MPR: Kongres Advokat harus perjuangkan kemanusiaan dan keadilan
9 Juni 2024 17:17 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet saat menyampaikan kata sambutan secara daring pada Kongres Ke-IV Kongres Advokat Indonesia (KAI), Minggu (9/6/2024). (ANTARA/HO-MPR RI)
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan Kongres Advokat Indonesia (KAI) harus memperjuangkan kemanusiaan dan keadilan di masyarakat, sebab para advokat diyakini sebagai garda terdepan dalam memastikan setiap individu mendapat perlakuan yang adil di mata hukum.
Bamsoet, saat menyampaikan kata sambutan secara daring pada Kongres Ke-IV KAI, Minggu, menuturkan bahwa para advokat memberi makna pada proses penegakan hukum sejak awal, sebelum proses litigasi berlangsung di meja peradilan.
“Tidak ada alasan untuk mereka yang lemah secara sosial dan ekonomi, serta minim literasi hukum kemudian harus menjadi korban hukum yang membabi buta. Keberadaan advokat, khususnya anggota KAI, harus berdiri tegak memperjuangkan kemanusiaan dan keadilan di atas RI tercinta ini,” ucap Bamsoet sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta.
Menurut Bamsoet, masih terdapat masyarakat yang memilih jalan kekerasan untuk mengakhiri masalah hukum karena tidak yakin penegakan hukum dapat berjalan. Dia menekankan bahwa kekerasan bukan solusi yang dapat dibenarkan dalam menyelesaikan masalah.
“Namun, kita juga tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan bahwa lemahnya penegakan hukum menjadi salah satu pemicu utama timbulnya kekerasan. Ketika rakyat merasa bahwa hukum tidak berpihak pada mereka, atau bahkan tidak mampu memberikan keadilan, rakyat akan cenderung mengambil jalan pintas yang destruktif,” tuturnya.
Di sisi lain, tambah dia, Bang Dunia mencatat iklim investasi Indonesia akan bergantung dengan persepsi para investor terhadap kepastian hukum dan perlindungan hak-hak investor minoritas.
Dijelaskan Bamsoet, Indonesia menempati peringkat ke-73 dari Easy Doing Business Index pada 2023. Salah satu penilaian terburuknya ialah enforcing contract (menegakkan kontrak) yang menempati peringkat 139 dari 190 negara, dengan komponen penilaian waktu, biaya dan kualitas sistem peradilan.
“Hal ini menjadikan investasi seret untuk masuk ke Indonesia, meskipun kita merupakan negara dengan PDB terbesar di kawasan Asia Tenggara, dan tentu kekayaan serta potensi sumber daya alam, sumber daya manusia hingga kekayaan intangible (tidak berwujud) kita luar biasa besar. Tetapi kita harus pasrah dengan kenyataan bahwa investasi yang masuk terseok-seok,” ucapnya.
Sementara itu, sambung Bamsoet, Kementerian Investasi menyebutkan nilai investasi di Indonesia adalah sebesar Rp1.147 triliun atau senilai 88,6 miliar dolar AS, bila dihitung secara per kapita dengan 270 juta jiwa, maka hanya mencapai 328 dolar AS per kapita.
Sedangkan, nilai investasi negara tetangga Singapura dengan penduduk 5,6 juta jiwa mencapai 151 miliar dolar AS atau 26,964 dolar AS per kapita atau 82 kali dari total investasi Indonesia secara per kapita.
Situasi tersebut, ujar Bamsoet, menjadikan Singapura berada pada nomor dua dalam Easy Doing Business Index dan menempati nomor satu dalam proses enforcing contract, sehingga investor memiliki kepercayaan besar terhadap negara meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang banyak.
“Hal ini menjadi catatan kita bersama bahwa kualitas penegakan hukum menjadi pondasi utama bagi perkembangan perekonomian suatu negara,” pesan Bamsoet yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina KAI itu.
Bamsoet, saat menyampaikan kata sambutan secara daring pada Kongres Ke-IV KAI, Minggu, menuturkan bahwa para advokat memberi makna pada proses penegakan hukum sejak awal, sebelum proses litigasi berlangsung di meja peradilan.
“Tidak ada alasan untuk mereka yang lemah secara sosial dan ekonomi, serta minim literasi hukum kemudian harus menjadi korban hukum yang membabi buta. Keberadaan advokat, khususnya anggota KAI, harus berdiri tegak memperjuangkan kemanusiaan dan keadilan di atas RI tercinta ini,” ucap Bamsoet sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta.
Menurut Bamsoet, masih terdapat masyarakat yang memilih jalan kekerasan untuk mengakhiri masalah hukum karena tidak yakin penegakan hukum dapat berjalan. Dia menekankan bahwa kekerasan bukan solusi yang dapat dibenarkan dalam menyelesaikan masalah.
“Namun, kita juga tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan bahwa lemahnya penegakan hukum menjadi salah satu pemicu utama timbulnya kekerasan. Ketika rakyat merasa bahwa hukum tidak berpihak pada mereka, atau bahkan tidak mampu memberikan keadilan, rakyat akan cenderung mengambil jalan pintas yang destruktif,” tuturnya.
Di sisi lain, tambah dia, Bang Dunia mencatat iklim investasi Indonesia akan bergantung dengan persepsi para investor terhadap kepastian hukum dan perlindungan hak-hak investor minoritas.
Dijelaskan Bamsoet, Indonesia menempati peringkat ke-73 dari Easy Doing Business Index pada 2023. Salah satu penilaian terburuknya ialah enforcing contract (menegakkan kontrak) yang menempati peringkat 139 dari 190 negara, dengan komponen penilaian waktu, biaya dan kualitas sistem peradilan.
“Hal ini menjadikan investasi seret untuk masuk ke Indonesia, meskipun kita merupakan negara dengan PDB terbesar di kawasan Asia Tenggara, dan tentu kekayaan serta potensi sumber daya alam, sumber daya manusia hingga kekayaan intangible (tidak berwujud) kita luar biasa besar. Tetapi kita harus pasrah dengan kenyataan bahwa investasi yang masuk terseok-seok,” ucapnya.
Sementara itu, sambung Bamsoet, Kementerian Investasi menyebutkan nilai investasi di Indonesia adalah sebesar Rp1.147 triliun atau senilai 88,6 miliar dolar AS, bila dihitung secara per kapita dengan 270 juta jiwa, maka hanya mencapai 328 dolar AS per kapita.
Sedangkan, nilai investasi negara tetangga Singapura dengan penduduk 5,6 juta jiwa mencapai 151 miliar dolar AS atau 26,964 dolar AS per kapita atau 82 kali dari total investasi Indonesia secara per kapita.
Situasi tersebut, ujar Bamsoet, menjadikan Singapura berada pada nomor dua dalam Easy Doing Business Index dan menempati nomor satu dalam proses enforcing contract, sehingga investor memiliki kepercayaan besar terhadap negara meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang banyak.
“Hal ini menjadi catatan kita bersama bahwa kualitas penegakan hukum menjadi pondasi utama bagi perkembangan perekonomian suatu negara,” pesan Bamsoet yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina KAI itu.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024
Tags: