Kemenkominfo : AI sulit diterapkan di sektor perikanan dan pertanian
4 Juni 2024 16:39 WIB
Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Nyoman Adhiarna (dua kanan) dalam acara 11th ASEAN Economic Dialogue di Jakarta, Selasa (4/6/2024). ANTARA/Kuntum Riswan.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebut kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) lebih sulit diterapkan di sektor perikanan dan pertanian dibandingkan sektor lainnya.
“Penerapan AI mungkin lebih tepat dilakukan di sektor kesehatan dan pendidikan, namun mungkin lebih sulit diterapkan di sektor perikanan dan juga pertanian.
"Mengapa? Karena kalau bicara tingkat kesiapan, setiap sektor memiliki tingkat kesiapan yang berbeda,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Nyoman Adhiarna dalam acara 11th ASEAN Economic Dialogue di Jakarta, Selasa.
Penerapan AI, disebutnya, tergantung pada sejumlah isu. Pertama, isu infrastruktur yang mengharuskan suatu wilayah atau tempat mempunyai konektivitas jaringan. Sementara, Indonesia masih dalam proses membangun pemerataan infrastruktur digital.
“Yang kedua adalah tentang bakat, keterampilan. Untuk sektor pertanian, menurut saya, sulit untuk memaksa dan mendorong petani kita mengadopsi teknologi ini karena tingkat keterampilan mereka belum cukup tinggi,” ucapnya.
Sedangkan isu ketiga adalah insentif dari pemerintah untuk mendorong terwujudkan transformasi digital.
Kemenkominfo mencatat Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan menghabiskan banyak dana untuk melakukan perbaikan dan mendigitalkan sektor kesehatan dan pendidikan.
Lebih lanjut Nyoman menyampaikan bahwa Indonesia belum mempunyai regulasi mengenai AI dan baru sebatas pada Surat Edaran Menkominfo yang baru dikeluarkan pada tahun 2023.
Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023 tersebut tidak mempunyai implikasi dan hanya berupa etika penggunaan kecerdasan artifisial.
“Jadi kami lebih memilih menggunakan sentuhan ringan atau regulasi ringan karena kami belum tahu apa yang akan terjadi dalam waktu dekat mengenai AI,” jelasnya.
Singapura yang menjadi referensi Indonesia dalam regulasi AI, lanjutnya, juga menggunakan pendekatan yang ringan dengan hanya mengeluarkan panduan mengenai AI.
Dalam laporan Oxford Insight pada 2023, terlihat Indonesia termasuk negara di Asia Tenggara yang memiliki kesiapan untuk mengadopsi AI sebagai solusi.
Dalam indeks kesiapan AI yang dirilis Oxford itu, Indonesia berada pada urutan keempat dengan nilai indeks 61.03. Posisi tiga teratas diisi oleh Singapura dengan nilai indeks 81.97, Malaysia dengan nilai indeks kesiapan AI 68.71, dan Thailand dengan indeks 63,03.
Baca juga: Indonesia kumpulkan data pemanfaatan AI nasional dengan metode UNESCO
Baca juga: Wamenkominfo apresiasi dukungan UNESCO pada tata kelola AI Indonesia
Baca juga: Menteri PANRB tegaskan AI di pemerintahan prioritaskan keamanan
“Penerapan AI mungkin lebih tepat dilakukan di sektor kesehatan dan pendidikan, namun mungkin lebih sulit diterapkan di sektor perikanan dan juga pertanian.
"Mengapa? Karena kalau bicara tingkat kesiapan, setiap sektor memiliki tingkat kesiapan yang berbeda,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Nyoman Adhiarna dalam acara 11th ASEAN Economic Dialogue di Jakarta, Selasa.
Penerapan AI, disebutnya, tergantung pada sejumlah isu. Pertama, isu infrastruktur yang mengharuskan suatu wilayah atau tempat mempunyai konektivitas jaringan. Sementara, Indonesia masih dalam proses membangun pemerataan infrastruktur digital.
“Yang kedua adalah tentang bakat, keterampilan. Untuk sektor pertanian, menurut saya, sulit untuk memaksa dan mendorong petani kita mengadopsi teknologi ini karena tingkat keterampilan mereka belum cukup tinggi,” ucapnya.
Sedangkan isu ketiga adalah insentif dari pemerintah untuk mendorong terwujudkan transformasi digital.
Kemenkominfo mencatat Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan menghabiskan banyak dana untuk melakukan perbaikan dan mendigitalkan sektor kesehatan dan pendidikan.
Lebih lanjut Nyoman menyampaikan bahwa Indonesia belum mempunyai regulasi mengenai AI dan baru sebatas pada Surat Edaran Menkominfo yang baru dikeluarkan pada tahun 2023.
Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023 tersebut tidak mempunyai implikasi dan hanya berupa etika penggunaan kecerdasan artifisial.
“Jadi kami lebih memilih menggunakan sentuhan ringan atau regulasi ringan karena kami belum tahu apa yang akan terjadi dalam waktu dekat mengenai AI,” jelasnya.
Singapura yang menjadi referensi Indonesia dalam regulasi AI, lanjutnya, juga menggunakan pendekatan yang ringan dengan hanya mengeluarkan panduan mengenai AI.
Dalam laporan Oxford Insight pada 2023, terlihat Indonesia termasuk negara di Asia Tenggara yang memiliki kesiapan untuk mengadopsi AI sebagai solusi.
Dalam indeks kesiapan AI yang dirilis Oxford itu, Indonesia berada pada urutan keempat dengan nilai indeks 61.03. Posisi tiga teratas diisi oleh Singapura dengan nilai indeks 81.97, Malaysia dengan nilai indeks kesiapan AI 68.71, dan Thailand dengan indeks 63,03.
Baca juga: Indonesia kumpulkan data pemanfaatan AI nasional dengan metode UNESCO
Baca juga: Wamenkominfo apresiasi dukungan UNESCO pada tata kelola AI Indonesia
Baca juga: Menteri PANRB tegaskan AI di pemerintahan prioritaskan keamanan
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024
Tags: