Bangkok (ANTARA News) - Beberapa demonstran anti-pemerintah Thailand terluka setelah orang bersenjata melepaskan tembakan mereka, di Bangkok, kata pihak berwenang, Sabtu.


Insiden berdarah itu terjadi saat ketegangan meningkat menjelang rencana pelumpuhan seluruh-penjuru-kota untuk menumpukkan tekanan kepada pemerintah sementara.

Kerajaan Thailand berada di dalam cengkeraman krisis politik yang telah menyebabkan parlemen dibubarkan di tengah protes massa menggulingkan Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra, dan mengakhiri pengaruh politik saudaranya yang bersikap pemecah belah, Thaksin.

Para demonstran berusaha memblokir pemilihan sela yang akan diselenggarakan 2 Februari, dan Yingluck segera ingin mengundurkan diri.

Salah satu pengunjuk rasa terluka parah setelah orang bersenjata tak dikenal menembak mereka di situs unjuk rasa utama para demonstran di ibu kota dalam dua serangan terpisah Sabtu pagi, kata polisi Thailand kepada AFP.

"Serangan pertama terjadi pada 02.30 (waktu setempat) melukai dua orang, termasuk penjaga keamanan aksi protes. Yang kedua terjadi beberapa jam kemudian melukai lima pengunjuk rasa," menurut Letnan Jenderal Polisi Prawut Thavornsiri dari Kepolisian Kerajaan Thailand.

Jumlah korban tersebut dikonfirmasi oleh pusat medis darurat kota Erawan, yang mengatakan seorang pria masih dalam "kondisi kritis".

Delapan orang, termasuk seorang polisi, telah tewas dan puluhan luka-luka dalam kekerasan jalanan dalam beberapa pekan terakhir , dan pemerintah telah menyuarakan kekhawatiran makin terjadinya pertumpahan darah saat pengunjuk rasa menolak untuk mundur dari upaya mereka untuk menggulingkan keluarga Shinawatra.

Pihak berwenang telah mengungkapkan kekhawatiran bahwa "pelumpuhan" yang direncanakan oleh pengunjuk rasa anti- pemerintah pada Senin dapat menyebabkan lebih banyak kekerasan.

Satu kompi tentara ditempatkan di masing-masing 37 lokasi - termasuk kantor-kantor pemerintah - di ibu kota pada Jumat malam, seorang juru bicara militer kepada AFP.

Ribuan polisi juga diharapkan untuk menjaga perdamaian.

Panglima militer Thailand menyerukan tenang menjelang aksi "pelumpuhan" Senin itu.

"Saya khawatir tentang keamanan karena banyak orang akan datang (pada Senin) dan kekerasan bisa terjadi di seluruh (protes)," kata Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Prayut Chan-O-Cha kepada wartawan, Sabtu.

"Saya ingin memberitahu semua pihak untuk tidak berbenturan dengan satu sama lain ... kita semua warga Thailand dan kita bisa hidup bersama-sama meskipun ada perbedaan-perbedaan kita," katanya.

Prayut juga mendesak orang Thailand untuk "memecahkan masalah rakyat Thailand" dalam bantahan jelas adanya kekhawatiran yang disuarakan komunitas internasional mengenai memburuknya situasi politik di negara itu.

Sekjen PBB Ban Ki-moon pada Jumat menyerukan semua pihak untuk "menahan diri, dan mengungkapkan kekhawatiran situasi "bisa meningkat pada hari-hari mendatang".

Thailand telah mengalami beberapa serangan kekerasan politik sejak Thaksin digulingkan sebagai perdana menteri oleh para jenderal royalis pada tahun 2006.

Miliarder taipan dan politisi itu melarikan diri dari kerajaan pada tahun 2008 untuk menghindari penjara terkait dugaan korupsi yang katanya bermotif politik.

Dia dibenci oleh para pengunjuk rasa anti-pemerintah, yang mengatakan uangnya telah meracuni politik Thailand, tetapi menarik loyalitas kuat dari warga bagian utara negara itu.

Para pengunjuk rasa ingin menangguhkan demokrasi Thailand untuk memungkinkan reformasi yang bertujuan untuk membasmi pengaruhnya.

Tetapi adiknya, Yingluck, dengan Partai Puea Thai-nya diperkirakan akan menang pada pemilu Februari jika rencana itu bisa berlangsung.