Kemenkes ajak masyarakat hilangkan stigma negatif penderita TBC
5 Juni 2024 18:51 WIB
Tangkapan layar - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI dr Imran Pambudi dalam webinar berjudul "Kebutuhan Kesehatan Mental dan Psikososial pada Orang dengan TBC" di Jakarta, Rabu (5/6/2024). (ANTARA/Sean Filo Muhamad/Youtube TB Indonesia)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menghilangkan stigma negatif penderita tuberkulosis (TBC), agar kasus penyakit tersebut dapat ditemukan seluruhnya dan dieliminasi dari negeri ini.
"Kita harus bisa membebaskan mereka (penderita TBC) dari self stigma, stigma dari diri mereka sendiri dalam mencapai eliminasi TBC," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi dalam webinar berjudul "Kebutuhan Kesehatan Mental dan Psikososial pada Orang dengan TBC" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Selain mempersulit deteksi penderita TBC, Imran mengungkapkan adanya stigma negatif pada penderita TBC juga menyebabkan para penderitanya putus semangat dalam menjalani terapi yang tengah dijalani.
Sehingga, sambungnya, penderita TBC yang enggan meminum obat tersebut menyebabkan penyakit TBC yang dideritanya berkembang menjadi TBC kebal atau Resisten Obat (TB-RO).
Baca juga: Pemerintah bangun kolaborasi lintas sektor untuk eliminasi TBC
Ia mengungkapkan terdapat penelitian yang menunjukkan penderita TBC yang baru berobat setelah terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis selama dua bulan, yang salah satu penyebabnya adalah stigma buruk masyarakat soal penderita TB.
Imran menilai hal tersebut tentu berbahaya, sebab selama dua bulan tersebut, seorang penderita TBC sangat berpotensi menularkan penyakit tersebut kepada orang lain yang berada di sekitarnya.
"Jadi bagaimana kita bisa mempercepat waktu memulai pengobatan ini juga menjadi hal yang sangat penting. Tentu saja memulai pengobatan ini ada hubungannya juga dengan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebersihan penderita TBC," ujarnya.
Baca juga: Kemenkes: TBC baru dapat dieliminasi di Indonesia pada 2045
Untuk itu Imran meminta kepada seluruh masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif terkait penderita TBC, karena hal tersebut dapat memutus mata rantai penyebaran TBC, serta mewujudkan upaya dalam mencapai eliminasi TBC di Indonesia pada tahun 2030 mendatang.
Untuk diketahui, laporan Global TB Report Tahun 2023 menyatakan terdapat sebanyak 1.060.000 kasus baru TBC di Indonesia, dimana sekitar 30.000 diantaranya merupakan kasus TBC resisten obat.
Pada tahun lalu Indonesia berhasil menemukan sekitar 821.000 kasus TBC baru, atau sekitar 78 persen dari laporan Global TB Report.
Baca juga: Kemenkes ungkap ada 808 ribu kasus TBC Sensitif Obat pada 2023
"Kita harus bisa membebaskan mereka (penderita TBC) dari self stigma, stigma dari diri mereka sendiri dalam mencapai eliminasi TBC," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi dalam webinar berjudul "Kebutuhan Kesehatan Mental dan Psikososial pada Orang dengan TBC" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Selain mempersulit deteksi penderita TBC, Imran mengungkapkan adanya stigma negatif pada penderita TBC juga menyebabkan para penderitanya putus semangat dalam menjalani terapi yang tengah dijalani.
Sehingga, sambungnya, penderita TBC yang enggan meminum obat tersebut menyebabkan penyakit TBC yang dideritanya berkembang menjadi TBC kebal atau Resisten Obat (TB-RO).
Baca juga: Pemerintah bangun kolaborasi lintas sektor untuk eliminasi TBC
Ia mengungkapkan terdapat penelitian yang menunjukkan penderita TBC yang baru berobat setelah terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis selama dua bulan, yang salah satu penyebabnya adalah stigma buruk masyarakat soal penderita TB.
Imran menilai hal tersebut tentu berbahaya, sebab selama dua bulan tersebut, seorang penderita TBC sangat berpotensi menularkan penyakit tersebut kepada orang lain yang berada di sekitarnya.
"Jadi bagaimana kita bisa mempercepat waktu memulai pengobatan ini juga menjadi hal yang sangat penting. Tentu saja memulai pengobatan ini ada hubungannya juga dengan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebersihan penderita TBC," ujarnya.
Baca juga: Kemenkes: TBC baru dapat dieliminasi di Indonesia pada 2045
Untuk itu Imran meminta kepada seluruh masyarakat untuk menghilangkan stigma negatif terkait penderita TBC, karena hal tersebut dapat memutus mata rantai penyebaran TBC, serta mewujudkan upaya dalam mencapai eliminasi TBC di Indonesia pada tahun 2030 mendatang.
Untuk diketahui, laporan Global TB Report Tahun 2023 menyatakan terdapat sebanyak 1.060.000 kasus baru TBC di Indonesia, dimana sekitar 30.000 diantaranya merupakan kasus TBC resisten obat.
Pada tahun lalu Indonesia berhasil menemukan sekitar 821.000 kasus TBC baru, atau sekitar 78 persen dari laporan Global TB Report.
Baca juga: Kemenkes ungkap ada 808 ribu kasus TBC Sensitif Obat pada 2023
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: