Anas ditahan di Rutan KPK
10 Januari 2014 19:28 WIB
Bekas Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, saat datang memenuhi panggilan pemeriksaan KPK, di Gedung KPK, Jakarta Pusat, Jumat siang. Pada pukul 18.00 WIB Jumat itu juga, dia ditetapkan sebagai tahanan KPK atas dugaan penerimaan uang korupsi Proyek Hambalang dan beberapa proyek lain. (ANTARA FOTO)
Jakarta (ANTARA News) - Bekas Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, resmi ditahan KPK sejak pukul 18.00 WIB Jumat ini, dan "Yang bersangkutan ditahan di Rumah Tahanan Jakarta Timur Kelas 1 Cabang KPK untuk 20 hari pertama," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi.
Tampil setelah diperiksa lima jam, Urbaningrum mengenakan jaket jingga bertuliskan Tahanan KPK. Di balik rompi jingga itu, kemeja putih masih dia kenakan dan dia bicara secara tenang kepada pers.
Materi pemeriksaan dia, meliputi pemeriksaan pertama dia sebagai tersangka setelah dia mangkir dari panggilan KPK dua kali, pada 31 Juli 2013 dan 7 Januari 2014.
Jika kali ini dia tidak memenuhi panggilan, KPK bahkan sudah menyatakan akan memanggil paksa dia dengan didukung Brigade Mobil kepolisian.
Namun karena saat memenuhi panggilan kali ini dia tidak didampingi kuasa hukum, maka salah satu kuasa hukumnya akan mengajukan praperadilan.
"Kalau ditahan, kami akan lakukan praperadilan," kata salah satu tim kuasa hukum Urbaningrum, Carrel Ticualu, melalui pesan singkat.
Tim kuasa hukumnya tidak datang karena masih tidak puas dengan penjelasan KPK mengenai sangkaan dalam surat perintah penyidikan, menyebutkan Urbaningrum menerima hadiah dari Proyek Hambalang, dan proyek-proyek lain.
"Kami tidak setuju dengan pemilihan kata-kata KPK dalam surat panggilan, yang menyatakan Pak Anas tersangka Proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lain. Saat tim menanyakan ke penyidik pada Selasa lalu (7/1), ternyata penyidik tidak bisa menjelaskan proyek-proyek lain itu," kata salah satu tim pengacara Urbaningrum, Pia Nasution, yang dihubungi melalui telepon.
Kliennya itu, menurut Nasution, juga ingin menanyakan langsung mengenai proyek-proyek lain teresbut.
Loyalis Urbaningrum, yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Gede Pasek Suardika, mengatakan, temannya itu datang sendiri ke KPK karena ingin bekerja sama dengan KPK.
"Keinginan beliau begitu, kami tidak bisa paksa, karena beliau mengatakan sudahlah saya mau datang sendiri biar tidak ada tafsir macam-macam, karena tadi pagi beliau sudah menyampaikan beliau akan bekerja sama dengan KPK untuk mencari kebenaran dan keadilan, bukan memaksakan sebuah kasus," kata Pasek, di Gedung KPK.
Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Penyelenggara Negara Yang Menerima Suap atau Gratifikasi.
Ancaman hukum yang bisa diterpakan kepada dia, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Sekitar Juli 2013, Ketua KPK, Abraham Samad, pernah mengungkapkan proyek lain selain Proyek Hambalang terkait dengan dia, yaitu Proyek Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Proyek Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.
Selain itu, KPK juga mendalami dugaan aliran dana dari Badan Usaha Milik Negara untuk pemenangan dia dalam Kongres Partai Demokrat 2010, di Bandung.
KPK, misalnya telah memeriksa Direktur Utama PT Bio Farma, Iskandar, dan Direktur Keuangan PT Bio Farma, Mohammad Sofie A Hasan.
KPK juga pernah memeriksa Kepala Divisi Operasi III PT Pembangunan Perumahan, Lukman Hidayat, meski PT PP bukan termasuk BUMN yang ber-KSO pada Proyek Hambalang.
KPK juga telah menggeledah empat rumah Urbaningrum, Selasa (12/11). Dari penggeledahan itu KPK menyita uang Rp1 miliar, paspor atas nama Attiyah, kartu nama atas nama presiden PT AA Pialang Asuransi, Wasit Suadi.
Juga kartu nama Direktur Adhi Karya, Bambang Tri, kartu nama PT Pembangunan Perumahan, Ketut Darmawan, buku tahlilan dengan gambar Anas Urbaningrum serta empat unit telepon selular BlackBerry, dan satu telepon selular merek lain.
Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Hambalang, Deddy Kusdinar, Urbaningrum disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari Proyek Hambalang.
Uang itu untuk membantu pencalonan dia sebagai ketua umum Partai Demokrat dalam kongres Partai Demokrat 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010. Pada saat itulah dia menang atas rival terdekat dia, Andi Mallarangeng.
