Periset biomedis itu mengatakan Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menghambat replikasi virus dengue, sehingga mengurangi kemampuan nyamuk tersebut sebagai penular demam berdarah.
Christina menuturkan studi kelayakan pelaksanaan teknologi Wolbachia telah dilakukan di Yogyakarta pada tahun 2022 dan hasilnya menurunkan 77 persen kasus demam berdarah serta 86 persen kasus perawatan di rumah sakit.
Penyakit demam berdarah dengue atau DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus itu ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (vektor).
Nyamuk tersebut berkembang biak cepat pada genangan air bersih, sedangkan puncak dari insiden demam berdarah biasanya terjadi pada musim hujan.
Beberapa gejala utama pasien terkena demam berdarah, antara lain adanya demam tinggi, nyeri kepala berat, nyeri di belakang bola mata, mual, muntah, nyeri ulu hati, rasa linu-linu pada tulang serta adanya ruam merah.
Christina mengungkapkan bahwa seseorang memungkinkan untuk terkena demam berdarah berulang kali karena respon imun kekebalan yang dibentuk oleh tubuh tidak sepenuhnya bisa menetralkan virus tersebut.
Baca juga: Kemenkes: Nyamuk ber-wolbachia tidak terkait keganasan nyamuk dengue
Baca juga: Membasmi jentik untuk singkirkan penyakit
Baca juga: Kemenkes: Bandung butuh 5,4 juta telur nyamuk ber-Wolbachia per pekan