Pertemuan Dewan Menlu D-8 soroti pentingnya kesatuan dalam isu Gaza
5 Juni 2024 23:44 WIB
Kondisi tenda-tenda sementara untuk pengungsi Palestina di wilayah Mawasi di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Selasa (4/6/2024). Sebanyak 1,5 juta warga Palestina mengungsi di Khan Younis dan wilayah-wilayah pusat Gaza lainnya pascaperluasan operasi militer tentara Israel pada 7 Mei 2024 di Rafah. ANTARA FOTO/Xinhua/Rizek Abdeljawad/rwa.
Ankara (ANTARA) - Pertemuan luar biasa para menteri luar negeri Organisasi Kerja Sama Ekonomi 8 Negara Berkembang (D-8) yang akan digelar di Istanbul pada Sabtu memiliki arti penting bagi negara-negara D-8 untuk menghadirkan front persatuan melawan perang Israel di Gaza.
Pertemuan tersebut, salah satu platform internasional utama yang dipimpin Turki, sangat penting bagi negara-negara D-8 untuk mengambil sikap kolektif terhadap serangan Israel yang masih berlangsung di daerah kantong itu sejak 7 Oktober tahun lalu, dan untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam terhadap penindasan Israel.
Menteri Luar Negeri Pakistan Mohammad Ishaq Dar, Menlu RI Retno Marsudi, Menlu Malaysia Mohamad Hasan, Penjabat Menlu Iran Ali Bagheri Kani dan Menteri Kesejahteraan Sosial Bangladesh Dipu Moni bersama pejabat tinggi dari Mesir dan Nigeria diperkirakan akan hadir dalam pertemuan itu.
Negara-negara anggota D-8 diperkirakan akan mengadopsi deklarasi gabungan cukup tegas terkait perkembangan di Gaza.
D-8, yang terdiri dari negara-negara Muslim terkemuka, memiliki jumlah penduduk sebanyak 1,2 miliar jiwa dan produk domestik bruto gabungan 4,8 triliun dolar AS (sekitar Rp78,3 kuadriliun).
Dengan karaktetistik tersebut, D-8 dipandang sebagai sebuah organisasi yang akan memberikan bobot lebih terhadap upaya diplomatik yang dilakukan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab di Gaza, sehingga meningkatkan efektivitas upaya tersebut.
Sementara Turki memobilisasi setiap peluang yang mungkin di bidang ekonomi, politik dan hukum untuk mewujudkan gencatan senjata permanen di Gaza, mereka juga mengevaluasi setiap peluang dan sarana yang dapat memberikan tekanan terhadap Israel.
Fakta bahwa D-8, yang didirikan atas dasar ekonomi, mengadakan pertemuan luar biasa para menlu di Turki untuk membahas isu politik seperti Gaza untuk pertama kalinya dalam sejarah dipandang sebagai perwujudan dari upaya-upaya tersebut.
Pada 15 Juni, 1997, D-8 diluncurkan setelah mantan Perdana Menteri Turki Necmettin Erbakan mengusulkan pembentukan kelompok ekonomi yang terdiri dari delapan negara ekonomi berkembang dari dunia Muslim.
Bersama Turki, Indonesia, Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, dan Pakistan turut mendirikan kelompok yang berbasis di Istanbul tersebut.
"Tujuan dari Organisasi Kerja Sama Ekonomi D-8 adalah untuk meningkatkan posisi negara-negara anggota dalam perekonomian global, mendiversifikasi dan menciptakan peluang baru dalam hubungan perdagangan, meningkatkan partisipasi dalam pembuatan keputusan di tingkat internasional, dan meningkatkan standar hidup," kata organisasi tersebut di situs Web mereka.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Tentara Israel perluas serangan ke Rafah, bergerak ke Gaza tengah
Baca juga: FAO peringatkan lebih dari 1 juta warga Gaza terancam kelaparan
Baca juga: Menlu: Pengiriman pasukan perdamaian ke Gaza di bawah mandat PBB
Pertemuan tersebut, salah satu platform internasional utama yang dipimpin Turki, sangat penting bagi negara-negara D-8 untuk mengambil sikap kolektif terhadap serangan Israel yang masih berlangsung di daerah kantong itu sejak 7 Oktober tahun lalu, dan untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam terhadap penindasan Israel.
Menteri Luar Negeri Pakistan Mohammad Ishaq Dar, Menlu RI Retno Marsudi, Menlu Malaysia Mohamad Hasan, Penjabat Menlu Iran Ali Bagheri Kani dan Menteri Kesejahteraan Sosial Bangladesh Dipu Moni bersama pejabat tinggi dari Mesir dan Nigeria diperkirakan akan hadir dalam pertemuan itu.
Negara-negara anggota D-8 diperkirakan akan mengadopsi deklarasi gabungan cukup tegas terkait perkembangan di Gaza.
D-8, yang terdiri dari negara-negara Muslim terkemuka, memiliki jumlah penduduk sebanyak 1,2 miliar jiwa dan produk domestik bruto gabungan 4,8 triliun dolar AS (sekitar Rp78,3 kuadriliun).
Dengan karaktetistik tersebut, D-8 dipandang sebagai sebuah organisasi yang akan memberikan bobot lebih terhadap upaya diplomatik yang dilakukan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab di Gaza, sehingga meningkatkan efektivitas upaya tersebut.
Sementara Turki memobilisasi setiap peluang yang mungkin di bidang ekonomi, politik dan hukum untuk mewujudkan gencatan senjata permanen di Gaza, mereka juga mengevaluasi setiap peluang dan sarana yang dapat memberikan tekanan terhadap Israel.
Fakta bahwa D-8, yang didirikan atas dasar ekonomi, mengadakan pertemuan luar biasa para menlu di Turki untuk membahas isu politik seperti Gaza untuk pertama kalinya dalam sejarah dipandang sebagai perwujudan dari upaya-upaya tersebut.
Pada 15 Juni, 1997, D-8 diluncurkan setelah mantan Perdana Menteri Turki Necmettin Erbakan mengusulkan pembentukan kelompok ekonomi yang terdiri dari delapan negara ekonomi berkembang dari dunia Muslim.
Bersama Turki, Indonesia, Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, dan Pakistan turut mendirikan kelompok yang berbasis di Istanbul tersebut.
"Tujuan dari Organisasi Kerja Sama Ekonomi D-8 adalah untuk meningkatkan posisi negara-negara anggota dalam perekonomian global, mendiversifikasi dan menciptakan peluang baru dalam hubungan perdagangan, meningkatkan partisipasi dalam pembuatan keputusan di tingkat internasional, dan meningkatkan standar hidup," kata organisasi tersebut di situs Web mereka.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Tentara Israel perluas serangan ke Rafah, bergerak ke Gaza tengah
Baca juga: FAO peringatkan lebih dari 1 juta warga Gaza terancam kelaparan
Baca juga: Menlu: Pengiriman pasukan perdamaian ke Gaza di bawah mandat PBB
Penerjemah: Katriana
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024
Tags: