Jakarta (ANTARA) - Praktisi Kesehatan dr. Ngabila Salama meminta masyarakat terutama yang saat ini tinggal dan beraktivitas di DKI Jakarta untuk tidak abai menjaga dirinya saat kualitas udara memburuk.

“PM 2.5 yang membahayakan dikhawatirkan dapat menyebabkan penyakit tidak menular dalam jangka waktu pendek (akut) dan jangka lama (kronik) secara multi organ bisa dari kulit, paru sampai jantung,” kata Ngabila saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Menanggapi kualitas udara di Jakarta yang terpantau memburuk, Ngabila menekankan bila hal tersebut dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan paru-paru masyarakat.

Dalam jangka pendek, paru-paru berpotensi terkena serangan asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) eksaserbasi akut, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia dan alergi.

Baca juga: Dokter: Tiga langkah hidup sehat untuk jaga kesehatan paru-paru

Sementara untuk jangka panjangnya, meningkatkan potensi terkena kanker paru maupun jantung.

“Apalagi kalau orang itu menjadi perokok aktif atau pasif, maka akan memperparah kondisi kesehatannya,” ujar dia.

Sebagai bentuk proteksi diri, masyarakat disarankan untuk tetap mengenakan masker jenis KN 95 atau KF 94 untuk menghalangi PM 2.5 dan menghindari menjadi perokok aktif maupun pasif.

Ngabila mengatakan masyarakat perlu memastikan agar imunitasnya tetap terjaga lewat fisik dan mental yang sehat melalui pola hidup bersih sehat CERDIK dan CERIA setiap harinya.

Baca juga: Kualitas udara Jakarta tak sehat, kelompok sensitif perlu pakai masker

Guna mencegah ISPA dan pneumonia, menjaga pola hidup tetap bersih dapat dilakukan dengan memakai masker, mencuci tangan atau menggunakan penyanitasi tangan, dan menjaga jarak di kerumunan (3M).

“Jangan lupa gunakan air purifier atau hepa filter yang ada di rumah. Rajinlah dibersihkan juga alatnya, hindari aktivitas di luar ruangan jika kondisi polusi udara kurang baik,” kata dia.

Bagi kelompok rentan seperti anak dan lansia, ia meminta agar tiap pihak tidak malas untuk memakai masker di luar ruangan, mengikuti vaksinasi influenza dan melengkapi vaksin COVID-19 agar tidak memberatkan gejala yang telah ada.

Baca juga: Medan urutan ke-10, kualitas udara Jakarta nomor 1 terburuk di dunia

Meski demikian, Ngabila menilai sebenarnya kualitas udara yang buruk dapat dicegah melalui adanya perubahan pola hidup bersama. Misalnya, dimulai dari hal kecil setiap orang dapat beralih menggunakan transportasi umum atau berjalan kaki guna meminimalisasi penyebaran asap kendaraan di jalan.

Kemudian menghemat listrik dan air baik di rumah maupun di kantor, menggunakan kendaraan listrik atau sepeda bila mengunjungi tempat-tempat yang dekat serta memperbanyak memelihara tanaman untuk meningkatkan kadar oksigen di sekitarnya.

Sementara kepada pemerintah, wanita yang juga menjadi Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan tersebut menyarankan agar secara komprehensif melakukan upaya agresif untuk menurunkan polusi udara baik dari segi komunitas, ekonomi dan individu. Termasuk mengajak multisektor seperti industri, transportasi dan rumah tangga untuk menerapkan perubahan pola hidup yang berkelanjutan.

Baca juga: Kualitas udara terburuk di dunia, masyarakat diimbau gunakan masker

Hari ini, laman IQAir yang terakhir diperbarui pada pukul 11.00 WIB menyatakan bahwa kualitas udara di Jakarta tercatat tidak sehat bagi kelompok sensitif.

IQAir mencatat kualitas udara Jakarta berada pada poin 140 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 51,3 mikrogram per meter kubik dan angka ini menunjukkan 10,3 kali lebih tinggi nilai panduan kualitas udara tahunan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Baca juga: Kualitas udara Jakarta paling buruk di dunia pada Jumat pagi