Balikpapan (ANTARA News) - Penolakan atas pergantian nama Bandara Sepinggan menjadi Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman mulai berkembang menjadi aksi massa setelah hanya berbentuk petisi dan pernyataan-pernyataan.

Kelompok masyarakat yang menamakan diri Save Sepinggan melakukan aksi demonstrasi berupa jalan kaki mulai dari lapangan Ace Hardware di Balikpapan Permai menuju Gedung DPRD Balikpapan di Klandasan.

Para demonstran membawa spanduk-spanduk berisi penolakan atas pergantian nama bandara yang akan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Juni mendatang itu.

Sepanjang jarak jalan lebih kurang 3 km itu, para demonstran juga membagikan selebaran yang isinya senada dengan spanduk yang mereka bawa.

"Penggantian nama yang dipaksakan Gubernur itu adalah kesewenang-wenangan Pemerintan Provinsi kepada Balikpapan," tandas Mei Christy, koordinator Save Sepinggan.

Karena itu, Save Sepinggan minta pergantian nama itu urung dilakukan. Bila tak didengar, mereka akan memboikot kapan pun kedatangan Gubernur Awang di Balikpapan.

Para demonstran tiba di DPRD Balikpapan dan diterima sejumlah anggota DPRD.

Beberapa hari sebelumnya, DPRD Balikpapan bersama Pemkot sudah pula menyampaikan sikap resmi, bahwa mereka menolak usul penggantian nama tersebut.

"Nama Sepinggan itu memiliki nilai historis yang kuat bagi sejarah lokal Balikpapan. Jadi kami tak mau nama itu diganti," tegas Ketua DPRD Balikpapan Andi Burhanuddin Solong.

Para demonstran kemudian membentang kain putih untuk mendapatkan tanda tangan tanda mendukung atas penolakan tersebut. Ratusan orang yang hadir di DPDR pun menandatangani spanduk itu, termasuk para jurnalis.

Sejumlah pejabat Pemerintah kota juga menandatangani spanduk putih itu atas nama pribadi.

Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengusulkan pergantian nama bandara yang sedang dibangun ulang oleh PT Angkasa Pura itu tahun lalu. Awang Faroek yang juga kalah dalam pilkada di Balikpapan dan daerah-daerah di selatan Kaltim itu juga mengklaim sudah mendapat persetujuan DPRD Kaltim dan usulan itu sudah pula disetujui Kementerian Perhubungan.

Warga Balikpapan menolak karena menganggap tidak ada keterkaitan sejarah yang kuat antara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, yang bertakhta di Tenggarong, meskipun ketika itu Balikpapan berada dalam lingkup Kesultanan Kutai.

Fakta sejarah hanya menyebutkan Sultan Sulaiman di akhir abad ke-19 memberi izin kepada BPM, perusahaan minyak Belanda untuk mengeksplorasi minyak di kawasan dekat Teluk Balikpapan tersebut.

Bandara tersebut, yang dibangun tahun 1920-an, sepenuhnya dibangun oleh Belanda untuk kepentingan kelancaran bisnisnya. Nama Sepinggan dipakai sejak pertama kali hingga hari ini. (*)