Uang itu diserahkan ke Urbaningrum, digunakan untuk keperluan Kongres Partai Demokrat, antara lain membayar hotel dan membeli BlackBerry beserta kartunya, sewa mobil, jamuan dan hiburan bagi pendukung Urbaningrum.
Tampil setelah diperiksa lima jam, Urbaningrum mengenakan jaket jingga bertuliskan Tahanan KPK. Di balik rompi jingga itu, kemeja putih masih dia kenakan dan dia bicara secara tenang kepada pers.
Materi pemeriksaan dia, meliputi pemeriksaan pertama dia sebagai tersangka setelah dia mangkir dari panggilan KPK dua kali, pada 31 Juli 2013 dan 7 Januari 2014.
Jika kali ini dia tidak memenuhi panggilan, KPK bahkan sudah menyatakan akan memanggil paksa dia dengan didukung Brigade Mobil kepolisian.
Namun karena saat memenuhi panggilan kali ini dia tidak didampingi kuasa hukum, maka salah satu kuasa hukumnya akan mengajukan praperadilan.
"Kalau ditahan, kami akan lakukan praperadilan," kata salah satu tim kuasa hukum Urbaningrum, Carrel Ticualu, melalui pesan singkat.
Tim kuasa hukumnya tidak datang karena masih tidak puas dengan penjelasan KPK mengenai sangkaan dalam surat perintah penyidikan, menyebutkan Urbaningrum menerima hadiah dari Proyek Hambalang, dan proyek-proyek lain.
"Kami tidak setuju dengan pemilihan kata-kata KPK dalam surat panggilan, yang menyatakan Pak Anas tersangka Proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lain. Saat tim menanyakan ke penyidik pada Selasa lalu (7/1), ternyata penyidik tidak bisa menjelaskan proyek-proyek lain itu," kata salah satu tim pengacara Urbaningrum, Pia Nasution, yang dihubungi melalui telepon.
Kliennya itu, menurut Nasution, juga ingin menanyakan langsung mengenai proyek-proyek lain teresbut.
Loyalis Urbaningrum, yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Gede Pasek Suardika, mengatakan, temannya itu datang sendiri ke KPK karena ingin bekerja sama dengan KPK.
"Keinginan beliau begitu, kami tidak bisa paksa, karena beliau mengatakan sudahlah saya mau datang sendiri biar tidak ada tafsir macam-macam, karena tadi pagi beliau sudah menyampaikan beliau akan bekerja sama dengan KPK untuk mencari kebenaran dan keadilan, bukan memaksakan sebuah kasus," kata Pasek, di Gedung KPK.
Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Penyelenggara Negara Yang Menerima Suap atau Gratifikasi.
Ancaman hukum yang bisa diterpakan kepada dia, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Sekitar Juli 2013, Ketua KPK, Abraham Samad, pernah mengungkapkan proyek lain selain Proyek Hambalang terkait dengan dia, yaitu Proyek Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Proyek Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.
Selain itu, KPK juga mendalami dugaan aliran dana dari Badan Usaha Milik Negara untuk pemenangan dia dalam Kongres Partai Demokrat 2010, di Bandung.
KPK, misalnya telah memeriksa Direktur Utama PT Bio Farma, Iskandar, dan Direktur Keuangan PT Bio Farma, Mohammad Sofie A Hasan.
KPK juga pernah memeriksa Kepala Divisi Operasi III PT Pembangunan Perumahan, Lukman Hidayat, meski PT PP bukan termasuk BUMN yang ber-KSO pada Proyek Hambalang.
KPK juga telah menggeledah empat rumah Urbaningrum, Selasa (12/11). Dari penggeledahan itu KPK menyita uang Rp1 miliar, paspor atas nama Attiyah, kartu nama atas nama presiden PT AA Pialang Asuransi, Wasit Suadi.
Juga kartu nama Direktur Adhi Karya, Bambang Tri, kartu nama PT Pembangunan Perumahan, Ketut Darmawan, buku tahlilan dengan gambar Anas Urbaningrum serta empat unit telepon selular BlackBerry, dan satu telepon selular merek lain.
Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Proyek Hambalang, Deddy Kusdinar, Urbaningrum disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari Proyek Hambalang.
Uang itu untuk membantu pencalonan dia sebagai ketua umum Partai Demokrat dalam kongres Partai Demokrat 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010. Pada saat itulah dia menang atas rival terdekat dia, Andi Mallarangeng.
Uang itu diserahkan ke Urbaningrum, digunakan untuk keperluan Kongres Partai Demokrat, antara lain membayar hotel dan membeli BlackBerry beserta kartunya, sewa mobil, jamuan dan hiburan bagi pendukung Urbaningrum.
Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014
Tags: