Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan menyebut MPR RI bakal membuka pintu seluas-luasnya untuk menampung aspirasi masyarakat terhadap usulan amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Dalam siaran resminya yang dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, Sjarifuddin mengatakan aspirasi itu nantinya dikumpulkan dan dikaji lebih lanjut oleh Badan Pengkajian MPR RI.

Badan Pengkajian MPR, kata
Sjarifuddin, bakal menganalisa masukan yang ada dan hasil akhirnya berupa rekomendasi untuk pimpinan MPR RI periode 2024–2029.

“Pimpinan MPR saat ini tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan amendemen,” kata Sjarifuddin saat menghadiri acara di Bandung, Jawa Barat, Jumat (7/6) malam.

Dia menilai jika amendemen UUD 1945 berjalan tentu harus dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu, kajian terhadap amendemen pun harus dilakukan secara komprehensif.

Sjarifuddin menegaskan kepentingan rakyat yang pada akhirnya menjadi pedoman untuk mengamendemen UUD 1945. Dia melanjutkan MPR sebagai perwakilan rakyat pun berkewajiban menampung aspirasi dan kehendak rakyat itu.

“Semua tergantung pada masyarakat, termasuk partai politik. Semua silakan memberi masukan kepada MPR,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Sjarifuddin juga menegaskan tidak pernah ada wacana mengembalikan pemilihan pasangan presiden-wakil presiden ke MPR dalam usulan amendemen itu.

“Sekali lagi saya tegaskan bahwa isu mengembalikan presiden dan wakil presiden ke MPR tidak pernah muncul,” kata dia.

Jajaran pimpinan MPR RI dalam minggu ini membuka suara mengenai sikap mereka terhadap usulan amendemen UUD 1945.

Tidak hanya Sjarifuddin Hasan, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad juga punya pandangan yang serupa.

Fadel dalam acara MPR RI di Bandung, Jawa Barat, Jumat, juga menilai amendemen UUD 1945 sebuah keniscayaan.

“Intinya tidak ada kekeliruan dari wacana amendemen konstitusi yang bergulir selama ini. Memang sudah waktunya konstitusi kita disesuaikan dengan kondisi kekinian. Tinggal pelaksanaannya harus hati-hati. Tahap demi tahap,” kata Fadel.

Dia melanjutkan penelitian yang mendalam itu nantinya memetakan pasal-pasal yang perlu diubah dan diperbaiki.

Fadel menyebut proses mengamendemen UUD 1945 tentu membutuhkan waktu yang panjang, karena dia meyakini perubahan atas konstitusi negara tidak dapat dilakukan terburu-buru.

“Yang pasti akan memakan waktu lama, dan tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Untuk memilah mana yang akan diubah saja tidak cukup 1–2 bulan. Tetapi, tahapan amendemen itu bisa kita mulai sejak periode sekarang dan akan berproses hingga periode yang akan datang. Yang pasti harus disegerakan,” kata Fadel.