KKP dalami kasus perbudakan dalam penangkapan kapal Run Zeng
3 Juni 2024 17:31 WIB
Kapal Ikan Asing (KIA) Run Zeng yang bersandar di Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kota Tual, Maluku, Senin (3/6/2024). ANTARA/Maria Cicilia Galuh
Tual, Maluku (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan masih mendalami kasus perbudakan orang dalam penangkapan kapal ikan asing (KIA) Run Zeng pada 19 Mei 2024.
Kepala Tim Kerja Penyidikan Direktorat Penanganan Pelanggaran Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Garibaldi Marandita mengatakan, hal ini didapat berdasarkan keterangan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang berada dalam kapal tersebut.
"Ada dugaan untuk perdagangan orang. Tapi karena itu bukan kewenangan dari penyidik perikanan, maka kami sudah koordinasikan, yang pertama dengan mengirim surat ke Bareskrim," ujar Garibaldi di Kota Tual, Maluku, Senin.
Selain itu, PSDKP KKP juga berkoordinasi dengan Polda Maluku karena menemukan indikasi adanya distribusi bahan bakar minyak (BBM) ilegal.
Garibaldi mengungkapkan, pihaknya juga masih mendalami keterlibatan warga negara Indonesia (WNI) dalam pengoperasian kapal Run Zeng.
Menurut Garibaldi, kapal tersebut telah beroperasi selama setahun, sehingga pasti membutuhkan perbekalan yang dibawa dari daratan Indonesia.
"Dari hasil (penyidikan sementara), operasi kapal ini sudah beberapa bulan atau tadi ada yang bilang setahun. Otomatis mereka butuh perbekalan sampai pergantian ABK, kemudian ikan-ikan hasil tangkapan dikemanakan, kita masih dalami itu," kata Garibaldi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, beberapa pelaku penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing yang menggunakan kapal ikan asing (KIA) Run Zeng berasal dari Indonesia.
"Yang saya enggak sangka, sebetulnya illegal fishing ini bekerja sama dengan beberapa pelaku, dan beberapa pelaku yang ada di Indonesia, Khususnya di wilayah pantura Jawa itu," ujar Trenggono.
Trenggono menyebutkan, beberapa anak buah kapal (ABK) yang bekerja pada di kapal Run Zeng merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan perekrutan dari daerah Pekalongan, Jawa Tengah dan Lampung.
Para ABK tersebut diiming-iming gaji mulai dari Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. Namun, berdasarkan penuturan ABK yang tertangkap, para awak tersebut belum mendapatkan imbalannya.
Baca juga: KKP mengecam kasus perbudakan WNI di atas kapal ikan asing ilegal
Baca juga: Pemerintah diminta ratifikasi konvensi ILO cegah perbudakan awak kapal
Baca juga: Menaker akui adanya ABK Indonesia terjebak perbudakan modern di laut
Kepala Tim Kerja Penyidikan Direktorat Penanganan Pelanggaran Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Garibaldi Marandita mengatakan, hal ini didapat berdasarkan keterangan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang berada dalam kapal tersebut.
"Ada dugaan untuk perdagangan orang. Tapi karena itu bukan kewenangan dari penyidik perikanan, maka kami sudah koordinasikan, yang pertama dengan mengirim surat ke Bareskrim," ujar Garibaldi di Kota Tual, Maluku, Senin.
Selain itu, PSDKP KKP juga berkoordinasi dengan Polda Maluku karena menemukan indikasi adanya distribusi bahan bakar minyak (BBM) ilegal.
Garibaldi mengungkapkan, pihaknya juga masih mendalami keterlibatan warga negara Indonesia (WNI) dalam pengoperasian kapal Run Zeng.
Menurut Garibaldi, kapal tersebut telah beroperasi selama setahun, sehingga pasti membutuhkan perbekalan yang dibawa dari daratan Indonesia.
"Dari hasil (penyidikan sementara), operasi kapal ini sudah beberapa bulan atau tadi ada yang bilang setahun. Otomatis mereka butuh perbekalan sampai pergantian ABK, kemudian ikan-ikan hasil tangkapan dikemanakan, kita masih dalami itu," kata Garibaldi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, beberapa pelaku penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing yang menggunakan kapal ikan asing (KIA) Run Zeng berasal dari Indonesia.
"Yang saya enggak sangka, sebetulnya illegal fishing ini bekerja sama dengan beberapa pelaku, dan beberapa pelaku yang ada di Indonesia, Khususnya di wilayah pantura Jawa itu," ujar Trenggono.
Trenggono menyebutkan, beberapa anak buah kapal (ABK) yang bekerja pada di kapal Run Zeng merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan perekrutan dari daerah Pekalongan, Jawa Tengah dan Lampung.
Para ABK tersebut diiming-iming gaji mulai dari Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. Namun, berdasarkan penuturan ABK yang tertangkap, para awak tersebut belum mendapatkan imbalannya.
Baca juga: KKP mengecam kasus perbudakan WNI di atas kapal ikan asing ilegal
Baca juga: Pemerintah diminta ratifikasi konvensi ILO cegah perbudakan awak kapal
Baca juga: Menaker akui adanya ABK Indonesia terjebak perbudakan modern di laut
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: