Bandung (ANTARA) -
Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman meminta warga terlibat penuh dalam penanggulangan pencemaran, demi mengejar target Indeks Kualitas Air (IKA) Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum sampai 60 poin pada Desember 2025.

Keterlibatan masyarakat itu, kata Herman, sangat dibutuhkan karena untuk meningkatkan IKA dari posisi saat ini di 50 poin akan sangat sulit.

"Sekarang akan mengoptimalkan kembali yang sudah baik. Kita ketahui sebelumnya Citarum ini pada kisaran skor 30 poin (cemar berat), sekarang posisi terakhir ada di skor 50,78 poin (cemar ringan), itu sangat berat untuk sampai 60 karenanya butuh kerja bersama," kata Herman dalam keterangan di Bandung, Senin.

Ia menjelaskan, saat ini yang menjadi titik fokus, yakni menghapuskan budaya masyarakat membuang sampah di aliran sungai serta mengedukasi untuk mengelola sampah dari rumah.

"Jadi bukan hanya struktural, tapi titik beratnya bagaimana kulturalnya (budaya), sejauh mana partisipasi masyarakat, RT, RW, kepala desa, camat, dan Forkopimcam bahu-membahu agar IKA Citarum menembus skor 60 poin," ujarnya.

Baca juga: Pentingnya melanjutkan program Citarum Harum
Baca juga: Jawa Barat-Monash University jalin kerja sama kelola DAS Citarum


Herman merencanakan berkeliling ke seluruh cakupan DAS Citarum di 13 kabupaten/kota di Jabar untuk meninjau dan mendorong sekda kabupaten/kota ikut berpartisipasi dalam upaya menaikkan skor IKA ke angka 60.

"Kita sasar mulai dari hulu, tengah sampai hilir, dan sektor ada 23. Saya kira sudah luar biasa bekerja, nanti akan adu manis dengan partisipasi masyarakat. Kita akan gerakkan juga para sekda (kabupaten/kota) untuk bahu-membahu, memastikan dalam satu setengah tahun, Citarum ada perubahan lebih signifikan," katanya.

Selain itu, Herman juga mengajak masyarakat untuk melakukan Zero Food Waste, masalah sampah rumah tangga (organik) dapat dikelola langsung dari rumah atau lingkungan dengan menggunakan maggot dan lubang biopori.

Herman menambahkan, sampah sisa makanan dapat dikelola dengan memanfaatkan maggot sebagai sarana pengurai sampah organik dalam cakupan komunitas masyarakat.

"Kita awali dari sana, tidak ada sampah makanan dibuang ke TPS. Sampah organik ini ditahan di rumah dan dikelola. Jika itu bisa dilakukan, beban sampah akan berkurang 40 persen. Biarkan sampah anorganik yang ada di TPS nanti akan berakhir di TPA Sarimukti," ujarnya.

Baca juga: BRIN ungkap dampak aktivitas antropogenik di DAS Citarum
Baca juga: Wamen LHK ajak perbaiki kualitas air sungai


Ia berkomitmen akan mengaktifkan kembali di setiap kelurahan di Kota Bandung untuk budi daya manggot dengan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF).

Budi daya maggot lalat BSF ini diupayakan agar dapat dikelola oleh RT dan RW dalam upaya pengelolaan sampah organik.

"Jika tetap ada sampah (organik), itu bisa dimanfaatkan untuk maggot. Jadi tiap kelurahan, kami sudah komitmen agar tempat maggot-nya jalan semua. Nanti melalui RT dan RW, makanan sisa bisa digeser ke maggot," ucapnya.

Herman menuturkan, kesadaran dan keterlibatan masyarakat terkait pengelolaan sampah menjadi yang utama dan edukasi masyarakat menjadi prioritas.

"Tentu yang pertama perlu sadar dulu, harus diedukasi tidak ada sampah makanan. Jika ada sisa itu dikelola dengan baik dan berakhir di maggot, ini masalah perilaku," tuturnya.

Baca juga: Wamendagri harap pemda beri edukasi pengelolaan sampah di DAS Citarum
Baca juga: BRIN : Banyak tumpahan mikroplastik di Sungai Citarum
Baca juga: Penggunaan toilet daur ulang diharapkan kurangi pencemaran Citarum