisan adalah rutinitas aksi diam para keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang mengenakan pakaian hitam serta payung senada di depan istana negara tiap Kamis.
Mereka berbicara menuntut keadilan melalui spanduk dan ratusan surat yang ditujukan kepada presiden.
"Kamis Ke-300" yang diproduseri Happy Salma diangkat dari cerita pendek buatannya berjudul "Kamis Ke-200" yang dimuat di surat kabar tiga tahun lalu.
Film bernuansa hitam putih itu mengisahkan seorang kakek yang terbaring sakit namun masih bersemangat menjalankan aksi Kamisan bersama kawan-kawannya. Dia masih ingin menuntut agar anaknya yang hilang dikembalikan hidup-hidup. Sang cucu pun diajari berorasi menuntut tanggung jawab pemerintah atas hilangnya orang terkasih.
"Hitam putih lambang klasik bahwa dari dulu sampai sekarang yang terjadi di Indonesia masih sama, keadilan belum ditegakkan," jelas Happy usai pemutaran di Goethe Institut, Jumat malam.
Segenap seniman lain pun hadir dan tampil meramaikan acara pemutaran film tersebut, seperti Butet Kertaredjasa yang membacakan cerpen "Aku Pembunuh Munir" karya Seno Gumira, Tompi yang membawakan salah satu lagu dari Bali Lounge juga lagu daerah Anging Mamiri, serta Glenn Fredly yang tidak hadir namun menyampaikan pertunjukan dan pesan lewat video.
Happy mengatakan ini adalah salah satu caranya sebagai aksi melawan lupa atas pelanggaran HAM yang terjadi di tanah air. "Sebagai seniman, saya hanya bisa memberikan hal ini," imbuh dia.(*)
Film yang memperingati tujuh tahun aksi Kamisan itu diputar untuk pertama kalinya di Goethe-Institut, Jumat malam.
Kamisan adalah rutinitas aksi diam para keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yang mengenakan pakaian hitam serta payung senada di depan istana negara tiap Kamis.
Mereka berbicara menuntut keadilan melalui spanduk dan ratusan surat yang ditujukan kepada presiden.
"Kamis Ke-300" yang diproduseri Happy Salma diangkat dari cerita pendek buatannya berjudul "Kamis Ke-200" yang dimuat di surat kabar tiga tahun lalu.
Film bernuansa hitam putih itu mengisahkan seorang kakek yang terbaring sakit namun masih bersemangat menjalankan aksi Kamisan bersama kawan-kawannya. Dia masih ingin menuntut agar anaknya yang hilang dikembalikan hidup-hidup. Sang cucu pun diajari berorasi menuntut tanggung jawab pemerintah atas hilangnya orang terkasih.
"Hitam putih lambang klasik bahwa dari dulu sampai sekarang yang terjadi di Indonesia masih sama, keadilan belum ditegakkan," jelas Happy usai pemutaran di Goethe Institut, Jumat malam.
Segenap seniman lain pun hadir dan tampil meramaikan acara pemutaran film tersebut, seperti Butet Kertaredjasa yang membacakan cerpen "Aku Pembunuh Munir" karya Seno Gumira, Tompi yang membawakan salah satu lagu dari Bali Lounge juga lagu daerah Anging Mamiri, serta Glenn Fredly yang tidak hadir namun menyampaikan pertunjukan dan pesan lewat video.
Happy mengatakan ini adalah salah satu caranya sebagai aksi melawan lupa atas pelanggaran HAM yang terjadi di tanah air. "Sebagai seniman, saya hanya bisa memberikan hal ini," imbuh dia.(*)
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: